Dera menyukai Bima-the most wanted di sekolahnya. Suatu hari ia tidak sengaja tertangkap basah oleh cowok itu sedang melompat pagar karena telat datang ke sekolah.
Sejak saat itu, pertemuan mereka semakin sering terjadi, di kantin, parkiran, lapanga...
Kamu alasan Aku bilang Iya, padahal hati bilang Tidak!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dera menenggelamkan kepalanya di atas meja dengan tangan sebagai bantalan. Sepanjang jalan di setiap koridor kelas, gadis itu menggerutu kesal, mengeluarkan sumpah serapah yang ia punya pada Dimas dan mulut embernya itu.
Dera benar-benar merasa malu. Kejadian di kantin tadi masih membekas di kepalanya. Tubuh Dera membeku, seluruh pergerakan di tubuhnya terasa kaku dan dadanya berdebar tak menentu saat mendengar Dimas berteriak memanggilnya.
"DERA, BIMA NGELIATIN LO TUH!"
Seperti sedang merasakan serangan jantung ringan. Jantung Dera berdegub kencang. Yang ia dengar selanjutnya adalah suara tawa teman-teman Bima dan suara Ana yang memarahi Dimas.
"Kamu keterlaluan tahu!"
Dera sudah tidak punya muka lagi saat itu. Baginya kali ini Dimas benar-benar sudah keterlaluan. Walaupun ia menyukai Bima, bukan berarti Dimas bisa berteriak seenaknya seperti itu di depan semua orang tadi.
"Ra, lo tenang aja, tadi si Bima gak denger kok." Metta berdiri di sebelah meja Dera berusaha untuk terus mengelus rambut gadis itu.
"Gak denger gimana sih, Ta? Orangnya aja ada di kantin tadi!" jawab Dera kesal tanpa merubah posisi.
"Iya, dia gak denger kok," timpal Ana berusaha menenangkan sang sahabat. "Tadi aja pas lo pergi trus si Daniel sama si Bayu ketawa, dia sibuk sendiri sama bukunya, dia lagi pake earphone tahu, lagi dengerin musik."
"Sok tahu! Dia kan emang gitu, gak pedulian sama sekitar!"
"Tapi gue yakin ah dia gak denger, tadi kan gue masih di kantin sampe si Dimas nyamperin si Bima. Buktinya si Bima gak denger pas dipanggil si Dimas," sahut Ana, kembali mencoba membuat gadis itu tenang.
Dera menegakkan tubuhnya. Menatap ke arah dua sahabatnya itu dengan mata berkaca-kaca. "Beneran?" tanyanya memastikan, yang mendapat anggukan kepala dari kedua gadis itu.
"Udah elo santai ajalah kalo di depan si Bima." Metta berujar dengan tubuh yang terduduk di kursi depan.
Dera langsung memutar bola matanya dramatis. "Santai? Gila lo, Ta! Gimana gue bisa santai? Telapak tangan gue aja langsung keringetan setiap kali ngeliat dia," keluhnya.
"Terus lo mau kayak gimana?" tanya Ana yang sudah lelah. "Elo gak mungkin kan sembunyi terus kalo ketemu Bima?"
"Elo tuh gak tahu, Na, rasanya jadi gue."
Kini bisa terlihat jika Ana mulai menghela napasnya jengah, cewek itu terlalu frustasi melihat keadaan sahabatnya yang hanya bisa menyukai tapi tidak mau mengungkapkan.
"Gini aja deh, gimana kalo lo berusaha jujur sama Bima," usul Ana.