017. Trust issue

1.7K 160 8
                                    


Kepercayaan sudah menjadi masalah pokok dalam keluarga besarku. Aku melihat bagaimana mereka menikah hanya diatas kertas dan tetap menjalani hidup mereka semaunya. Tetap memilih berkencan dengan orang lain dan akan berpura-pura romantic saat berkumpul dengan keluarga besar.

Ayah Haley yang memilih berselingkuh walau pada akhirnya kembali pada istrinya. Orang tua Megan yang memilih menyibukkan dirinya masing-masing dan tidak mengacuhkan anaknya, memilih menitipkan anaknya pada Pop. Aku masih ingat bagaimana raut menyesal yang ditunjukkan mereka saat Megan menolak mengakui mereka sebagai orangtua lagi. Tapi tebak, apa itu berlangsung lama? Tidak. Keesokan harinya mereka kembali ke London dan bertingkah seperti tidak ada yang terjadi.

Dan aku, orang tuaku memilih hubungan open relationship dimana Mom dan Dad bebas berkencan dan berhubungan sex dengan siapapun dengan dasar suka sama suka. Aku masih ingat saat aku di kurung di kamar saat orang tuaku kedatangan teman-temannya, yang baru aku tahu saat umurku limabelas tahun kalau mereka melakukan pesta sex.

Aku masih ingat bagaimana Pop menarikku untuk tinggal dengannya bersama Haley dan Megan saat aku tidak sengaja bercerita apa yang aku alami malam itu. Orang tua tidak marah sama sekali. Mereka hanya mengendikkan bahu saat Pop menggandeng tanganku dan mendorongku masuk kedalam mobil mewahnya.

Aku yang pada saat itu hanya tahu kalau orangtuaku terlalu sibuk berbisnis hanya mengiyakan saat Pop memintaku berpindah tempat tinggal dan bergabung dengan Megan dan Haley. Aku masih ingat aku bertanya apa aku dibuang seperti Megan? Pop saat itu hanya mengusap kepalaku dan mengatakan kalau dirinya kesepian dan butuh ketiga cucu perempuannya

Aku masih hidup satu kota dengan orangtuaku. Rumahku dan rumah Pop hanya berjarak kurang dari tigapuluh menit. Tapi aku hanya bertemu dengan mereka saat malam Natal selama dua jam tanpa ada obrolan yang berarti selain bertanya kabar masing-masing.

Mereka tidak bertanya sekolahku, tidak juga bertanya tentang kehidupan sosialku. Mereka hanya bertanya tentang kabarku dan mengatakan kalau mereka tetap rutin membayar credit card platinumku dan mentranfer sejumlah uang untuk simpananku.

Saat umurku masih pada angka belasan, kenyataan aku mempunyai uang tanpa limit adalah kesenangan tersendiri. Aku berbelanja tanpa ada yang melarang. Orangtuaku tidak peduli seberapa banyak uang yang sudah aku hamburkan. Pop memilih hanya melihat tingkahku dan senyum tipisnya.

"Aku anggap apa yang kau lakukan ini hanya sebagian pelarianmu, Jessie dear."

Dulu aku tidak tahu apa maksud yang Pop katakan. Tapi saat umurku duapuluh dua tahun dan tidak sengaja bertemu Mom bersama seseorang yang kelihatan jauh lebih muda darinya, aku baru menyadari apa maksud perkataan Pop.

Aku kesepian. Dan aku memilih berbelanja dan menghamburkan uang.

Aku masih ingat bagaimana Mom tersenyum kearahku dan mengajakku makan di sebuah restoran Italia dan menyuruh pasangannya pergi entah kemana karena dia ingin berbicara pada temannya.

Teman. Ibuku mengenalkan aku sebagai temannya.

"Dia berumur duapuluh lima tahun, Jessie. Aku tidak mungkin mengatakan kau anakku kan? Umur kalian hanya bertaut tiga tahun."

Aku memilih diam dan melihat Mom yang sedang menyesap anggurnya.

"Kami memilih ini, Jessie, karena bercerai jelas-jelas berdampak tidak baik bagi bisnis yang kami rintis dari awal. Kau tahu kan aku tidak suka dengan bisnis yang Pop dirikan? Jadi kami memilih menyenangkan diri kami masing-masing."

"Kenapa?"

Mom terkekeh geli. "Bertahan dengan satu lelaki seumur hidupmu itu membosankan, Jessie! Ya Tuhan... kau takut AIDS? Apa gunanya kondom dan check kesehatan berkala?" Mom kembali menyesap anggurnya. "Kesepian pasti dialami semua orang, Jessie. Hanya bagaimana mereka berusaha menghilangkannya. Mungkin kau dengan berbelanjamu dan kami dengan berganti pasangan tiap malam. Dan itu mengasikkan, kau tahu?"

Aku ingat bagaimana aku bergidik ngeri saat melihat seringaian yang ibuku tunjukkan. Aku bukan gadis polos yang masih perawan di umur duapuluhan. Aku kehilangan keperawananku saat aku berumur tujuhbelas tahun dengan kekasih pertamaku. Dan aku tetap melakukan sex hanya dengan kekasihku. Tapi setelah aku bertemu dengan ibuku, aku mulai berubah.

Aku mulai ke klub hampir setiap malam dan berakhir di ranjang dengan orang asing. Aku bahkan tidak pernah repot-repot bertanya tentang nama mereka, karena aku selalu pergi saat mereka belum bangun.

Aku mulai rajin berganti-ganti kekasih saat aku merasa kekasihku mulai menuntut komitmen yang masih terlihat menakutkan untukku. Bayangan orangtuaku masih belum bisa aku hapuskan begitu saja.

Memang semua orang hanya tahu kalau cita-citaku adalah menikah muda. Ya, itu salah satu kamuflaseku seakan-akan apa yang aku lakukan sekarang adalah pembenaran dari tujuanku mencari pasangan hidup yang tepat.

Tapi tidak. Semakin aku berkencan dengan lelaki, semakin aku tahu kalau hampir semua lelaki yang sudah 'bermain' denganku mempunyai sifat yang tidak berbeda jauh dengan orang tuaku.

Dan saat aku melihat Drew di rumah Megan, yang muncul di kepalaku adalah bagaimana aku bisa menghabiskan satu malam hebat dengannya dan melupakannya begitu saja. Tapi tidak, Drew tidak melakukan itu.

Dia melakukan pendekatan yang tidak bisa ku tolak. Dan itu membuatku sedikit ketakutan. Tapi semua itu semakin memuncak saat Drew menghilang ke Italy. Kepercayaan yang sudah susah payah aku bangun, langsung luluh lantak tanpa ampun. Bayangan orangtuaku kembali menghantui. Mungkin kali ini bukan hubungan heteroseksual saja, tapi bisa jadi homoseksual, mengingat Drew yang mengaku gay saat awal pertemuanku dengannya.

Bayangan Drew yang membawa lelaki lain ke dalam rumah dan memintaku untuk tidak menganggu mereka karena ia bosan denganku, selalu menyeruak setelah Drew kembali dari Italy. Dan kepergiannya yang kedua membuatku membulatkan diri untuk mundur. Tapi ternyata tidak semudah itu.

Aku sudah jatuh cinta terlalu dalam dengannya.

Entah sudah berapa kali aku maju-mundur dengan keputusanku ini. Aku ingin bersama Drew tapi ia selalu marah saat aku singgung tentang kehidupannya terdahulu.

Tidak. Aku tidak akan menghakiminya. Aku hanya tahu sejauh apa hubungannya dulu. Sejauh apa dia menginginkanku. Dan sejauh apa keinginannya untuk mempertahankan diriku. Tapi semua itu seolah buntu dan Drew selalu mengira aku jijik pada dirinya.

Tidak. Aku tidak jijik dengannya. Aku takut aku harus kehilangan lagi.

-o0o-

Aku masih ingat dengan jelas saat Haley dan Megan berdiri menyambutku dan langsung meraihku dalam pelukan hangat mereka. Pelayan Pop langsung mengambil kotak obat dan baskom berisi air hangat. Megan membersihkan lukaku dengan airmata yang mengucur dari kedua matanya. Umpatan-umpatan keluar dari mulut Haley dan Megan secara bergantian, dan aku hanya memilih diam sembari tersenyum miris.

Keesokan harinya aku masih harus berjalan tertatih-tatih ke kantor, meninggalkan killer heels-ku dan berganti dengan sneakers. Pop mengijinkanku untuk berlibur beberapa hari sampai kakiku sembuh. Haley dan Megan pun bersedia meng-handle pekerjaanku, tapi aku memilih untuk tetap masuk dan mengerjakan apa yang seharusnya aku kerjakan, karena bertahan dirumah sendirian dengan pikiranku yang masih kacau itu bukan ide yang baik.

Tapi ternyata rencana yang kususun di kantor dengan segudang kesibukanku yang mungkin bisa mengalihkan sedikit perhatianku, tidak berjalan semestinya.

Bukannya aku mulai memeriksa emailku, tapi aku malah membuka laman untuk menulis pesan baru yang di address bar sudah tertulis alamat email Drew. Entah apa yang aku pikirkan sebelumnya, tapi dengan lincahnya aku menulis email itu dengan lancar, berbeda jauh saat aku berhadapan dengan Drew.

Dan sekarang, semua keputusan ada di tangan Drew, apa yang seharusnya kulakukan, sudah kulakukan semuanya.

Dan kini, hanya keajaiban yang aku harapkan.

-o0o-

Saya berhasil nulis dua bab hari ini. ahahaha.... 

Makasih banget buat cerita-cerita wattpad yang beberapa hari ini saya baca dan akhirnya nemu yang sesuai selera saya wkwkwk... maaf buat author-author yang dapet bombardir vote dan komen dari saya :)

Part selanjutnya POV nya Drew ya... dan menurut saya masih ada dua part lagi sebelum ending dan itu udah termasuk epilog. Saya usahakan diselesaikan hari ini jadi saya bisa posting setiap hari. Tapi saya ngga janji ya!

ENJOY!

002. Gay GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang