#5 : Titik Awal

372 32 14
                                    

Saya lanjutkan ke jaman SMP kelas 1, sekitar tahun 2003. Tahun ini merupakan tahun yang suram karena aku mengalami hal yang mengerikan.

SMPku adalah SMP negeri favorit di Pandaan. Kata kakakku yang juga alumni SMPN 1 Pandaan, kelasnya diatur berdasarkan nilai. Jadi para siswa bisa saingan untuk bisa masuk ke kelas favorit tempat berkumpulnya pemilik otak encer. Ketika zamanku, kelas 1-C adalah kelas favorit. Sedangkan aku duduk di kelas 1-D. Berarti kelas favorit kedua. Yah, not bad lah. Aku akan berjuang agar kelas 2 bisa masuk kelas favorit.

Namun aku sudah mengalami kesulitan di awal ajaran baru. Kondisi mataku membuatku kesulitan mencari teman sebangku. Awalnya aku duduk dengan teman SDku yang juga berada di kelas yang sama. Yah sebut saja namanya Linda. Linda memberontak. Dia merasa terganggu karena aku selalu mencontek catatannya. Aku tidak menyangka Linda membenciku padahal aku kira kita teman dekta. Linda menyuruhku pindah bangku. Bolak balik pindah sampai akhirnya aku duduk di bangku paling depan, bersama siswa laki-laki bernama Haikal. Yah paling nggak Haikal bisa menerima kondisi mataku dan memperbolehkanku melihat catatannya.

Masih dalam suasana diputus sahabat sendiri, suatu Sabtu pagi, aku sudah memakai baju pramuka dan bersiap berangkat sekolah.

"Berangkat sama Mbak Indah lagi? Kemaren naek ojeknya sendiri-sendiri atau bareng?" tanya ibuku.

Mbak Indah adalah tetangga desaku, sama-sama bersekolah di SMP Negeri 1 Pandaan. Bedanya, aku kelas 1, Mbak Indah kelas 2. Mbak Indah juga populer di sekolah karena cantik, putih dan pintar. Untuk berhemat harga ojek, kami biasanya barengan naek ojek, bonceng 3 dengan bang ojeknya.

"Bareng bu. Boncengan bertiga."

"Kamu ditengah kan?" tanya ibuku lagi. Aku mengangguk.

"Nanti kamu naik ojek di tengah saja. Jangan duduk miring. Duduk mengangkang saja seperti cowok. Meskipun Mbak Indah duduk miring, kamu harus tetap duduk cowok."

Mulai deh overprotektif. Entah kenapa pagi itu ibuku jauh lebih bawel dari biasanya. Aku cuma mengiyakan. Lalu berpamitan berangkat menuju rumah Mbak Indah.

Mbak Indah menghampiriku lalu kita memanggil ojek. Karena aku yang paling kecil, secara otomatis aku duduk di tengah, lalu diikuti mbak Indah. Aku dan mbak Indah sama-sama duduk miring. Malu karena aku pakai rok, dan takut terlihat celana dalam ketika turun, sehingga aku mengabaikan petuah ibuku.

Entah kenapa jalanan jauh lebih ramai dari biasanya sehingga sedikit macet di beberapa tempat. Ketika di pertigaan terakhir sebelum SMPku, ojek kami sedikit ngerem, membuat kami kehilangan keseimbangan dan jatuh kebelakang.

Ketika jatuh aku tidak merasakan apa-apa. Setengah sadar melihat pak ojekku melempar helmnya. Dan keramaian. Lalu aku terlelap.

Ketika terbangun, aku sudah berada di bawah pohon. Kakak seniorku yang aku tidak tahu namanya, memberiku air mineral. Aku meminumnya sedikit. Kakak seniorku terlihat cemas dan khawatir. Sering bertanya tentang keadaanku. Tentu saja aku bilang aku baik-baik saja.

"Mbak Indah dimana?" tanyaku. Kakak senior itu tidak menjawab. Malah menawariku untuk menemani jalan ke sekolah. Memang SMPku sudah dekat. Mungkin sekitar 10 menit jalan kaki. Akupun setuju.

Kami jalan kaki, melewati jalanan yang masih dikerumuni orang. Jalan itu posisiku terjatuh bersama mbak Indah. Dan terlihat seseorang berseragam pramuka tergeletak di tengah jalan dan di tutupi kardus. Sedikit mencelos karena kusadari itu adalah Mbak Indah.

"Mbak Indah kok dibiarin disitu? Kenapa nggak dipinggirin?" tanyaku lagi. Kakak senior sebelahku hanya terdiam sambil menahan tangis. Aku mau mendekat untuk membangunkan Mbak Indah. Tapi aku melihat sesuatu yang membuatku sedikit mual. Sesuatu yang berceceran di dekat Mbak Indah.

Tangisku pun pecah.

Ternyata ketika jatuh ke belakang, ada bus dari arah berlawanan lewat dan mengenai Mbak Indah. Sedangkan kepalaku hanya selisih telapak tangan dari ban bus. Begitu kata para saksi yang ada di tempat kejadian. Sedangkan supir ojek selamat, tapi harus berurusan dengan polisi.

Ketika memasuki gerbang SMPku, teman-teman memelukku, menginterogasiku, dan ada pula yang menatapku simpati. Aku hanya terdiam dan menangis. Aku tidak sanggup membayangkan keadaannya Mbak Indah. Apakah bisa selamat atau sudah terlambat. Waktu itu aku masih kelas 1 SMP dan kali pertamaku mengalami hal tragis seperti ini.

Aku disuruh masuk ke ruang guru. Suguhan air mineral tidak tersentuh olehku. Para guru berusaha menginterogasi tapi aku hanya terdiam. Kurasa waktu itu kegiatan belajar mengajar dihentikan sehari.

Seorang ibu guru memanggilku keluar ruang guru. Dan aku melihat ibuku datang ke sekolah tergesa-gesa. Ibuku yang hanya pakai baju daster dan rambut semrawut, juga mata yang sembab karena tangis. Aku langsung lari memeluk ibuku, menangis dalam pelukannya.

Aku diperbolehkan langsung pulang bersama ibu. Aku mendapat kabar bahwa Mbak Indah dibawa ke rumah sakit Bangil dan meninggal dunia. Aku hanya terdiam di dalam kamar, dengan sesekali menangis.

Sempat aku mendengar ibuku cerita ke budheku, bahwa ibuku sempat bermimpi di malam sebelumnya. Yaitu mimpi mandi, tapi dalam keadaan telanjang dibalut handuk. Kata ibuku, menurut orang Jawa, mimpi telanjang dan mandi berarti buruk. Sebuah petanda akan terjadi sesuatu atau kehilangan sesuatu. Untung waktu di mimpi, badan ibuku masih terbalut handuk.

Mungkin sejak saat itu, aku mulai sedikit percaya dengan yang namanya mimpi. Karena adakalanya mimpi adalah sebuah pertanda akan terjadi sesuatu di masa depan. Dan sejak saat itu pula, aku mulai fobia dengan darah, melihat otak (walau hanya gambar atau otak hewan sekalipun), dan trauma. Trauma yang membuatku tidak bisa mengendarai motor hingga detik ini (meskipun aku sudah belajar berkali-kali).

Untuk almarhum Mbak Indah, Maaf. Karena waktu itu aku merayu mbak Indah agar aku bisa berangkat bareng Mbak dengan berbonceng tiga. Maaf, karena aku duduk di tengah. Maaf, karena aku tidak menuruti ibuku dan duduk miring, sehingga membuat tidak seimbang. Sekali lagi maaf, untuk segala hal. Semoga Mbak tenang di alam sana. Amin.


LUCID DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang