Triplet Siti

7.3K 210 3
                                    

Udara yang berbeda dengan tempatnya sekolah ini terasa asing bagi gadis berumur 24 tahun. Langkah kakinya pelan seraya mengamati apapun yang ada di sekitarnya. Satu tahun tidak pulang membuatnya merasa tampak asing dengan tempat kelahirannya.

"Awal!" Panggilan yang berasal dari sisi kirinya sontak membuat gadis bernama Siti Awaliyah Zahratun Pamungkas itu menoleh kearah keluarganya yang sudah berkumpul menunggu kedatangannya dari negeri kincir angin tersebut.

Tiga tahun melaksanakan kewajibannya sebagai Mahasiswi  di Belanda membuat gadis itu lebih tampak seperti orang Eropa. "Awal... kangen!" Belum saja dia sampai pada lima langkah menuju mereka, si Bungsu Siti Humairah Najmiah Pamungkas atau panggil saja Najmi, si Bintang keluarga Pamungkas itu langsung berhambur pada pelukan kakak sulungnya sang bunga desa.

"Itu kakakmu Najmi, sebut dengan sopan." Ibu mereka yang sekarang nampak lebih cantik dengan balutan jilbab polos dan khimar yang bermotif bunga-bunga untuk menyambut sang bunga penyegar keluarganya itu pulang.

Najmi langsung mengerucutkan bibirnya namun masih tetap memeluk sang kakak. Ia sangat merindukan wangi parfume Awaliyah meskipun setiap hari Najmi menjadi penyusup ke kamar Awal untuk menangis karena rindu pada kakaknya.

Awal melepaskan pelukan Najmi terlebih dahulu, kemudian mendekati kedua orang tuanya, "Assalamualaikum, Mah, pah. Awal pulang." Awal mencium punggung tangan ibunya terlebih dahulu kemudian Aisyah sang ibu memeluk anaknya hingga menciumi wajah Awal akibat rindunya yang mendalam.

"Papa nggak kebagian ini," setengah menyindir, Muhammad Fadli Pamungkas, kepala keluarga dari keluarga kecilnya itu merentangkan tangannya tanda ia ingin dipeluk juga.

Awal menangis. Setiap pulang Awal pasti akan menangis, "Papaaa, Awal kangen sama papa." Setelah selesai bermanja-manja dengan sang mamah kini ia berlari menuju papanya.

Tak sadar bawaan Awal kini sudah ada di tangan si penengah, Siti Hafshah Az Zukhruf Pamungkas, yang berharga dan bersinar di keluarga Pamungkas. Si anak kedua yang sangat pendiam.

Mereka semua beda satu tahun, saat Awal berumur lima bulan, Aisyah kembali mengandung Hafshah, setelah lahir Hafshah enam bulan kemudian kembali hamil si anak bungsu Najmi. Sudah lengkap kebahagiaan Fadli dan Aisyah saat itu memiliki triplet Siti seperti kembar, perbedaan umur mereka yang hanya berjarak beberapa bulan membuat mereka seperti anak kembar.

Selalu bersama, selalu berdebat oleh hal kecil, selalu menangis dan bergembira bersama, sudah bukan hal aneh apalagi jika keduanya sudah berdakwah saat makan malam, menceramahi sepupu mereka yang tinggal satu rumah dengan mereka. Yang diyakini sekarang sedang menunggu di mobil tiduran sambil membaca buku-buku hukumnya, Fauzan namanya, pria yang sedang menyelesaikan studi pascasarjana jurusan Hukum itu sering membuat triplet Siti berdakwah panjang lebar atas kelakuannya.

"Assalamualaikum Ka, lupa ya sama yang disini." Hafshah menyindir, dia mencebikan bibirnya kemudian tertawa saat kakaknya itu menoleh kearahnya dengan wajah terkejut. Hafshah sudah berubah.

"Shah! Waalaikumsalam, seneng banget liat kamu begini!" Bagaimana tidak, Hafshah adalah orang yang paling susah dinasehati apalagi tentang menutup aurat. Saat sekarang melihat Hafshah dengan kerudung dan jilbabnya, Awal terkejut bukan main. "Udah dapet taufiq toh?" Tanya Awal kemudian memeluk rindu adiknya itu.

Hafshah mendengus jengkel, sekarang setiap orang sangat suka menanyakan hal itu. Apa tidak ada pertanyaan lain ya?

"Alhamdulillah, meskipun belum syar'i kayak kakak sama Najmi. Aku otw," jawabnya kemudian.

Setelah berbincang-bincang mengenai sesuatu yang kurang penting itu mereka berjalan menuju mobil, mereka bertiga memang sangat akrab jika di pertemukan. Aisyah dan Fadli yang melihat itu senang memiliki anak yang shalehah dan sangat akur seperti mereka.

Setelah sampai di mobil Awal langsung saja mengejutkan saudara sepupunya itu yang sedang duduk di kemudi sambil membaca buku, hem.. mahasiswa tingkat akhir sibuk sekali ya.

"Abang!" Sedikit berteriak hingga membuat Fauzan tersentak terkejut, "Ehh, Saudaraku sudah pulang? Gimana jadi bawa kincir angin nggak?"

"Crispy bang, ayo ah jalan."

Najmi tertawa setelah dia berhasil duduk di bangku paling belakang bersama Hafshah, Awal bersama Aisyah di tengah dan di depan tentu saja para pria. Perjalanan dari Bandara Soekarno Hatta sangat lancar terlebih memang ini bukan hari libur jadi jalanan menuju Bandung terasa lebih cepat dan menyenangkan.

Awal menghabiskan waktu di mobil dengan tertidur di bahu sang ibu, dia sangat lelah. Meskipun di pesawat dia tertidur pulas, namun tetap saja rasa pegal dan lelah menghampirinya.

Najmi dan Hafshah juga tertidur karena katanya mereka juga sedang sibuk mempersiapkan sidang kelulusannya. Awal sudah lulus, sekarang dia memiliki lisensi mengajar di SMA menjadi guru bahasa Inggris tentunya. S1 saja bagi Awal ini sudah cukup rumit, apalagi di negeri orang.

Kini, Awal akan mengajar. Bahkan ia sudah merencanakan akan membangun sekolahnya sendiri. Namun, pertama-tama niatnya adalah menjadi seorang pengajar terlebih dahulu di sekolah yang membutuhkan bantuannya.

Awal dulu mendapatkan beasiswa makanya dirinya berangkat menuju Belanda, pada saat semester dua di salah satu universitas negeri di Bandung ia mencoba mengambil beasiswa dan ternyata di terima. Hingga akhirnya Awal menyelesaikan kewajibannya sebagai pelajar dan akan berpindah menjadi pengajar.

Beda lagi dengan Hafshah, dia mengambil jurusan kedokteran. Anak Ipa banget, sekarang juga menuju menjadi Koas. Mengikuti jejak sang ayah menjadi dokter, bedanya jika sang ayah adalah dokter mata. Maka Hafshah akan menjadi dokter kandungan.

Nah, yang paling alim dan paling menyejukkan. Si bungsu Najmi, gadis itu mengikuti dua kali kelas akselerasi. Setelah lulus SMA dia tidak langsung kuliah karena menunggu kedua kakaknya lulus juga agar mereka tetap terlihat sama meskipun beda universitas. Najmi ini mengambil jurusan fikih di Universitas Islam Negeri. Semangat juang dakwahnya sangat tinggi, meskipun sedikit pecicilan namun bagi Awal, Najmi itu menakjubkan. Hafal 30 juz al quran di usianya yang baru menginjak sepuluh tahun.

Jika Awal dan Hafshah baru bisa memakai rok dan kerudung belum memakai jilbab dan khimar panjang, maka Najmi adalah orang yang sangat gencar memberikan kedua kakaknya itu asupan nutrisi penambah iman. Karena dari penampilan saja Najmi sudah sangat muslimah, sekarang dia memakai jilbab berwarna coklat susu dengan khimar panjang menjuntai berwarna cream. Tak lupa memakai sepatu pemberian Hafshah tahun kemarin dan kaus kaki yang selalu menempel.

"Bang, gimana proposal nikah lancar?" Fadli membuka topik pembicaraan, Fauzan adalah anak dari kakaknya. Keluarga Fauzan tinggal di Kalimantan karena tugas mereka, karena Fauzan mengejar cita-citanya ia dikirim ke Bandung.

Fauzan atau panggil saja Ojan menjawab dengan ragu, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Abang mau nikah?" Awal menyahut, dia masih bisa mendengar percakapan Fadli dan Fauzan meskipun niat tertidur.

"Ng..Ditolak,"

Awal kemudian benar-benar sadar dari tidurnya setelah mendengarkan pernyataan menyakitkan dari Fauzan. "Kok bisa?"

"Karena belum masuk kriteria,"

"Emang gimana calon kriteria imam tuh, Pah?"

Fadli tersenyum, akan tiba saatnya anaknya sudah dewasa dan menanyakan hal ini. Kini dia sudah siap menjawab pertanyaannya.

**

Assalamualaikum teman-teman yang baca Skenario. Apa kabar? Semoga tetap dalam lindungan Allah swt.

Saya baru nulis lagi, jadi sedikit kaku. Awal menulis kan tentang fiksi remaja, tapi setelah banyak baca buku/novel genre spiritual tiba-tiba saya ingin nulis yang banyak manfaatnya dibandingkan mudharatnya. So, tunggu kelanjutan cerita Awaliyah ini.

Hehehe, terimakasih yang sudah baca 🖤🖤

17/02/18

Skenario √√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang