10. Tears

6.8K 877 50
                                    

Rencana keduanya kini sudah bulat.

Seokmin dengan mau tidak mau harus menerima semuanya. Menerima disaat Jisoo tetap bersikukuh untuk mempertahankan Jazlyn di perutnya.

Seokmin menangis semalaman. Dia bahkan tidak makan apapun hari ini. Di pikirannya hanya ada Jisoo yang sedang mengandung buah cinta mereka. Seokmin sudah tidak bekerja sejak tiga hari yang lalu. Dia selalu ada di samping Jisoo, mencoba kembali meyakinkan malaikatnya akan keputusan yang ia ambil.

"Aku sangat mencintainya, Seok. Aku memang belum pernah melihat wajahnya. Namun, dengan mendengar detak jantung berdetak itu sangat membuatku bahagia. Maka dari itu, pertahankan Jazlyn!"

Seokmin lagi-lagi menangis ketika mengingatnya. Dia kini sudah menutup laptopnya dengan kasar. Mengabaikan seluruh pekerjaan yang ia bawa ke rumah dan kembali mengeluarkan air matanya itu.

Seokmin lelah.

Seokmin lelah menangis. Seokmin lelah untuk kembali membujuk Jisoo. Mengatakan bahwa ia benar-benar membutuhkan Jisoo di kehidupannya. Seokmin tidak mau hidup bersama orang lain selain Jisoo.

Dan Jisoo pun kembali meyakinkan Seokmin bahwa mau bagaimana pun, laki-laki manis itu akan tetap mempertahankan putri kecilnya.

Jisoo membuka pintu kamar. Menampakkan wajah stres Seokmin yang kembali menjatuhkan bulir bening itu. Jisoo berjalan mendekat ke arah suaminya dan mengelus pundak bidang itu. Dia mengelus dagu prianya dan mengarahkan pandangan laki-laki bangir itu untuk menatap matanya dengan intens.

"Soo-ya."

Jisoo menitikkan air matanya. "Kau bilang padaku untuk percaya bahwa Tuhan sudah merencanakan hal yang indah untuk kita berdua. Tapi kau menangis, dear. Kau menangis. Itu yang membuatku selalu berat untuk meninggalkanmu."

Seokmin mengenggam jemari lentik itu dan diletakkan di pipinya. "Keputusanmu lah yang membuatku seperti ini."

"Kau pasti berpikir bahwa aku akan segera mati."

Seokmin menggeleng. Dia menuntun Jisoo untuk segera duduk di pangkuannya. Jisoo duduk menyamping, dan tangannya langsung melingkar di leher suaminya. Mata mereka saling bertemu. Namun, mereka hanya menggunakan air mata untuk saling berkomunikasi.

Jisoo menangis, dan Seokmin ikut menangis.

"Jika aku tahu akan seperti ini, aku tidak akan menghamilimu, sweet." Seokmin menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Jisoo. Menghirupnya kuat-kuat seolah mengatakan bahwa ia sama sekali tidak ingin kehilangan Jisoo.

Jisoo terkekeh mendengar celotehan suaminya. Dia tersenyum di tengah tangisnya. Kemudian menempelkan kedua kening mereka dan saling merasakan deru napas masing-masing. Mereka masih dalam kondisi menangis. Dan bahkan tangisan Seokmin kini sudah mengencang.

"Kita tidak bisa menolak hadiah dari Tuhan, Seok. Tuhan sudah memercayai kita untuk menjadi orang tua," tutur Jisoo. "Maka dari itu jagalah mereka. Dan hiduplah dengan bahagia bersama kedua malaikat kecil ini nanti."

Lengan kekar itu melingkar di pinggang Jisoo. Menarik tubuh Jisoo yang berada di pangkuannya untuk semakin mendekat. Seokmin terisak hebat, bahkan suaranya pun mulai terputus-putus.

"Kau tidak akan mati, Sayang. Kita akan hidup bahagia berempat. Aku, kau, Jazlyn, dan Jacob. Kita berempat akan bahagia. Tidak ada yang akan mati."

-Hola Bebé-

Jisoo sudah terbaring di rumah sakit malam ini. Dia akan menjalani operasi besok siang. Keputusannya semakin membulat untuk tetap mempertahankan Jazlyn.

Hola Bebé | Seoksoo [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang