Murid baru mulai menghampiri papan mading--membuat kerumunan berbentuk setengah lingkaran, guna melihat informasi penting yang sempat diinfokan melalui pengeras suara. Keira berdiri di sana sambil memperhatikan kertas HVS yang tertempel.
Ia meneliti dari atas dan tersenyum saat menemukan namanya berada di urutan nomor lima. Namun ia sepertinya melewatkan sesuatu, senyumnya memudar saat melihat nama itu tepat berada di atas namanya. Nama itu tertulis: Dikta Permana Putra. Itu artinya cowok itu akan satu kelas dengannya. Ia mendesah, entahlah, sepertinya takdir memang akan mengulang sejarah itu kembali.
Dina datang dan menepuk pundak Keira. "Eh, Kei, lo masuk kelas mana?" Keira tetap menatap ke depan agar Dina bisa melihatnya sendiri. "Lo masuk kelas X IPA 1." Keira hanya bergumam namun perhatiannya teralihkan dengan kehadiran dua cowok yang berdiri tidak jauh.
Sementara Dina asyik melihat papan mading, tanpa sadar Keira terus menatap salah satu cowok itu. "Nama gue mana ya?"
Untuk kesekian kalinya, ia tidak pernah bosan menatap cowok itu. Rambutnya hitam dan terlihat rapi--seperti kebanyakan murid yang memotong rambutnya sebelum memasuki semester baru apalagi dengan sekolah yang baru.
Senyumnya hadir saat menatap mading. Keira seolah terhipnotis, membuat ujung bibirnya mulai terangkat dan hilang seketika sebelum terlukis sempurna saat suara Dina menyadarkannya. "Yah, Kei ... kita gak satu kelas," ucapnya merajuk. "Lo gak perlu merasa gak enak gitu karena gak ada gue di sana, lo harus bersyukur karena berada di antara orang-orang pintar."
"Huh?" Dina membuang muka. "Oh." lalu menoleh dengan cepat ketika ekspresi Keira segampang itu.
"Awas aja kalo lo datang ke kelas gue." Dina mendengus kesal lalu pergi dari sana. Tak lupa ia mendorong pelan bahu Keira dengan bahunya.
Keira tersenyum geli menatap punggung Dina yang menjauh."Cakep ya?"
"Temannya juga gans."
"Namanya siapa?"
"Entah. Gue juga penasaran siapa namanya, kali aja mereka satu kelas dengan kita."
"Semoga aja."
Keira menoleh dan mendapati tiga orang siswi sedang membicarakan sesuatu. Dan ketika mendengar mereka membicarakan tentang cowok cakep. Ia langsung menoleh pada tempat di mana ia mendapatkan pancaran sinar kehangatan di pagi ini.
Dan cowok itu sudah tidak berada di sana lagi.
Bunyi bel bergema, menuntun Keira untuk melangkah ke kelasnya yang berada di lantai satu. Hanya beberapa meter dari tempat mading itu berada.
Saat ia masuk tampak ruangan itu sudah dipenuhi oleh beberapa murid. Ia menatap ke sekeliling dan menemukan kursi kosong di dekat jendela di tengah barisan."Hai," sapanya pada orang yang akan menjadi teman satu mejanya. Gadis itu menoleh. "Gue boleh duduk di sini gak?"
"Oh, boleh kok." Ia mengambil tas yang ia letakkan di kursi agar Keira bisa duduk di sana.
Keira tersenyum bahagia.
"Nama gue Via," ucapnya setelah Keira mendudukkan pantatnya di sana."Gue Keira." Ia menyambut tangan Via dengan hangat.
"O-Kei," kata Via, membuat keduanya tersenyum mendengar hal itu.
****
Perkenalan adalah salah satu yang Keira benci, bukan karena ia tidak mau orang lain mengenalnya. Tapi karena ia tidak bisa mengontrol kegugupannya. Ia menghembuskan nafas pelan berharap tubuhnya tenang tapi tetap saja, kegugupannya tidak mau pergi begitu saja.
"Halo semuanya, perkenalkan nama saya Dikta Permana Putra," Keira menoleh, tanpa sadar sudah sampai urutan nomor empat--urutan nama yang dipanggil peringkat di mading, "saya tinggal di Komplek Perumahan Green X. Saya lulusan SMP Cendikiawan 4."
Dikta menoleh ke arah guru cantik berhijab yang senada dengan pakaian dinasnya hari ini. "Udah, cukup?" Dikta mengangguk, "Ya sudah, kamu boleh duduk. Selanjutnya, Keira Larasati."
Keira merasa degub jantung bertambah seiring berjalan ke depan papan tulis. Ia menoleh ke arah Ibu Suci sesaat setelah berada di depan para murid X IPA 1. "Ayo perkenalkan dirimu."
Dengan ragu-ragu ia mulai berbicara sambil kedua tangannya saling menggenggam. "Perkenalkan nama saya, Keira Larasati."
Untuk sesaat Keira kembali terbuai saat menemukan tatapan Dikta yang tenang mengunci kedua matanya. "Saya ... " Keira mengerjap beberapa kali, "Saya lulusan SMP Cendikiawan 4."
"Kamu belum sarapan ya, Kei" Bu Suci menatapnya bingung. "Lemas gitu, gak ada semangatnya sama sekali."
Ia menatap beberapa murid menahan tawanya lalu menoleh ke wanita cantik di sampingnya. "Aku udah sarapan kok, bu."
"Kayaknya kamu kelupaan satu, alamat. Tapi yaudalah, nanti kelamaan kalo diulang lagi, yang lain jadi gak kebagian. Kamu boleh duduk."
Keira kembali ke kursinya, perasaan lega menghampirinya. Keira menghela nafas lalu memperhatikan ke depan--orang selanjutnya yang akan memperkenalkan diri.
"Eh Kei, lo sama cowok tadi--Dikta ya kalo gak salah--satu SMP?" tanya Via terlihat antusias.
Keira sebenarnya enggan menjawab tapi mengingat nama sekolah SMP-nya cukup jelas ia ucapkan begitu juga dengan Dikta. Ia pun tidak mungkin bisa berbohong. "Iya. Kenapa?"
"Gak apa-apa, cuma nanya doang." Ia tersenyum bersamaan dengan terdengarnya suara tawa yang menggema, sepertinya mereka melewatkan sesuatu yang lucu di depan sana.
Dan Keira bisa melihat kalau Via sedang melirik ke arah Dikta yang dipisahkan dua meja disamping mereka. Ia sadar kenapa begitu banyak gadis yang menyukainya sebab bibir tipis itu mengukir senyum lebih indah dari siapapun.
Thanks for
baiqmeditars
upikzmProses Revisi, harap maklum jika menemukan ketidaksinkronan cerita.
Selamat membaca!
Harap memberikan vote sebelum ke chapter selanjutnya.
Thank You 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden Feeling | ✔
Teen Fiction[Completed] Rank #1 Silentlove (06/06/2019) Rank #8 Silentlove Masuk ke SMA untuk pertama kalinya memiliki kesan tersendiri bagi setiap orang. Tidak terkecuali Keira, tapi kesan bahagia itu tidak berlangsung lama. Ketika cowok yang ingin ia hindari...