Sesak

1.5K 105 8
                                    

"Loh, Ardie mau akad masih jalan-jalan ya?"

Zahid yang merasa terpanggil saat Fadli keluar dari dapur menyalami ayah Awal ini, sepertinya memang terjadi kesalahpahaman.

Nurjannah sedikit tersenyum kemudian menyadari ada yang salah, "Ini Zahid toh Pak Fadli, bukan Ardie."

Fadli membulatkan mulutnya tanda mengerti, "Oh, dari kemarin saya kira kamu Ardie. Mirip banget,"

Zahid setelah itu duduk dengan dirangkul oleh Fadli, "Pantes bilangnya lagi cari jodoh," Zahid hanya tersenyum malu, ia kira selama ini Fadli tahu bahwa dirinya itu Zahid.

"Ahh, Mbak. Gimana persiapannya lancar?" Aisyah yang baru datang juga ikut bercipika-cipiki ria dengan Nur, Zahid juga ikut menyalami Aisyah yang masih lengkap dengan pakaian dapurnya. Nur tersenyum dan mengangguk, "Alhamdulillah, ini 'kan kali kedua setelah abang mereka. Jadi nggak terlalu repot,"

Aisyah baru ingat, Nurjannah itu memiliki tiga anak laki-laki. Iya, satu abang Zahid dan Ardie yaitu Ariel. Muhammad Ariel Fakhruddin, sudah memiliki dua anak. Waktu itu si sulung, sekarang si bungsu.

"Zahid kapan nyusul? Dilangkahin sama Ardie tuh!" Fadli menepuk bahu Zahid. Pria dengan kacamata dan jenggot itu tersenyum bingung mau merespon bagaimana.

Masalah perempuan, Zahid selalu apes. Ya karena memang belum waktunya, selama ia menjalani ta'aruf pasti saja ada kendala dan masalah hingga para wanita memilih berhenti sebelum ke khitbah. Zahid ini tipe orang yang cuek, dia tidak peduli dengan wanita meskipun dirinya menyukainya. Dia juga tidak suka menunggu, iya dan tentu saja Zahid ini sayang kucing. Keluarga Nurjannah memiliki beberapa kucing peliharaan dan Zahid belum menemukan cewek yang suka kucing, bahkan Awal saja tidak terlalu suka sama kucing. Zahid ini belum menemukan tulang rusuknya, ntah ini hukuman baginya dulu karena pernah menyakiti Awal.

Sampai sekarang, Zahid menyesal atas apa yang ia lakukan pada Awal. Tapi, inilah Zahid sebenarnya. Zahid yang tidak peduli pada Awal, Zahid yang selalu menjauh dari Awal, dia tidak bisa berpura-pura baik selamanya. Ia ingin menunjukkan sifat aslinya.

Zahid itu berbanding terbalik dengan Ardie, jika Ardie itu tidak bisa diam maka Zahid adalah sosok pendiam yang menyeramkan.

"Nggak apa-apa, belum waktunya juga." Nurjannah mengambil alih jawaban.

"Nanti kesananya bareng sama Awal ya, biar dia yang bantu-bantu disana. Nanti kita semua nyusul pas sore," Aisyah merasa tak enak atas perkataan suaminya yang bisa saja kurang enak di dengar Nur. Jadilah ia mengganti topik pembicaraannya.

Nur tersenyum mengiyakan, wanita ini sangat suka dengan Awal. "Lagi mandi dulu dia, kebiasaan di Belanda dingin pas pulang ke Bandung panas jadi suka males mandi." Fadli juga ikut menimpali.

Masih aja males mandi, batin Zahid tertawa.

"Awal suruh nginep aja di rumah saya mbak, saya nggak ada temen pengen maskeran." Setelahnya ia tertawa, dia suka Awal karena banyak bertanya dan selalu haus ilmu, hal itu yang membuat dia terkadang ingin Awal menjadi menantunya.

Aisyah mengangguk, "Kalau Awal mau, saya izinin."

Awal akhirnya keluar kamar setelah mandi dan mengacak-acak gamis yang ada di lemarinya. Ia akhirnya menjatuhkan pilihan pada abaya berwarna baby pink dengan aksen abu-abu dengan di tambah khimar abu-abu dan snikers putih andalannya. Awal membawa tas selempang berisikan mukena, dompet, powerbank dan tentunya handphone.

"Mau kemana ceu?" Ojan yang baru keluar kamar kini langsung menatap kakaknya itu, jarang-jarang sekali dia sudah rapi pagi-pagi begini. "Cantik ya?" Awal tersenyum lalu Ojan mendelik malas dan meninggalkan Awal menuju kamar mandi.

Skenario √√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang