Chapter 38

94.1K 5.2K 513
                                    

Ada banyak pertayaan yang aku terima di DM atau beberapa di komen. Cerita ini itu repost ya... ini bukan cerita kedua setelah Callia. Tapi, ini cerita pertama aku di wattpad yang aku posting sekitar Januari 2017 di akun lamaku. Jadi kalau kata-katanya masih agak berantakan nggak sematang Callia atau LS, mohon dimaafkeun. 😂😂

Happy Reading

***

"Len, mau ya...? Aku nggak bisa ke sana tanpa pendamping. Aku diharuskan datang ke pesta itu. Kamu sendiri kan dengar si curut itu akan menyeretku kalau nggak dateng," rengek Vano memelas sedari tadi memohon pada Alena agar ikut serta.

Alena yang sedang membersihkan piring harus rela mendengarkan Vano berceloteh panjang kali lebar di sebelahnya memohon untuk ikut menghadiri pesta Kris di Lombok. Tentu saja ia menolak tanpa berpikir dua kali.

Pertemuan Kris dan dirinya masih tergambarkan jelas di kepala dua hari yang lalu. Ia masih tidak siap melihat lelaki itu lagi. Lelaki yang selalu berhasil membuatnya menitikkan air mata tanpa bisa ia sendiri kendalikan.

Pesta itu akan diadakan besok malam. Tiket pun telah disiapkan Vano tanpa menanyakan terlebih dahulu apa ia setuju atau tidak. Alhasil, sekarang Vano terus merengek minta disetujui dengan dalih mubazir.

"Kak, kan bisa sama cewek lain. Aku harus kerja. Banyak sekali yang harus kupelajari di kantormu." Alena berkilah masih tetap tak menyetujui.

"Besok itu weekend, Len. Siapa yang kerja? Mau ngapain di sana? Pasang genteng?!" Vano berdecak mendengar alasan Alena yang terdengar dibuat-buat.

"Lebih baik. Daripada harus masuk ke dunia lain yang tidak seharusnya aku datangi,"

"Dunia lain apaan? Pocong sama kunti nggak suka pesta!"

"Lebih menyeramkan dari dunia para setan itu, Kak. Pokoknya, aku tidak bisa. Dunia mereka, tidak seharusnya aku masuki. Aku tidak pantas berada di sana. Tolong, jangan lupakan siapa aku ini." Tolak Alena.

Vano mendekat ke arah Alena dan memegang bahunya. "Kamu ngomong apa sih, Len? Mereka masih nginjak bumi. Menghirup udara yang sama, hidup di bawah langit yang sama, memiliki satu nyawa seperti manusia pada umumnya. Lalu, apa yang membuatmu berpikir mereka hidup di dunia lain?" Vano masih bersikeras.

"Kak, Van,—"

"Kamu masih sangat mencintainya sehingga tidak bisa bertemu dengan Kris. Takut pertahananmu akan runtuh, kan? Begitu?" potong Vano menyipitkan matanya.

"Bu-bukan gitu. Kehadiran dia di sana nggak ngaruh. Cuma ya itu... aku males saja," tukas Alena gelagapan sambil berlalu ke kamar.

"Jika kamu tidak mau ikut, aku akan menganggapnya seperti itu." Vano menghempaskan tubuhnya ke sofa seraya menyalakan televisi.

Alena berbalik lagi menuju Vano. "Aku bilang tidak seperti itu!"

"Memang seperti itu," jawab Vano santai sembari memindah-mindahkan stasiun televisi.

"Damn it! Kamu menyebalkan!"

"Len, Dora Len!" Pekik Vano tak menghiraukan umpatan Alena. "Sini duduk di sebelahku. Sambil mikir, kita bantu Dora nunjukkin jalan," ucap Vano bersemangat ketika melihat tayangan Dora The Explorer di TV. Alena memutar bola matanya malas. Apa Vano harus seaneh ini?

***
Suara dentuman musik di dalam Resort mewah milik keluarga Liem begitu memekakan gendang telinga. Tak terasa, hari itu pun tiba. Pesta yang dipersiapkan dengan matang oleh Miranda berjalan begitu modern dan apik.

My Cute Office GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang