Lembaran Hitam

170 25 4
                                    

Bruakk...!!!
Sengaja pria itu mendaratkan tangannya di atas meja.
Gejolak amarah di matanya seakan tak dapat ditawar lagi.

Semua orang yang hadir di dalam ruangan itu pun tertegun, termasuk beberapa orang mahasiswi di luar ruangan yang sedang berebut pandang karena penasaran.

Pria itu mengangkat satu alis tebalnya, seolah mantap mengambil keputusan.

"Gua gak setuju, Dhon!"

Salah satu mahasiswa, mencoba menjalankan diskusi yang sempat terhenti karena amarah Dhoni-yang juga mahasiswa-tak dapat terelakkan.

Dia adalah Rey.

"Terserah lu Rey, pokoknya gua gak akan mundur. Gua akan tetap demo! Lu nggak mikir bagaimana nasib teman-teman kita? memang gua akuin, lu mungkin anak orang berada, tapi bagi kita, itu semua hasil kerja keras orang tua! dan itu gak mudah Rey! Maka dari itu, kita harus perjuangkan!!!"

Dhoni dikenal sebagai mahasiswa yang kritis dan sedikit anarkis, tegas, punya pengaruh penting dalam lingkup organisasi fakultas. itupun terlihat dari gaya bicaranya yang meyakinkan, lugas, dan sangat realistis. Namun, sangat disayangkan penampilannya sedikit berantakan.

Dhoni memantapkan pandangannya pada Rey, yang tengah duduk beberapa meter disampingnya. Ia berharap teman baiknya itu mau membuka sedikit pikirannya untuk turut membela teman-temannya yang merasa tertindas.

Rey membalas tatapan Dhoni dengan sedikit memelas, pemuda itu mencoba mengendalikan emosinya, yang sedikit goyah karena perkataan Dhoni.

"Dhon, dengerin gua baik-baik..  Gua juga marah, nggak terima, sama kaya lu, tapi marah gak akan menyelesaikan masalah! Lu tenang dulu dong! kita cari jalan keluarnya sama-sama. Kita ini sama-sama korban, lu pikir gue nggak peduli sama temen-temen kita?

Rey mencoba memadamkan amarah Dhoni yang sempat berapi-api.

Singkat cerita, Rey dan seluruh teman jurusannya akan mengadakan exercussion study ke luar negri yang sudah dipersiapkan, lunas sejak setahun yang lalu, akan tetapi rencana itu gagal karena penggelapan uang yang dilakukan pihak agen perjalanan, yang mereka percayai untuk mengatur segala keperluan selama perjalanan ke luar negri.

Tak hanya kampusnya yang menjadi korban, ratusan jamaah umroh, juga puluhan pelajar, turut menjadi korban penipuan agen perjalanan itu.

Rey mendekat ke arah Dhoni, yang masih berdiri memimpin jalannya diskusi yang kini mulai menegangkan.

Dhoni pun menghela nafas.

Pandangannya sedikit tercuri pada seorang mahasiswi yang sedang asyik memainkan androidnya.

Kata demi kata mulai berusaha ia rangkai, agar dapat terdengar lebih baik untuk disampaikan.

"Sudah tiga kali kita beri kesempatan, untuk mengembalikan apa yang menjadi hak kita, lalu mau nunggu sampai kapan? Kita ini mahasiswa! Kita tidak bisa diam saja! Kita harus tuntut kasus ini! Sebelum banyak korban lagi!
Besok pagi kita kumpul!"

Sebagian besar mahasiswa antusias mendukung keputusan Dhoni, namun ada juga yang terlihat khawatir kalau-kalau masalah semakin bertambah runyam. 

***

Sebilah pena menari diatas lembaran-lembaran merah jambu milik seorang gadis mungil di sudut ruang perpustakaan. Gadis itu terlihat fokus menuangkan rangkaian alur cerita untuk melengkapi novelnya.

Logikanya berputar, berkelana menjelajahi dunia imajinasi yang penuh kebebasan, juga keajaiban. Seperti dongeng 1001 malam misalnya.

pagi itu, perpustakaan kampus tampak sepi, hanya satu dua mahasiswi yang setia mengeja huruf demi huruf untuk memperluas wawasan.

Selang beberapa saat, pak Abu datang  sambil membawa buku-buku baru yang  diletakkan di etalase khusus.

"Neng Ria, kok masih disini?"

Suara pak Abu meratakan angannya.

Ria sedikit kaget dengan kehadiran pak Abu yang kini sedang menata buku tak jauh di belakangnya.

"Eh, pak Abu, memangnya ada apa pak?"

Pak Abu terlihat sedikit membenarkan letak kacamatanya, dan mulai melanjutkan percakapan.

"Dengar-dengar hari ini sebagian anak-anak kampus mau demo besar-besaran di kantor agen perjalanan  yang telah menipu mereka mentah-mentah"

Ria pun semakin penasaran, dan mencoba mencari kejelasan informasi dari pria setengah baya penjaga perpustakaan itu.

"Ah yang benar, pak?"

Ria seolah tak percaya.

"Iyalah Neng, kalau tidak salah yang kena tipu itu teman-teman satu jururusan sama Rey, teman dekatmu dulu, bahkan baru saja bapak melihat Zahra gabung sama mereka."

Terang pak Abu, yang suaranya masih jelas terdengar, meskipun murottal syekh Mishary Rashid yang kini melantunkan surah Al Baqarah ayat 183 di dalam headset masih tergantung di salah satu telinganya.

Tanpa berfikir panjang, Ria pun segera mengambil motor di parkiran, dan berniat menyusul Zahra.

Bismillah..

Senja Di Gubuk Ke DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang