TUJUH

910 71 1
                                    

Cinta yang kupunya
membuatku buta
Akan sakit yang tak pernah lupa
kau berikan.

Aryneta Aufel.

-sesak-

Begitu sampai diparkiran Aryneta langsung mengembalikan helmetnya pada Gavil. Sejurus kemudian tanpa berterimakasih Ary meninggalkan Gavil dengan berjalan sendiri melawati belokan menuju kelasnya yang harus melewati kelas 12.

Aryneta tahu Gavil pasti akan mengikuti. Jadi tanpa perlu diajak, sudah jelas cowok itu pasti ada dibelakang. Bukannya Ary ingin diikuti Gavil, tapi memang seperti itu biasanya. Gavil yang mengikutinya.

Lorong kelas 12 begitu ramai, tak disangka dari sekian banyak anak, kenapa matanya harus berpapasan dengan matanya Yanuar, cowok itu semringah begitu menyadari keberadaannya.

Segera Aryneta memutus kontak matanya dengan menunduk. Kakinya bergerak berputar arah, mencari sosok yang biasanya selalu berada dibelakangnya.

"Gavil!" ringisnya dalam hati, cowok itu tidak ada. Kali ini Gavil tidak ada dibelakangnya.

Biasanya ada, "Gavil!"

Seperkian detik yang terasa begitu lamban ini membuat pundaknya merasakan sebuah cegahan dari tangan besar--sosok dibelakangnya.

"Kemarin lo ga dateng kenapa?" Seiring sosok itu bertanya, dengan penuh rasa enggan Ary membalik badan lagi.

Dan benar saja dia adalah orang yang sebenarnya ingin Ary jauhi.

"Kemarin lo kayak yang ngehindar pas mau gue samperin, dan sekarang juga," Yanuar yang tidak peka mengedikan bahu bingung, "padahal gue cuma mau bilang terimakasih."

"Hmm...," gumam Ary tersenyum padahal Ia ingin sekali menangis. Yanuar tidak tahu, bahwa sebenarnya Ary datang ke kantin sesuai permintaan Yanuar, tapi apa yang dilihatnya kemudian, membuat Ia terpaksa berjalan mundur dan enggan bertemu Yanuar.

"Kenapa?" Yanuar sedikit menunduk untuk melihat wajah Aryneta. "lo sakit, ya?  muka lo pucetan."

Gue abis nangisin lo, puas?! Aryneta tidak jadi berseru seperti itu, walau ia ingin sekali. "baik baik aja kok, kak!" malah itu yang keluar dari mulutnya.

"Btw, tadi terimakasih buat apa?" Dengan hati yang tegar, Ary bertanya seperti itu.

Dan dengan sabar Ia mendengar jawabannya.

"Buat selama ini..., lo deketin gue sama Fachra." Ary ingin menyeringai heran sekarang. Seharusnya Yanuar tahu, Fachra hanya benalu!

"Sama-sama." Kuat sekali rupanya Ary, ditambah senyum simpul yang memplesteri luka.

"Nanti gue traktirin khusus deh, buat lo," kata Yanuar menepuk bahunya sekali.

"Gue ke kelas ya, malu banyak yang liatin, ntar disangka selingkuh gue." Yanuar cekikikan.

Cowok itu berlalu pergi. Ditengah tatapan banyak orang yang sudah memudar, Ary masih kuat untuk mengiangkan kalimat yang diucapkan Yanuar barusan ....ntar disangka selingkuh gue.

Najis!

Asal lo tahu! Lo harus tahu! Lo gak peka! Lo ga tahu apa yang sebenernya. Pacar lo itu! Fachra! Udah nikung lo dari gue.

Okeh, Ary lupa tidak menyimpan Yanuar dipojokan saja, Ia malah lupa meninggalkannya ditikungan. Hingga terjadilah, kejadian dimana Ia ditikung teman sendiri...

Nggak lucu. Iya Ary tahu.

Satu hentakan membawanya kedepan kelasnya. Sebelum Ia melangkah masuk sebuah tangan kembali terasa dibahunya, Ia menoleh.

"Lo darimana sih?" semprot Ary sadar siapa yang mencegahnya kali ini.

Gavil mengangkat kedua tangannya keatas, seperti seorang maling yang ketangkap basah. Tapi itu Ia lakukan karena kaget lalu kemudian dia cekikikan.

"Cuma bentar ngilangnya, udah kangen aja."

"Siapa yang bilang kangen sama lo Havil!" Ary mencebikan bibirnya.

"Emm..barusan bilang." Gavil menurunkan kedua tangannya, sekilas menatap lamat bola mata Aryneta kemudian menuntun wanita berwajah kesal itu ke kelas.

"Vil. Lo duduk sama Fachra ya!" ujar Ary terang terangan, begitu melihat penampakan yang disebutnya.

Gavil bergumam sesuatu entah apa sebelum menuruti perintahnya. Dia duduk dibangkunya Ary, sebelah Fachra yang raut wajahnya nampak menakutkan atau mungkin ketakutan lebih tepatnya.

"Gue bakal duduk bareng Jeka." Ary duduk disamping cowok yang disebutnya, teman sebangku Gavil.

"Pagi, Jeka!"

"Pag-Pagi. Sini duduk." Jeka menepuk nepuk bangku kosong milik Gavilo.

"Tumben pengen duduk sama gue Ri. Kalian ga lagi musuhan 'kan?" tanya Jeka pada Ary dan Fachra melirik gantian.

Yang ditanya masing masing diam. Membuat raut wajah Jeka penuh tanda tanya. "Lo apain nih cewek dua, Vil!"

"Udah. Bacot lo simpen aja," sungut Gavilo, kenapa Ary nggak nyuruh Jeka yang pindah. Bukannya lebih baik duduk bareng Gavilo yang jelas akan memudahkan jika sedang ulangan. "Palingan mereka berdua lagi masanya..." sambung Gavil kesal juga.

"Masanya?"

"Lo pura-pura kagak tahu lagi." Gavil mendengus pada Jeka.

Jeka cengengesan sambil berucap, "Hehe..PMS?"

-sesak-

Sesak ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang