Chapter 17

81.2K 4.7K 216
                                    

Drett... Drett...

Ponsel Kris berbunyi di atas meja kerjanya. Kris yang sedang sibuk berkutat dengan berkas pekerjaan, menghentikan kegiatannya sejenak untuk meraih ponselnya. Kris mendesah saat melihat nama pemanggil yang tertera di layar ponsel. Malas untuk mengangkat, tetapi jarinya tetap menggeser icon hijau di layar ponsel dan menjawab panggilannya.

"Halo!" sahutnya agak ketus.

"Kamu ada di mana?" tanya si penelepon di seberang sana.

"Di kantor," Ia mengembuskan napas kasar. "Kenapa?"

"Good. I'm on my way. Lima belas menit lagi aku sampai ke sana."

Kris berdecak kesal. "Van, kamu itu kenapa? Nyaris setiap hari kamu datang ke kantorku. Rasanya aku sampai bosan melihatmu bolak-balik masuk ke ruanganku. Sungguh tidak ada kerjaan!"

Selama lima hari belakangan ini, Vano sering muncul tiba-tiba bagaikan jelangkung yang datang tanpa diundang, pulang dengan sebuah usiran. Ya, Kris akan selalu mengusirnya ketika dia sudah mulai meminta Alena untuk membawakan kopi ke ruangannya, lalu Vano akan mengajaknya mengobrol menahan Alena di sana. Vano terus mengulur-ulur waktu agar bisa bercakap-cakap dengan gadis itu entah bagaimana pun caranya. Percakapan yang sebenarnya tidak penting untuk digunjingkan. Membuat Kris geram sendiri.

Wajar 'kan jika ia merasa kesal karena itu? Vano mengganggu karyawannya bekerja dan ia benci itu! Terlalu kejam jika mengatakan itu sebagai sebuah kebencian. Mungkin hanya sedikit tidak suka saja. Pikir Kris dalam hati setiap Vano datang dan membuat Alena tertawa lepas. Dan tak sampai lima menit, Kris akan menyuruh Alena untuk keluar karena mengganggu ia dan temannya, katanya. Atau ia akan langsung mengusir Vano dengan dalih karena terlalu berisik mengganggu pekerjaannya.

"Haha... Terserah kamu mau bilang apa. Tapi, aku akan tetap ke sana. Suka atau tidak suka, aku tidak peduli! Yang pasti kamu akan melihatku setiap hari mampir ke kantormu." Jawab Vano di seberang telepon seraya tertawa renyah.

"Benar-benar tidak tahu malu!"

"Like i care, dude..."

Kris mendengkus keras. "Aku akan menendangmu keluar dari kantorku jika itu terjadi."

"Aku hanya ingin melihat sahabat baikku, memangnya apa yang salah? Kamu benar-benar terlalu kejam, Kris. Tunggu di sana dengan tenang, sebentar lagi aku sampai."

"Sebentar lagi aku akan keluar. Aku harus menemui klienku." Jawab Kris sambil memikirkan sesuatu di otaknya.

"Benarkah? Bersama Viona?" Kris tetap bungkam. "Lalu ... bagaimana dengan Alena? Jika aku ke sana, apa dia akan tetap mengantarkan kopi ke ruanganmu untukku?"

"Tidak! Aku akan membiarkanmu mati kehausan di kantorku supaya tidak lagi datang mengganggu. Lagian kenapa selalu menanyakan gadis itu? Jangan bilang, kamu setiap hari ke sini karena ingin melihatnya?!" tanya Kris meninggikan suara.

Kontan saja Vano tergelak. "Kamu ternyata sebodoh itu, Kris. Tentu saja aku ke sana untuk melihatnya, memangnya apa lagi? Aku juga bosan melihat wajahmu setiap hari. Aku harap kamu selalu keluar kantor saat aku di sana tanpa mengganggu pembicaraan kami."

"Fuck you, asshole!"

"Yea, i love you too. See you..."

Tut...tutt..

Panggilan diputus sepihak olehnya.

Kris langsung beranjak dari kursinya membereskan berkas-berkas dari mejanya secara tergesa-gesa. Terdengar suara pintu terbuka dan di sana, Viona masuk ke ruangan Kris dengan sebuah map di tangan.

My Cute Office GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang