#9 : Seseorang Dalam Mimpi

344 27 7
                                    

Kala itu aku sedang mengikuti masa orientasi mahasiswa di perguruan tinggi favorit Surabaya. Minggu pertama adalah jadwal orientasi bersama mahasiswa baru dari jurusan lain dan kami dibagi dalam beberapa gugus.

Kegiatan orientasi minggu pertama agak melelahkan, dan aku pulang ke kos dengan sedikit gontai. Sedikit cerita ke sahabatku tentang apa saja yang terjadi dalam masa orientasi sampai akhirnya aku ketiduran.

Aku memasuki bangunan megah, terlihat seperti kastil yang cukup mengerikan, bersama beberapa orang. Suasana gelap dengan banyak lilin melayang melayang membuatku sadar setting mimpiku kali ini adalah di Hogwarts. Apakah kali ini aku menjadi Hermione atau Harry Potter versi wanita?

"Selamat datang mahasiswa baru. Silakan mengambil kursi masing-masing dan kita mulai upacara penyambutan mahasiswa baru," kata seorang ibu tua yang berdiri di atas podium. Wajahnya terlihat seperti McGonagall.

Upacara penyambutan mahasiswa baru berjalan lancar tanpa hambatan. Dan kami disuruh untuk melihat asrama kami.

Tidak dijelaskan dalam mimpiku dimana asramaku berada. Jika boleh memilih, aku ingin memilih Griffindor. Yah... Semoga saja.

Aku berkenalan dengan yang lain, saling bercerita dan berdiskusi tentang apapun. Hingga malam tiba dan kami kembali ke kamar masing-masing untuk tidur.

Esoknya, aku bangun terlambat. Berlarian ke ruang kelas ketika mendengar suara alarm berbunyi di seluruh ruangan. Tanda bahaya : Troll hutan masuk kampus. Plus pengumuman  agar semua mahasiswa tetap di dalam kelas bersama dosen atau pergi kemanapun bersama rombongan. Dunia serasa gonjang ganjing. Dalam suasana berbahaya seperti ini aku tidak melihat siapapun! Oke aku sendirian. Aku harus mencari tempat persembunyian SENDIRI sebelum Troll datang dan mencari korban.

Aku berlari tanpa arah dan tujuan, hingga memasuki sebuah ruangan yang mengingatkanku pada Pantry atau dapur. Apakah ini tempat yang aman untuk bersembunyi?

Namun fokusku tertuju pada lemari kayu yang dipasang sepanjang dinding. Di lemari bagian ujung terlihat ada sesuatu di dalamnya. Apakah Troll bersembunyi di dalam lemari itu dan menungguku lengah untuk memangsaku? Tidak. Ini tidak mungkin. Troll terkenal dengan tubuh raksasanya. Tidak bakal muat dengan lemari dapur dengan tinggi tak lebih dari semeter.

Perlahan, aku mendekati lemari tersebut dan mencoba membuka pintunya...

Seorang cowok meringkuk bersembunyi di dalam lemari tersebut.

Cowok bermuka aneh, dengan dagu lancip tegas. Terlihat seperti karakter film romawi-yunani kuno. Tapi ini lebih aneh. Rambutnya ikal agak gondrong. Kulitnya... Yaampun, bahkan lebih putih dari aku yang jelas-jelas seorang cewek.

Ni cowok darimana? Ngapain cowok aneh ini bersembunyi di sini? Di dalam lemari dapur? Bersembunyi dari Troll?

Tapi ada satu hal yang paling aku ingat dari wajah anehnya : mata. Sorot matanya yang tajam menatapku. Tapi entah kenapa aku melihat sorot kesedihan dan... Kesepian?

Dan aku terbangun. Langsung mengambil HP dan menceritakan segala hal dalam mimpiku tadi kepada sahabatku, Tyas. Dia hanya tertawa ngakak mendengar kisah mimpiku yang super aneh.

Dua tahun berlalu...

Aku duduk di palang besi pembatas parkiran dan kampus, menatap deretan motor mahasiswa yang terparkir sejajar.

"Yaampun... Ternyata rambutmu ikal toh," godaku. Pada Welt, teman seangkatan, sekaligus pacar pertamaku. Rambutnya agak gondrong dan terlihat jelas ikalnya.

"Iya. Belum potong rambut," katanya. Sambil duduk di palang pembatas sampingku dan menatapku tajam.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu.

"Kok kayaknya wajahmu familier ya?"

"Yaiyalah. Aku kan pacarmu." Welt menatapku bingung. Mungkin mengira aku mengalami amnesia mendadak dan melupakan wajah pacarnya.

"Bukan, maksudku... Sepertinya kamu mirip sesuatu. Mungkin artis atau orang yang kukenal entah dimana..."

Kutelisik wajah Welt. Bukan tampang orang jawa, chinnese atau oriental. Dagu lancip, telinga lancip, rambut ikal gondrong, kulit putih bahkan lebih putih dari kulitku dan sorot mata tajam.

Cowok bermuka aneh, dengan dagu lancip tegas. Terlihat seperti karakter film romawi-yunani kuno. Tapi ini lebih aneh. Rambutnya ikal agak gondrong. Kulitnya... Yaampun, bahkan lebih putih dari aku yang jelas-jelas seorang cewek.

Ah iya. "Akhirnya aku ingat kamu mirip siapa."

"Siapa?" tanya Welt penasaran.

"Kamu mirip karakter yang muncul di mimpiku..."

Welt mendengus kesal. "Ya wajarlah. Aku kan pacarmu. Nggak heran kalau aku sering mampir di mimpimu."

"Tapi... Mimpiku waktu aku baru masih jadi mahasiswa baru. Waktu masih dalam masa... Ospek. Apa waktu ospek kita pernah ketemu ya? Kamu dulu di gugus mana?"

Welt tersenyum sinis. "Aku mah waktu itu malas, nggak ikut ospek."

Heh? Emang boleh ya nggak ikut ospek?

"Lalu kita bertemu pertama kali dimana?"

Welt mencoba mengingat. "Kayaknya waktu kuliah umum fisika dasar deh. Kita kan sekelas."

"Lalu... Bagaimana kamu bisa muncul di mimpiku waktu itu? Kan waktu ospek kamu nggak datang dan kita juga nggak kenal."

"Anggap saja takdir," jawabnya singkat.

Benar juga. Mungkin itu mimpi-jadi-nyataku lainnya. Bukan sekedar bunga tidur biasa.

"Lalu di dalam mimpimu dulu, aku sedang ngapain?"

"Bersembunyi di dalam lemari dapur."

Welt melongok kaget. "Ngapain? Nggak keren banget."

Aku hanya mengangkat bahu.

Ah Tyas. Waktu itu aku bercerita mimpi konyolku ke Tyas. Bisa jadi dia masih menyimpan isi smsku dulu. Tyas kan suka menyimpan sms-smsku yang konyol.

Aku segera hubungi Tyas. Dan memang benar dia masih menyimpan smsku dulu. Dalam hitungan menit sms mimpi konyolku dulu dikirim balik ke aku.

"Tuh, ini mimpiku waktu itu. Wajahmu di mimpiku juga terlihat aneh. Dan lagi ngumpet di lemari. Nggak ada kerennya sama sekali."

Welt hanya tertawa ngakak.

Kenapa aku baru sadar sekarang ya? Mungkin karena aku menganggap mimpi itu hanya mimpi konyol belaka dan aku langsung melupakannya. Toh biasanya rambut Welt cepak, tidak terlihat ikal. Jadi aku baru menyadarinya sekarang.

Hanya saja... Sorot mata Welt di mimpiku dulu terlihat sedih dan...

"Sebelum jadi pacarku, apa kamu... kesepian?"

Welt mengerutkan dahi. "Nggak juga."

Bisa jadi. Bisa jadi tanpa dia sadari, Welt sedang kesepian. Welt terkenal dengan sikap datar, dingin, pintar, arogant dan sosiopat. Malah ada yang mengira Welt adalah psikopat. Dengan aku menjadi pacarnya saja sudah membuat satu angkatan di jurusanku geger.

Di balik sikap arogannya, bisa jadi Welt memang merasa kesepian tanpa dia sadari.

Bisa jadi...

LUCID DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang