Apa yang sebenarnya terjadi?Sisil sedang menunggu seseorang di sebuah lorong, sambil terus menatap ke arah gerbang. Matahari hampir menyentuh barat tapi Sisil masih berada di sekolah.
Setelah cukup lama menunggu, orang yang ditunggu-tunggu Sisil akhirnya datang. Pria itu memakai pakaian olahraga dan sepatu olahraga.
Beberapa langkah mendekati gedung sekolah, Sisil yang sudah tidak sabaran pun menghampirinya.
Pria yang sedikit memiliki brewok itu terkejut ketika melihat Sisil tiba-tiba berada di depannya. "Sisil, kamu ngapain di sini?"
"Om, aku mau ngomong sesuatu."
"Jangan sekarang, Sil. Om harus ngajarin anak basket," katanya berlalu pergi.
"Om Aldo, tunggu." Tas merah yang berada di punggung ternyata tidak terlalu menghambat pergerakannya. Sisil dapat mengejar Aldo sampai ke dalam gedung sekolah.
Aldo terus berjalan sampai ke sisi samping sekolah dimana ada lapangan basket di sana. Ia sama sekali tidak menghiraukan Sisil yang terus memanggilnya.
Namun di pertengahan jalan, Aldo berhenti dan berbalik menghadap Sisil. "Kamu sebenarnya mau ngomong apa?"
Sisil menghela nafas, "Om, aku mohon, tolong kembalikan Dikta ke tim inti."
Aldo mengangkat sebelah alisnya. Sepertinya kepopuleran Dikta sebagai pemain basket ternyata bukan hoax semata. Buktinya, sudah ada dua orang yang memohon-mohon agar Dikta tidak dikeluarkan dari tim inti. Dan kenapa Sisil juga ikut dalam clubfans-nya Dikta?
"Tunggu dulu, kenapa banyak orang yang membela Dikta akhir-akhir ini. Kau suka sama Dikta?" Pertanyaan to the point Aldo membuat Sisil sedikit kikuk.
"Bu-bukan gitu, om. Dia itu teman aku, kami satu kelas. Jadi, aku berusaha buat bantuin dia."
"Gak ada motif lain?" tanya Aldo, mengintimidasi Sisil. Dan Sisil tentu saja mengelak.
"Gak lah, apaan, ih." Aldo tersenyum kecil ketika sifat lebay kembali. Setelah merasa kalau ia harus menyelesaikan sesuatu, Sisil dengan spontan memegang satu tangan Aldo. "Om, ayolah, taro Dikta kembali ke tim inti."
"Itu kesalahan dia, dan om sudah tidak bisa mentolerirnya lagi."
"Ayolah, om, bantu aku kali ini. Dikta gak salah, dia memang sibuk akhir-akhir ini karena mau tujuhbelasan. Bu Aya yang utus ia langsung untuk mengurusi kelas." Aldo merasa kalau apa yang dikatakan gadis kemarin memang benar. Ia pikir itu cuma alasan mereka saja.
Sekarang sudah ada tiga orang yang mengatakan hal yang sama. Jadi, buat apa Aldo terus menutup mata. Tapi mereka semua—Sisil, Keira dan Zeyn—satu kelas dengan Dikta. Apa ini sebuah kerjasama?
Aldo beranggapan kalau ia harus memastikannya langsung ke Bu Aya. Ia tidak ingin gegabah dan menurunkan eksistensi kedisiplinannya.
"Baiklah, om akan pikirkan."
Sisil menghela nafas, "Ya ampun, om."
Aldo berlalu pergi, "Udah pulang sana nanti ibu kamu nyariin."
👌👌👌
Lega. Satu masalah telah selesai, kini tantang Keira selanjutnya adalah menyelesaikan lukisannya. Tampak objek yang di gambar sudah semakin jelas, persentase kesiapan sekitar tujuhpuluh lima persen.
Apa ini merupakan ekspresi bahagianya? Tapi sangat aneh jika Dikta terus melirik ke belakang. Dan Keira menyadari hal itu.
"Eh, Kei." Keira yang tadi membaca buku menoleh. Dikta berbalik setengah badan menghadap Keira. "Nanti pulang sekolah kita lanjut ngecat dindingnya ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden Feeling | ✔
Novela Juvenil[Completed] Rank #1 Silentlove (06/06/2019) Rank #8 Silentlove Masuk ke SMA untuk pertama kalinya memiliki kesan tersendiri bagi setiap orang. Tidak terkecuali Keira, tapi kesan bahagia itu tidak berlangsung lama. Ketika cowok yang ingin ia hindari...