-Selesai-

2.5K 104 1
                                    

Rasanya baru kemarin Awal menikmati waktu bersama Zahid di Seoul bersama dengan Sihyun. Ternyata sudah dua tahun, bahkan sekarang Awal sudah berbadan dua.

Niat Awal untuk melanjutkan kuliahnya ia urungkan karena ia hamil dan memilih untuk menjadi ibu rumah tangga.

Awal berpikir meskipun dirinya tidak kuliah lagi, dia akan tetap mendapatkan ilmu darimana saja. Awal juga tidak bekerja, Zahid tidak melarang. Tapi Awal bilang kalau ia akan menjadi ibu rumah tangga secara total.

Ia hanya ingin mengurus rumah tangga dengan fokus, membahagiakan suami juga mendidik anak-anak. Mereka tetap di tinggal di Indonesia karena Awal ingin melahirkan di Indonesia dan juga lebih suka dekat dengan para ibu-ibunya. Iya umi dan mamah.

Zahid tidak jadi kuliah, mereka di Belanda hanya 1 tahun. Setelah Awal dinyatakan hamil, mereka memilih pulang dan kembali ke tanah air. Karena Indonesia memang tanah lahir mereka. Zahid berhasil membuka cabang di Belanda, di pegang oleh Sihyun. Terus berkembang sampai sekarang.

Zahid dan Awal tetap tinggal di kafe, karena menurut Awal itu lebih hemat. Zahid jadi tidak perlu kemana-mana, dia bisa meninjau pekerjaan dan istrinya sekaligus.

Sekarang, istri Zahid itu sedang berada di rumah orang tuanya. Duduk di antara kedua adiknya dengan kaki memanjang. Hamilnya sudah besar, kalau duduk tidak bisa rapih. Begitu katanya.

Najmi terus saja mencoba mengajak bicara dua bayi di dalam perut Awal, iya apalagi kalau tidak Awal yang hamil kembar. Gen dari suaminya yang kembar, Awal jadinya hamil kembar.

"Kak, ini cewek apa cowok?" Tanya Najmi, bahkan sekarang Najmi sudah jadi guru di salah satu Mts. Mengajar fiqih, sudah ada yang melamar tapi ia tolak.

Ada juga Hafshah, dia sudah jadi bidan. Sudah punya tempat praktek sendiri juga bekerja di rumah sakit yang sama seperti ayah mereka. Hafshah yang memeriksa kandungan Awal tiap bertemu. Awal juga jadinya rajin konsultasi pada Hafshah.

"Cewek sih kemaren di USG, ya kan Sah?" Tanya Awal sambil menatap Hafshah yang sedang memainkan handphonenya. Ia hanya mengangguk hingga Awal merebut handphone Hafshah.

"Ih apaan sih kak, kan udah aku jawab." Ucapnya begitu seraya berusaha menjangkau tangan Awal yang sedang melihat isi handphone Hafshah.

"Ohhhh sekarang gitu ya, ada yang lamar nggak bilang-bilang!"

Najmi menautkan alisnya, "Teteh aja yang kudet, udah dua minggu yang lalu." Ujarnya begitu.

"Kok nggak ada yang bilang?" Awal langsung menatap Najmi, ini kalau Zahid tahu Awal tidak bisa diam begini pasti deh pria itu mengomel. Pasalnya nanti malam Awal suka mengeluh sakit badan atau apalah setiap pulang dari rumah orang tuanya.

Oiya, Zahid sekarang kalau bekerja selalu menitipkan Awal pada ibunya agar wanita itu terawasi. Selain itu juga, agar Hafshah bisa mengontrol pergerakan Awal.

"Iya, Jadi teh, kak Hafshah itu ada yang lamar. Tapi sama di tolak juga,"

Awal mengeryitkan dahinya, "Siapa?"

Hafshah menatap kedua saudara kandungnya itu, lalu menggeleng. "Bukan siapa-siapa, nggak penting juga."

Tetap saja, umur Hafshah sekarang sama dengan umur Awal saat menikah, dia tidak mau juga menyuruh atau menekan adik-adiknya untuk segera menikah. Dulu juga ia sangat merasa risih saat ditekan untuk menikah, makanya sekarang ia mencoba untuk tidak terlalu memaksakan mereka. Biarlah jika sudah waktunya, pasti jodoh akan datang.

"Teh, Najmi pengen nikah."

Hafshah menahan tawa, terlihat dari bibirnya yang sedikit bergerak. Langsung saja Najmi melemparkan bantal yang berada di sebelahnya pada muka Hafshah. "Heh!" Pekik Hafshah lalu tertawa.

Skenario √√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang