#2 : Lucid 2

771 49 12
                                    

Aku adalah seorang cewek yang cenderung pasif, khususnya dalam urusan cinta. Jika aku mulai menyukai seseorang, aku cenderung menyembunyikan perasaanku, dan diam-diam menjadi secret admirernya.

Sebut saja Dirga, kawan yang sempat aku sukai ketika di masa putih abu-abu. Waktu itu aku masih kelas 2 SMA, dan Dirga adalah teman sekelasku. Entah sejak kapan aku mulai menaruh rasa dengan Dirga... yang pasti hatiku merasa sakit ketika sahabatku, Dea, bercerita kepadaku tentang perasaannya pada Dirga. Dea tipikal cewek berani, dan tentu saja, berniat mengatakan cinta pada Dirga. Hatiku sakit, tentu saja. Aku juga suka Dirga, tapi aku tidak mungkin mengatakan itu pada Dea. Aku malah mendukung keputusan Dea untuk menembak Dirga. Dua kali menembak dan berhasil. Sedangkan aku, hanya bersembunyi dibalik pintu sambil menangis. Selanjutnya Dirga dan Dea selalu bersama, di depanku. Pulang sekolahpun jalan bareng. Aku bersyukur karena ada Putri, atau Dian, setidaknya aku tidak sendirian yang jadi obat nyamuk disitu. Kadangpun Dea dan Dirga janjian kencan di rumahku. Mentang-mentang rumahku strategis, tapi hatiku makin jadi nangis. Yah itulah kisah patah hati pertamaku.

Yang paling aku ingat dari nama Dirga adalah, dia penyebab utama yang membuatku memilih kuliah Teknik Sipil di ITS. Kenapa? Waktu itu egoku tinggi. Jika aku tidak bisa memiliki hatinya Dirga dan tidak berniat menjadi pecundang yang menikung teman, aku akan memiliki mimpinya Dirga. Waktu SMA, Dirga bermimpi kuliah di Teknik Sipil ITS. Sedangkan aku masih bingung ingin mengambil jurusan kuliah apa dan dimana. Dan secara kebetulan bin ajaib aku yang berhasil meraih mimpi itu melalui jalur SNMPTN.

Ah iya. Dea dan Dirga sudah berpisah. Kini Dea sudah menikah dengan pria lain dan mempunyai keluarga kecil. Sedangkan Dirga... entahlah. Kabar terakhir dia bekerja di salah satu kontraktor BUMN. Hanya itu saja.

Lanjut ke masa kuliah. Dalam satu angkatan ada seorang cowok yang menarik perhatianku. Sebut saja namanya Fadil. Aku mulai menyukainya ketika semester 2 rasanya. Aneh sih. Karena masih banyak stok cowok ganteng tinggi yang seangkatan denganku. Tapi entahlah kenapa aku bisa suka Fadil. Wajah Fadil mengingatkanku pada Macaulay Culkinnya Home Alone. Dan yang paling aku ingat, aku dulu sampai bermimpi mengejar kereta api demi Fadil. Kacau deh.

Tapi lagi-lagi, aku bukan cewek agresif yang berusaha mendapatkan cinta. Aku cenderung diam dan mengubur hati. Fadil adalah tipikal cowok yang supel dan menyenangkan. Tidak sedikit temen cewek yang menyukainya. Entah kenapa aku merasa sadar diri kalau aku tidak sebanding dengan dia. Mungkin waktu semester 2 aku sudah merasa dia akan menjadi orang penting di kampus. Terbukti waktu semester 5, Fadil menjadi KAHIMA (Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil). Sungguh tidak sebanding dengan diriku yang hanya sebutir debu #weleeeh.

Meskipun perasaan ini hanya sebentar, tapi Fadil sukses membuatku patah hati untuk kedua kalinya.

Waktu berjalan dengan sangat cepat.

Hari ini, 13 Maret 2018, tiba-tiba aku bermimpi tentang Dirga dan Fadil. Padahal aku sudah lama melupakan mereka. Beginilah cerita mimpiku:

Aku berada di ruangan yang ramai. Sepertinya aku kembali ke suasana kampus karena aku melihat Fadil disitu. Yah Fadil, dia sedang memimpin diskusi kami. Aku lupa diskusi apa itu. Tapi teman-teman berdiskusi sangat seru. Aku juga ingin ikut andil dalam diskusi ini. Aku mencoba menyampaikan suara dan memberi ide. Teman-teman hanya menatapku sebentar, lalu berdiskusi kembali. Tanpa antusias dengan ideku. Baiklah, aku masih bukan siapa-siapa walau hanya di mimpi.

Lagi-lagi aku sadar aku sedang berada di dunia mimpi. Dan sebuah ide gila muncul di mimpiku. Aku bisa melakukan apapun yang aku mau, tanpa rasa takut dan khawatir. Mumpung ada di dunia mimpi.

Tangan kananku mulai terangkat, tapi tidak ada seorangpun yang memperhatikanku. Aku berdiri, dan berteriak. Mencoba mencuri perhatian orang-orang.

"TEMAN-TEMAN, MOHON PERHATIANNYA SEBENTAR. ADA YANG INGIN AKU SAMPAIKAN."

Sukses. Semua orang memperhatikanku. Aku tersenyum. Waktunya penembakan. Tapi... tunggu. Dimana Fadil? Kenapa Fadil tidak ada? Ah mungkin ke toilet sebentar. Bodohnya aku, seharusnya aku mengecek dahulu Fadil ada di tempat atau tidak. Tapi kini semua mata tertuju kepadaku.

Tidak ada Fadil... tapi aku melihat Dirga diantara teman-teman. Aneh sih. Ah apa salahnya dicoba? Aku ingin membuktikan bisa melakukan apapun yang aku mau selama lucid dream. Aku akan mencoba untuk mengkontrol mimpiku.

"DIANTARA KALIAN YANG BERNAMA DIRGA, MOHON UNTUK BERDIRI SEBENTAR," teriakku kembali. Teman-teman mulai berpaling ke Dirga, dan berbisik-bisik. Ragu-ragu, Dirga berdiri.

"Dirga, aku ingin menyampaikan sesuatu. Aku tidak peduli apapun jawabanmu. Tapi aku ingin kamu, dan semua teman disini tahu, bahwa aku... menyukaimu."

Entah energi apa yang ada dalam diriku, hingga bisa berbicara seperti itu tanpa gugup sedikitpun. Kata-kata itu muncul begitu saja seolah sudah berlatih berhari-hari. Sangat lancar.

Semua riuh. Ramai. Ada yang berteriak mendukungku, ada pula yang berteriak menyuruh Dirga menerimaku. Aku tidak peduli dengan jawaban Dirga. Toh aku melakukan ini untuk membuktikan bahwa aku bisa mengkontrol mimpiku.

Diantara riuhnya teman-teman, aku melihat Fadil yang baru datang entah darimana. Ah Fadil, jika kamu tidak pergi tadi, aku bisa menjadikanmu sebagai objek penembakanku.

Tanpa aku sadari, Dirga berjalan mendekatiku. Ragu-ragu memegang kedua tanganku. "Aku akan menjawabnya. Aku juga menyukaimu. Apa kita mulai resmi berpacaran?"

Senang. Ingin teriak. Semua perasaan bahagia memuncak di kepalaku. Mungkin ini yang namanya perasaan bahagia ketika cinta kita tidak bertepuk sebelah tangan. Tiba-tiba Dirga memeluk, dan... kita berdua kissing. Wah ternyata hasilnya terlalu liar. Kita berdua terlalu berani.

Semua berteriak histeris melihat aku dan Dirga. Banyak yang mengucapkan selamat. Tapi tunggu, kenapa Fadil memalingkan wajahnya? Kenapa dia tampak gundah dan sedih? Jangan-jangan Fadil juga ada perasaan kepadaku?

Ah apapun itu, sepertinya diriku di dunia mimpi begitu cantik dan populer. Sehingga perasanku kepada Fadil dan Dirga tidak bertepuk sebelah tangan. Meskipun di dunia nyata bernasib ngenes, tapi bersyukur bisa merasakan kissing dengan Dirga, dan bisa merasa senang ketika melihat Fadil mulai patah hati. Walau semua itu hanya mimpi yang sangat liar.

Aku terbangun. Dengan kepala yang sangat pening. Sepertinya aku agak demam. Tapi aku paksa untuk bangun. Aku harus menghadapi dunia realitaku yang masih ngenes dan tak seindah dunia mimpi.

LUCID DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang