Chapter III

1.8K 261 31
                                    

Dinginnya cuaca malam, tak menyurutkan tekad lelaki mungil itu untuk membelah jalanan sepi kota Seoul. Hanya berbekal hoodie dan celana panjang yang membungkus tubuhnya, sosok lelaki ini terlihat sibuk menyusuri jalanan seorang diri.

Pakaiannya yang oversize seperti menenggelamkan tubuh mungil itu. Ditambah beanie rajutan yang membungkus surai hitam berkilau itu, bisa dibayangkan betapa manis dan menggemaskannya lelaki mungil tersebut.

Jalanan yang dilintasi si mungil terlihat sangat sepi. Maklum saja, waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, jadi, jangan salahkan siapa pun, jika di sepanjang perjalanan, si mungil tidak menjumpai bus yang melintas.

Lelaki mungil itu mengutuk kebodohannya sendiri. Ia terlalu larut dalam pekerjaan yang ia lakoni, hingga tidak menyadari shift kerjanya melebihi waktu yang telah ditentukan. Sungguh lelaki kecil yang bodoh. Ia menyadari jika dirinya bodoh dan tidak berguna. Bahkan pasangannya sendiri membenci keberadaannya. Mengingat hal tersebut, entah kenapa membuatnya merasakan perasaan sesak. Namun, ia menggelengkan kepala lemah. Ia tidak akan menyesali apa yang telah ditakdirkan tuhan padanya.

Dengan langkah pelan si mungil menyusuri gang sempit yang gelap. Ia ingin menghemat waktu, hingga memutuskan melewati gang gelap tersebut. Sebuah keputusan yang sangat berani untuk lelaki penakut seperti dirinya. Mungkin, jika ada yang melihat aksi berani tersebut, si mungil akan mendapat pujian karena keberaniannya yang tidak masuk akal. Dengan menguatkan diri, si lelaki mungil menerobos gang gelap dan menyeramkan tersebut. Hawa dingin berembus menerpa wajah cantiknya yang pucat. Keadaan gang yang gelap tanpa penerangan, sangat berhasil membuatnya ketakutan hingga terjatuh berkali-kali, mengingat gang tersebut memiliki banyak lubang. Suasana yang sunyi dan menakutkan, membuat jantung lelaki mungil itu berdetak di luar kendali. Keringat dingin bahkan membasahi sekujur tubuhnya. Jika sudah seperti ini, ia akan merasa sesak.

"Hah.. hah.." Napasnya tersengal.

Dengan tenaga yang sangat minim, si mungil berusaha sekuat tenaga mencapai ujung gang yang sudah berada di depan mata. Tangan mungilnya menyentuh kasar permukaan tembok pinggir gang guna mencari sandaran. Si mungil terlalu panik dan takut, hingga ia merasakan tembok gang di sebelahnya menyempit seolah hendak menelannya. Ia merapal doa, 'Ayah.. appa... tolong lindungi aku,'  bisiknya di tengah udara dingin yang terasa mencekik.

Seperti mendapat tenaga tambahan, akhirnya, lelaki mungil itu berhasil keluar. Tubuhnya bergetar hebat dan jatuh terduduk di pinggir jalan. Si mungil masih mencoba menstabilkan detak jantungnya yang menggila. Keadaannya mirip seorang tahanan yang berhasil lolos dari maut.

Hampir dua puluh menit lebih, lelaki mungil itu menenangkan diri dalam diam. Hingga akhirnya, dengan perlahan, ia berdiri dan melangkah menuju kawasan elite kota Seoul. Tubuh ringkihnya mulai menggigil dingin, bahkan bibir merah itu sudah berubah warna. Ia harus cepat pulang, jika tidak ingin tubuh lemahnya terkapar tidak jelas di jalanan.

....

Terlihat gerbang tinggi nan kokoh membentang seolah menjadi penjaga bagi rumah elite di dalamnya. Si mungil mencoba memasukkan digit angka yang telah dia hafal di luar kepala. Tangannya yang mungil menekan barisan tombol kecil berwarna hijau, hingga bunyi 'klik' terdengar memecah sunyi di tempat itu.

Rumah mewah yang sangat besar adalah pemandangan pertama yang menyapa mata sipitnya. Kebun luas dan berbagai jenis tumbuhan menjadi pelengkap apik dari rumah tersebut. Kesan hangat dan bahagia memang tampak menyapa dari luar. Sangat berbanding terbalik dengan kondisi asli dari rumah ini yang sesungguhnya dingin dan sepi.

Jimin menyeret kakinya yang mungil melewati ruangan besar yang diyakini berfungsi sebagai ruang tamu dan keluarga. Rumah ini begitu luas. Berbagai jenis perabotan tersusun apik di dalam lemari kaca. Di sebelah sofa dekat tempat perapian, terdapat rak buku tinggi yang terisi penuh oleh buku-buku tebal dari literator bisnis terkenal. Pemiliknya tentu saja sang kepala keluarga yang merupakan presdir dari perusahaan properti terbesar di Korea.

FATE : PAIN, REVENGE AND LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang