Kejamnya Ego

130 10 3
                                    

Suasana langit malam itu tampak berbeda, tak satupun bintang terlihat memamerkan kilaunya. Hanya mendung dan kilatan-kilatan sinis yang menjadikan suasana semakin mencekam.

Seolah bergemuruh dengan gema yang menyambar-nyambar atmosfer, hingga membuat setiap penghuninya mendesir ketakutan.

Akan tetapi, hal itu tidak berlaku bagi warga sekitar pesisir, suasana malam itu justru semakin ramai, beberapa warga mulai menghampiri gubuk kecil mbok Marni. Dengan membawa obor bambu yang dipeganginya erat-erat.

"Mbok Marni! Keluarlah kami ingin meminta penjelasan!," teriak salah satu warga.

Rupanya, mbok Marni, Anna dan Zahra sedang mengintai dari dalam gubuk, dan mencoba memeriksa kondisi sekitar, untuk meminimalisir terjadinya bahaya.

Zahra berpikir keras, sedangkan Anna terlihat begitu khawatir.

Langkah Anna tertuju pada Zahra, ia memandangi lekat-lekat binar bulat sahabatnya.

"Za, tolong katakan padaku, apa benar isu yang tersebar beberapa hari ini, bahwa aku sedang mengandung?," Kata Anna yang masih terlihat menahan derainya.

Zahra menatap mbok Marni, yang tengah berdiri beberapa langkah dibelakang Anna, seolah meminta pendapat.

Mbok Marni yang memahami, segera mengagguk pelan.

Sebelum pandangan Zahra kembali menangkap Anna.

"I... iya, kamu sedang mengandung, tapi__,"

"Mbok Marni! Kami semua masih sangat menghargai mbok sebagai sesepuh di daerah ini, jadi tolong! Keluarlah, kami ingin bicara! atau kami akan masuk secara paksa!," Teriak warga yang lain.

Waktu terasa berhenti, begitu pula keadaan yang membuat mbok Marni semakin terdesak, hingga membuatnya berniat keluar untuk meladeni gejolak warga.

"Biar mbok yang menghadapi mereka, kalian tunggu disini saja," Kata mbok Marni seraya melangkah ke arah pintu.

Sebisa mungkin, Anna menghentikan langkah mbok Marni.

"Ini adalah masalah Anna, jadi sudah sepantasnya Anna yang menghadapi mereka,"

"Tidak! aku tidak akan mengizinkan mbok atau Anna menghadapi mereka, saat ini situasi tidak aman bagi kalian, biarlah aku saja yang keluar, jika nanti terjadi kemungkinan di luar kendali, maka bersiaplah untuk melarikan diri dari pintu belakang secepat mungkin," Kata Zahra tegas tanpa keraguan.

Suasana luar semakin gaduh, teriakan warga saling bertabrakan, seperti gerombolan lebah yang siap menyengat para pemburunya.

"Tapi, Za...".

"Jangan membantahku Anna, aku mohon pergilah ke arah masjid di ujung jalan, aku akan menjemputmu di sana," ucap Zahra dengan lugas dan mantap.

Belum sempat Anna melanjutkan kalimatnya, Zahra sudah melesat dari tatapannya.

Ya Allah ya Tuhanku, Sesungguhnya hamba sedang meraba dalam keadaan buta dan papa, menuju jalan cinta yang telah Engkau takdirkan... hanya kepadaMu lah hamba berserah dan memohon perlindungan, semoga Engkau melindungi kami, semoga Engkau tunjukan jalan yang terbaik untuk kami.

Batin Anna tak henti bergeming seraya mengucap do'a. Begitu pula mbok Marni, yang masih khusyu melantunkan surah Yaasin ayat 82-83.

Anna menatap sekeliling ruangan, sekilas ia teringat pesan Zahra, bahwa sebelum ia pergi, haruslah membawa serta sebuah kotak mungil berwarna merah yang telah diletakkan di atas almari kayunya.

Tangan kanannya mencoba meraih, setelah kemudian mbok Marni cepat-cepat mengajaknya pergi. Karena protes warga yang semakin menjadi-jadi.

Dua perempuan itu mencoba berlalu sejauh mungkin dari gubuk, walaupun mereka tak tau persinggahan mana yang hendak dituju.

Senja Di Gubuk Ke DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang