Vv (Virus)

176 20 1
                                    


Seminggu sebelum perayaan, SMA Batavia mengadakan beberapa perlombaan di bidang olahraga dan seni. Seperti menghias kelas, bernyanyi lagu kebangsaan, teater tentang kemerdekaan dan banyak hal lainnya. Termasuk di bidang olahraga.

Dina menyeret Keira dari dalam kelas ke pinggir lapangan. Selama seminggu ini, proses belajar mengajar untuk sementara di hentikan. Mengingat banyak siswa-siswi yang akan berpartisipasi dalam menyambut tujuhbelas Agustus.

Pandangan Keira mengarah pada murid-murid yang sedang bertanding basket. Tapi entah kenapa, Dikta terlihat seperti mentari diantara membuatnya tidak bisa memperhatikan orang lain.

Teriakan para cewek di samping Keira menggema-termasuk Dina. Setelah Keira perhatikan ternyata Zeyn juga berada di sana.

Pertarungan sangat sengit, baik tim Dikta maupun tim lawan sama-sama kuat. Saat Dikta membawa bola ke arah keranjang lawan, Keira juga ikut dekdekan. Mulutnya yang sedikit terbuka itu-ayo Ta! Sedikit lagi.

Namun, lawan berhasil merebut bola tepat sebelum Dikta memasukkan bolanya ke dalam keranjang. Ada rasa khawatir di wajah Keira namun ia tetap menyimpannya sendiri.

Dina yang menyadari perubahan ekspresi Keira, menyenggol lengan sahabatnya itu, "Ciee ... lagi meratiin doi ya."

"Doi? Doi yang mana?" tanya Keira.

"Ternyata lo punya banyak doi." Mata kecil Dina membesar, tapi sama sekali tidak nampak perubahan di wajahnya.

Keira mengerutkan kening, hingga suara sorak gembira mengalihkan perhatian Dina. Ia pun ikut berteriak senang karena berkat kerjasama Dikta dan Zeyn, mereka dapat mencetak angka.

Pertandingan pun berakhir, tim Dikta mendapatkan kemenangan. Walau masih ada pertandingan lainnya, tapi mereka sudah memasuki semifinal. Tinggal selangkah lagi.

Dikta dan lainnya pun beristirahat. Zeyn yang sudah melihat Dina tentu saja akan menghampirinya. Ia berlari kecil ke arah Dina dan Keira.

"Yank," panggilnya. Rasanya Keira sedikit merinding mendengarnya, terlalu menjijikkan. Atau ... terlalu memuakkan karena tidak merasakan momen dipanggil 'yank'.

"Kita ke sana, yuk," ajal Zeyn.

"Yuk Kei." Dina menoleh namun Keira menggeleng.

"Nggak ah, kalian aja."

"Masih belum biasa ya ada Dikta, makanya sering-sering dekat Dikta biar biasa, seperti kata pepatah Keira bisa karena biasa," goda Zeyn.

"Ala kali," ketus Keira. Dina dan Zeyn terkekeh.

Cowok yang diomongin pun langsung datang, sepertinya Dikta sadar kalau namanya dari tadi disebut terus. Ia merangkul bahu Zeyn lalu menatap lurus ke arah Keira.

"Yank, kita kita ke kantin yuk," ajak Zeyn ke Dina.

"Kalian mau kemana?" Dikta menoleh, "Masa kalian ninggalin kami berdua."

"Emangnya kenapa? Kalian itukan udah kelas dua, pasti gak mau kan kami ganggu momen kebersamaan kalian." Ini si Zeyn, otaknya sudah kesetrum kali. Setiap yang dia bicarakan selalu aneh, pikir Keira.

Dina dan Zeyn pun beranjak pergi. Setelah mereka pergi, Dikta dan Keira diterpa hawa negatif, seperti ada sesuatu yang lewat dari mereka. Membuat keduanya diam dan saling tatap.

"Hemm ... Kei."

"Iya," jawabnya.

"Lo gak bawa minum?" Keira menggeleng, "Gue haus tau." Keira tahu kalau Dikta cuma sekedar mencari topik pembicaraan.

"Beli sana di kantin kan banyak." Dikta menahan tawanya, senang rasanya suasana seperti ini kembali lagi.

Satu botol terpampang di depan wajah Dikta, membuat Dikta mengeryit heran. Keira juga menoleh ke arah cewek itu.

"Ambilah, lo haus kan."

Dikta pun mengambil botol minuman itu. "Thanks ya Sil."

Ada apa ini? Sisil tampak tidak menyadari keberadaan Keira di sana. Apa ia sengaja tidak mau menoleh ke arahnya?

Sejak tadi Sisil terus menatapnya, membuat Dikta sedikit bingung dengan perubahan sikap Sisil tersebut.

"Kalo gitu gue balik dulu ya." Jempol Dikta mengarah ke belakang dengan keempat jarinya yang tertutup-menujukkan dimana teman-temannya lagi berkumpul.

Setelah Dikta pergi dan Sisil juga ingin pergi, Keira segera menahannya. Tampak Sisil enggan menatap ke Keira. Raut wajahnya menampakkan kejengkelan, dengan kedua tangan yang bersilang di depan dada.

"Sil, ada apa? Lo kayak nyuekin gue." Keira sudah menganggap Sisil seperti sahabatnya sediri sama seperti Dina.

"Gak ada apa-apa, perasaan lo aja kali."

Sisil hendak pergi lagi, namun Keira tidak menyerah begitu saja, ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Sil, apa gue ada salah sama lo. Gak biasa lo bersikap dingin kek gini ke gue."

"Mau gue berubah atau gak, ada sangkut pautnya sama lo?" Sisil pun pergi.

🍉🍉🍉

Satu tarikan kuas mengakhiri pekerjaan Keira kali ini. Keira mundur beberapa langkah lalu menatap ke arah lukisan itu. Memperhatikan kesalahan kecil yang mungkin masih diperbaiki kembali sebelum deadline.

Satu lengkung senyuman dan desahan lega dirasakan. Keira tidak menyangka ia bisa menyelesaikan ini dan hasilnya cukup bagus.

"Wah, Kei." Keira menoleh sekilas "-udah selesai." Keira bergumam diiringin anggukan bahagia.

"Cantik," ucap Dikta memandang ke arah Keira. Gadis itu melirik, memastikan kalau kata sakral itu bukan ditujukan untuknya. Ah ... bukan. Pasti yang dimaksud Dikta adalah lukisan di dinding.

"Akhirnya selesai juga ya, Ta."

"Huh, i-iya." Tiba-tiba gatal di kepala muncul, membuatnya tak tahan untuk menggaruk.

"Jadi, gue gak nyusahin lo lagi," kata Keira.

"Siapa bilang lo bikin gue susah, yang ada lo bikin gue repot."

"Sama aja, Ita."

"Dih." Dikta terkekeh pelan, "Kok lo manggil gue, Ita."

"Itu panggilan kesayangan." Keira menutup mulutnya. Tidak sangka kata seperti itu akan keluar.

Detik jam dinding membuat jantung Keira bertambah cepat. Kenapa Keira bisa selatah itu? Ia pun merutuk dirinya berkali-kali karena mengucapkan kata memalukan itu. Dikta, adalah pengecualian baginya untuk di bawa bercanda ke arah sana.

Tawa lepas menggema di ruangan itu. Dikta merasa lucu dengan ekspresi Keira yang bercampur aduk-antara malu, gelisah dan takut.

Keira ingin pergi tapi Dikta menahannya. "Gak usah malu gitu, Kei, kalo maksud lo cuma becanda." Keira tidak berani menatap Dikta, terlalu memalukan bertatapan dengan Dikta yang lagi bahagia mendengar kata itu.

"Tapi ... kalau itu memang benar, gue juga gak masalah." Kali ini, Keira tidak bisa tidak menatapnya.

Senyum Dikta mengambang, akhir-akhir ini, virus cinta yang tersebar kini telah mengenai hati terdalam. Menjadikannya berfungsi dengan baik, sehingga dapat merasakan kehangatan di dalam dada.

Takkan ada lagi orang yang bisa menyentuh hati ini, meski terpendam begitu lama, jauh dari dermaga kasih sayang. Yakinlah, kapal yang membawa rasa luar biasa ini akan sampai pada saatnya.

Kini saatnya untuk melangkah, naik ke level selanjutnya.
Berharap akan indah, berharap tak ada kecewa.
Hilangkan resah, karena ini kesempatan pertama.
Jangan menjadi sia-sia, demi rasa yang tak boleh ada.

Yeeeyyyyy...
Keira bisa juga keceplosan, apa karena udah nyaman dengan Dikta 😅😅

Leave the comment and vote 😊

The Hidden Feeling | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang