Chapter 12

72.2K 4.8K 51
                                    

       

"Kamu itu seperti hujan, turun dan reda tak beraturan. Sedangkan aku seperti tanaman, yang selalu setia menunggumu turun."

***
Seperti orang bodoh, Alena bolak-balik menatap jam dinding di ruangan tempatnya berdiri saat ini. Ia tengah gelisah menunggu seseorang yang sudah tiga hari ini tak dilihatnya.
Gila memang jika dipikir-pikir, tapi, entah kenapa ia begitu merindukan sosok mengesalkan itu yang tidak sama sekali menunjukkan batang hidungnya. Tidak biasanya dia menghilang seperti ini. Padahal nyaris setiap jam dia bercicit menyuruhnya ini dan itu seperti manusia kurang kerjaan dari senin sampai jumat.

Waktu terus berputar beralih ke angka sepuluh, tetapi lelaki itu belum muncul juga. Untuk kesekian menitnya, Alena tidak menyerah, mengulur waktu dan memperlambat geraknya saat membersihkan ruangan CEO itu. Berharap sebelum ia selesai, CEO itu akan datang dengan senyuman miring khasnya dan membuat Alena jengkel seperti biasanya.

Walaupun kadang Alena begitu membenci sifat Kris yang menyebalkan, tapi itu tak mengurangi sedikitpun rasa rindu yang terasa menyempitkan ruang dada. Terlalu menyesakkan, meski tetap membahagiakan. Rasa menyukai seseorang dan merindukan seseorang ternyata seperti ini. Tidak keruan dan tak ada penjelasan signifikan.

Sungguh rasa yang menyesatkan.

Tingkah kekanakan CEO-nya itu tidak terasa sudah menjerat Alena tanpa ia sendiri sadari. Tiga minggu melihat CEO itu setiap hari membuatnya terbiasa dengan wajah tampan dengan sifat menyebalkannya. Sifat-sifat yang terus Alena pelajari di dalam diri Kris membuat Alena sedikit tahu bahwa lelaki itu, Kris, a badboy but also a goodboy at the same time, maybe?
Sering menyiksa Alena tapi di balik itu semua, tidak jarang juga dia tampak memedulikan dirinya.

Kris memang seaneh itu.

Alena merasa nyaman dengan tingkah kekanakannya. Kata ketus yang meluncur dari bibir Kris ataupun perintah yang tak masuk akal darinya membuat Alena merindukan sosok bosnya sedikit lebih banyak. Contohnya, seperti hari ini.

Apa dia baik-baik saja? Ke mana dia? Apa hari ini dia tidak masuk lagi? Semua pertanyaan tidak penting itu tidak hentinya berputar menggedor tempurung kepala. Sialan... kepala dan hatinya sungguh tidak tahu diri.

Alena melangkah maju ke meja Kris, mengelapnya untuk ke sekian kalinya. Terlihat seperti tidak ada kerjaan, tapi Alena hanya sedikit berharap lelaki itu akan datang saat ini dan memuaskan kegelisahan di hatinya. Saat Kris tidak di tempat, pekerjaan Alena hanyalah berlalu-lalang mondar-mandir tak jelas. Tidak ada kerjaan yang bisa ia kerjakan selain membersihkan ruangan CEO ini dan melayaninya. Maksudnya, melayani ketika dia ingin kopi atau semacamnya.

Sejujurnya dulu Alena pikir, ia akan mengerjakan seluruh ruangan di lantai CEO seperti yang biasa Afifah lakukan, tapi ternyata tidak. Alena hanya benar-benar membersihkan ruangan CEO. Sedangkan Afifah bertugas membereskan di bagian luar ruangan. Dan itu tentu membuat pekerjaan Alena lebih ringan. Ya, lebih ringan jika tanpa kehadiran CEO itu.

Dulu Alena sangat bersyukur ketika Kris tidak datang ke kantor. Ia akan tersenyum sepanjang hari ketika CEO itu tidak ada di kursi kebesarannya. Tapi beberapa hari belakangan ini, Alena berharap dapat melihat wajahnya. Tak peduli hujan badai sekalipun, Alena menginginkan wajah itu setiap hari menghiasi hari-harinya.

Ceklek.

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka...

Alena membeku untuk beberapa saat. Mengatur napas penuh antisipasi dan tanpa sadar tersenyum dengan debaran jantung yang sudah tak keruan. Ia perlahan menoleh ke belakang punggung dan menegakkan tubuhnya menghadap pintu. Mata Alena bergerling membulat dengan bibir yang menyunggingkan senyum sumringahnya yang tertarik semakin lebar. Perasaan lega hinggap di hati setelah tahu lelaki yang ditunggunya tiga hari ini terlihat baik-baik saja. Dia Kris, yang akhirnya masuk bekerja hari ini.

My Cute Office GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang