24 Februari 2018
Baiklah. Kita mulai dari pengalaman mimpi saya yang terjadi hari ini, ketika cerita ini ditulis.
Berawal dari jam 5 pagi setelah solat subuh, aku memutuskan untuk tidur kembali karena memang masih ngantuk. Terdengar teriakan ibuku yang menyuruhku untuk cuci baju sekarang, mumpung belum hujan (ini memang masih musim hujan). Tapi rasa kantukku membuatku tidak peduli. Akupun tertidur...
Aku berdiri di sebuah rumah yang mungil, mirip dengan rumah nenekku dulu sebelum direnovasi (kini rumah nenekku ditinggali keluarga pamanku dengan beberapa renovasi sehingga membuat rumah tersebut jadi luas dan modern). Kulihat permandangan di luar jendela. Terlihat rumah-rumah mungil beratap runcing dan gunung hijau bersisik. Indah. Seperti pemukiman di lembah pegunungan. Lokasinya teringat dengan kota Batu, Malang. Namun model rumah-rumahnua jadi ingat rumah-rumah eropa kuno, namun dengan atap kerucut runcing mirip kastil. Entahlah.
Paman muncul di sampingku dan menyuruhku siap-siap. "Dhe Jim, ini dimana?" tanyaku. Aku terbiasa memanggil pamanku dengan Dhe Jim.
"Ini kan rumah wetan", jawab Dhe Jim. Rumah wetan itu sebutan kami untuk rumahnya Pamanku peninggalan nenek. Karena kami orang jawa dan rumah nenekku ini terletak di sebelah wetan dari rumahku.
"Tapi kok gunungnya lebih hijau dan bersisik?" tanyaku sambil menunjuk permandangan pegunungan dari jendela.
Sekedar info saja, rumah wetan satu desa dengan rumahku, dan letaknya sekitar 500 meter jalan kaki. Desa kami berada di Pandaan, kecamatan yang terkenal dengan sumber mata airnya Aqua dan beberapa produk air mineral. Bahkan ketika ku membuka pintu rumah terlihat 4 gunung secara bersamaan. Gunung Arjuno, Welirang dan Semeru yang berkumpul jadi satu disisi depan rumah, serta gunung Penanggungan yang berdiri mungil di sisi kanan. Tapi keempat gunung tersebut berwarna biru polos, bukan hijau bersisik seperti di mimpiku.
Kalian tahu maksudku kan? Namun pamanku menjawab pertanyaanku dengan tatapan apakah-kau-ngelindur.
Dhe Jim hanya tersenyum dan berlalu. Diikuti Mas Sofyan dan Sofi yang berlarian di ruang tamu. Aku kembali menatap permandangan yang unik di jendela.
Ah sepertinya kalau di foto bagus nih. Aku bisa menguploadnya di instagram. Pasti keren, pikirku. Kuraih smartphone di sakuku dan mencoba memfoto permandangan gunung hijau bersisik. Aku fokuskan agar gambarnya lebih tajam. Fotonya terlihat keren. Instagramable.
Klik. Aku ambil foto itu. Tapi dengan bersamaan Sofi menyenggol tanganku. Kulihat foto di smarthphoneku. Hitam, buram. Gagal. Kulempar tatapan 'ini-gara-gara-kamu' tapi sepupuku ini hanya nyengir.
"Ayo cepat, kita berangkat," kata Sofi sambil menarik tanganku.
Entahlah, tapi selama aku bermimpi dan ingin mengambil foto dengan smartphoneku, selalu saja gagal. Tidak hanya di mimpi ini, tapi juga di mimpi-mimpi lainnya. Akhirnya aku mengambil kesimpulan, jangan harap kamu mengambil foto saat kamu bermimpi. Alam mimpi tidak bisa difoto.
Kami masuk ke mobil dan pergi entah kemana.
"Mia, kamu tahu kenapa gunung ini lebih bersisik?" Dhe Jim menyetir sambil menunjuk atap-atap rumah yang runcing seperti kastil. Juga rerimbunan pohon cemara. "Karena tanah-tanah kosong dulu berubah jadi pemukiman yang padat."
Aku hanya diam sambil menatap atap kastil dan pohon cemara. Gunung hijau bersisik ini bukan di Pandaan.
Dan aku juga tidak tahu kita pergi kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCID DREAM
FantasyKumpulan mimpi yang mewarnai tidur malamku. Diambil dari kisah nyata tentang mimpi sang penulis. Welcome to my dream... Note : *) Font biasa adalah dunia nyata, sedangkan font italic adalah dunia mimpi. *) Nama yang terkait dalam dunia nyata menggu...