SEBELAS

752 57 4
                                    

Menghentikan kebiasaan itu jauh lebih sulit dibanding saat mengawali kebiasaan tersebut.

Aryneta Aufel.

-sesak-

Hujan mengguyur lapangan SMA Harapan hari ini, sebelum berangkat cuaca memang sudah mendung dan benar saja sampai di sekolah turun hujan yang cukup deras, bahkan nyaris awet sampai jam pulang sekolah meski sempat reda pada jam istirahat. Walaupun hanya menyisakan gerimis, namun tetap saja basah.

"Hai Kak Yan-'' Aryneta nyaris menyapa cowok itu.

Suara Ary tercekat bahkan lambaian tangannya terkulai lemas kembali ke bawah, sebab tak lama dari penampakan tubuh jangkung Yanuar muncul sosok Fachra dari belakangnya di lorong yang sedang Aryneta lalui.

Sebenarnya Aryneta sudah mewanti wanti dirinya untuk tidak harus melulu menyapa cowok itu, tapi nyatanya berhenti melakukan kegiatan yang sudah terbiasa dan rutin itu--lebih sulit di luar dugaan, Ia selalu spontan dan tanpa aba aba melakukannya.

Tapi semua sudah terlambat, kini orang yang dipanggilnya melayangkan senyum padanya, dan perempuan di sebelah Yanuar, berekspresi campur aduk. Mungkin marah kesal atau bisa saja takut dan malu! Jika saja Fachra tahu malu.

"Aryneta...," balas Yanuar. "Belum pulang ya?'' lanjutnya dengan pertanyaan retoris.

Aryneta mengangguk. Sesekali menengok kearah Fachra yang menatapnya. Takut takut perempuan yang dulu Ia sebut teman itu bisa berubah menjadi serigala dan mendadak menerkamnya karena telah berani beraninya menyapa Yanuar pacarnya.

"Ga bareng sama Gavil?" Yanuar lanjut bertanya. Ary mencebik samar, apa semua orang memperhatikan kegiatan Gavil yang selalu membuntutinya. Perlu diingat kata bareng ini sebenarnya dikarenakan terpaksa sebab Gavil yang terus terusan mengikutinya.

"Enggak," jawabnya acuh pada apa yang dipertanyakan.

"Fachra emangnya kamu mau pulang sendiri?" tanya Yanuar hingga membuat delikan Fachra terlihat begitu jelas di mata Aryneta.

Oke, Yanuar sudah fokus pada pusatnya lagi.

Kendati bukannya pergi, Aryneta masih berdiri di tempatnya, dari sini bisa dilihat Fachra nampak mengangguk setengah menggeleng.

"Mau di jemput ayah?" tanya Yanuar lagi pada Fachra. Fachra cuma diam.

"Yaudah yuk, aku anterin dulu sampe gerbang," ajak cowok itu. "Nanti hujannya makin gede, aku ga bawa mobil."

Jika saja Aryneta boleh bilang cemburu atas Yanuar yang begitu perhatian pada Fachra. Aryneta sangat ingin menjabak rambut Fachra yang tersenyum malu malu ketika Yanuar berucap, "Nanti kamu sakit loh." Fachra mengangguk nurut.

"Ary, gue duluan ke gerbang ya, nganter Fachra," pamit Yanuar padanya sambil merangkul bahunya Fachra. Melihat itu membuatnya ingin menggonggong pada si Fachra.

"Iya, kak." jawab Aryneta lesu ketika mereka berdua sudah pergi, jelas tak akan mendengar jawabannya yang penuh dengan rasa kesal.

Sekarang di lorong ini dia sendiri, di lantai dua menatap lapangan basket yang diguyur rintik gerimis. Ada banyak kakak kelas yang sengaja main basket di lapangan, mereka tidak peduli nanti bakal flu.

Dan Aryneta juga tidak peduli, jikalau dari sekian banyak kakak kelas yang ganteng di sekolah ini, Ia malah suka sama Yanuar--yang pacaran sama temannya sendiri. Yah, Yanuar! Yanuar juga ada di antara kakak kelas yang main basket di lapang bawah.

Aryneta menuruni tangga secepat yang Ia bisa, melewati lorong lalu tanpa sengaja menabrak Jeka yang tengah membuka loker.

"Aryneta!!!"
"Kata si Gavil, pulangnya bareng!" teriak Jeka cepat menyadari sosok yang menabraknya.

"Iya!!" jawab Aryneta asal. Masih berlari dengan niat ke lapang basket.

"KAK YANUAR!!" teriak Netta menembus rintik hujan.

Semua pasang mata kakak kelas di lapang mulai menatap ke arahnya yang berdiri koridor kelas. Terlebih cowok yang Arynetta panggil namanya, dia menatap tepat padanya.

Jarak yang jauh, membuatnya hanya bisa melihat senyum samar milik Yanuar--yang ternyata milik sahabatnya. Hati Aryneta rasanya sesak. Apalagi ketika Yanuar segera melempar bola orange  pada temannya kemudian berlari sampai kehadapan Aryneta dengan keadaan seragam separuh basah.

"Kenapa?" tanya Yanuar to the point. Aryneta kelabakan bertanya pada diri sendiri kenapa? Kenapa Ia sampai menuruni tangga, melewati Jeka, meneriaki Yanuar dan mengabaikan semua pasang mata yang kini menonton mereka sambil berbisik bisik.

Yanuar merapihkan rambutnya yang basah, menyisirnya dengan tangan, meski tetap berantakan, jatuhnya malah semakin membuat Aryneta terpana.

"Duduk yuk, sini!" ajak Yanuar jalan lebih dulu dan mendaratkan bokongnya ke bangku kayu. Aryneta hanya mengikuti.

"Gue ganti baju dulu deh," ujarnya berdiri. "Lo tunggu di sin--" pinta Yanuar langsung terpotong dengan keberadaan Gavilo.

"Yo! Gavilo." Yanuar menyapa ramah pada adik kelasnya ini.

Aryneta bisa membaca raut muka Gavil yang siap membentengi Aryneta dari kakak kelasnya di depan.

"Yo! Kak," balas Gavil seadanya, sebisa mungkin menjaga sikap.

"Ry, ayo pulang," ajaknya langsung pada Ary.

Terpaksa Ary berdiri karena tangannya di raih Gavilo yang melangkah tanpa pamit pada Yanuar di belakang.

"Kak, aku duluan ya." Akhirnya Aryneta yang berinisiatif mengucap pamit.

"Gavil sakit!" cicitnya. Gavil mencengkram tangan yang satunya usai tadi sempat melambai pada Yanuar.

"Aryneta!" seru Yanuar dibelakang membuat Gavil berhenti dengan urat leher yang mengeras, Aryneta tidak peduli, Ia segera menoleh.

"Besok sore, lo kesini lagi ya! Nonton gue main basket." Yanuar berseru.

"Jangan!" desis Gavilo penuh penekanan di sebelahnya.

Aryneta hanya mengangguk singkat, entah pada larangan Gavilo atau ajakan Yanuar. 

-sesak-

Ada yang masih nungguin kisah Ary, Nuar dan Gavil?

Sesak ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang