Aku kembali menenangkan diri, bukan melarikan diri karena Gossip Gank tahu aku berada di mana. Sekarang aku ada di Heathman, Portland. Oh yeah, anggap saja sekarang aku sedang berpura-pura menjadi Anastasia Steele yang sedang menunggu Christian Grey, minus dengan BDSM nya. Ugh, aku suka meraba partner bercintaku, dan membayangkan aku menjadi objek permainan hanya membuatku bergidik ngeri. Aku merasa seperti sex doll, dan itu bukan perasaan yang baik.
Aku menghela napas berat dan kembali meraih gelas fruit punchku, walau dimeja sebelahku sudah tersedia borboun, whisky bahkan vodka. Aku tidak memesan wine, karena menurut Megan dan Haley, wine terlalu berharga jika diminum dalam keadaan patah hati. Wine seharusnya diminum saat kita sedang melakukan sebuah perayaan. Dan bodohnya aku menuruti kata mereka yang sebenarnya tidak ada dasarnya sama sekali.
Aku mendorong meja dan kursi agar mendekat ke arah jendela besar kamarku lalu menyesap fruit punchku perlahan. Tidak, untuk sekarang alkohol bukan pilihan terbaik sebagai pelarian rasa patah hati dan kecewa, walau banyak orang yang bilang bahwa alkohol merupakan teman patah hati terbaik. Aku tidak menyetujuinya untuk saat ini, karena aku dengan jelas sangat tahu kalau satu sloki whisky tidak akan cukup untuk kali ini. Mungkin aku butuh berbotol-botol whisky sebelum petugas hotel menemukan mayatku beberapa hari kemudian.
Sesampainya aku di hotel, Megan meneleponku kalau Drew menemuinya dengan wajah penuh emosi dan memintaku untuk mau bertemu dengannya dan membicarakan beberapa hal. Aku tebak kalau Samuel sudah menceritakan pembicaraan kami tempo hari, entah seperti apa yang sudah kami bicarakan, atau dia tambah-kurangi. Aku tidak peduli. Karena saat ini aku sedang berusaha menerima kalau aku patah hati karena seorang lelaki.
Ya, aku tidak pernah berminat berebut apapun. Aku ingat dulu saat kami kecil, kalau Megan atau Haley tiba-tiba tertarik dengan mainan yang sedang kupegang, mainan itu akan langsung aku berikan, dan aku akan mengambil mainan yang lainnya. Aku tidak suka berebut apapun, karena itu hanya akan menyulut emosiku. Dan aku paling tidak suka saat seseorang berhasil menyulut emosiku, seperti Drew.
Sudah seharusnya aku menjauhinya dari awal. Aku ingat dengan jelas bagaimana pandangan dinginnya mampu menyulut emosiku yang selalu terpendam di dalam diriku. Atau bagaimana aku emosi saat dia sedang berusaha berdekatan dengan Gossip Gank dan membuatku harus berada dilingkaran yang sama dengannya. Aku benci saat dia ada dan aku kehilangan kendali diriku.
Megan bilang, kemarin Drew sempat emosi dengan nada tingginya, sampai dia memohon pada Megan untuk memberitahunya dimana aku berada karena dia akan segera menyusulku. But thank God, Megan tidak memberitahunya walau Megan sangat ingin menjawabnya.
Drew tidak terlihat baik-baik saja.
Satu kalimat yang berhasil membuatku meragukan keberadaanku sendiri disini. Untuk apa aku menyepi? Apa yang aku hindari?
Aku kembali menghela napas dan berjalan menuju ranjang, mengumpulkan beberapa barang-barangku dan mengaktifkan handphoneku. Aku memutuskan untuk kembali ke rumah setelah dua hari menyepi. Yah, paling tidak masalah memang harus dihadapi dan diselesaikan, kan?
Aku memandang handphoneku yang bergetar dan berkelap-kelip menunjukkan caller ID yang membuatku menahan napas. Drew meneleponku setelah sepuluh detik handphoneku aktif!
"Hallo." Ucapku tenang. Aku mendengar deru napas Drew walau Drew tidak membalas sapaanku sama sekali. "Aku tutup."
"Kenapa, J?" tanyanya lemah.
"Samuel sudah bercerita padamu?" tanyaku berusaha tenang.
"Aku butuh bertemu denganmu." Ucapnya penuh penekanan. "Bisa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
002. Gay Guy
Roman d'amour"Mungkin tidak kalau dia jodohku?" Jessica percaya kalau lelaki yang dibawa Megan tempo hari adalah jodohnya. Persetan kalau dia menolak! Toh ia bisa memaksanya kan? cover by A-List