Sudah hampir tiga puluh menit tangan mungil itu berkutat dengan segala jenis bahan makanan yang baru saja ia beli dengan bersusah payah. Yah, si mungil baru saja membeli berbagai jenis keperluan dapur dan membawanya seorang diri. Sungguh lelaki mungil yang malang.Mata sipitnya kembali melihat ulang barang belanjaan tersebut, guna memastikan apa ada yang kurang atau mungkin lupa dibeli oleh si mungil.
"Sayur," Tangan mungil itu menaruh bungkusan berwarna hitam.
"Buah," Kembali tangan mungil itu mengambil sebuah kantong berwarna putih yang didalamnya penuh berisi buah-buahan.
"Daging," Suara lembut itu mengalun memenuhi dapur besar keluarga Kim.
"Bumbu, kopi, gula, Hah, kurasa ini sudah lebih dari cukup." Ucap Jimin lirih. Dengan telaten tangan mungil itu kembali menyusun dan memasukkan bahan makanan tersebut ke dalam lemari pendingin.
Tangan rapuh itu terlihat sangat terlatih mengatur dan menyusun sesuatu. Terbukti kini dapur yang tadinya penuh dengan berbagai jenis barang, sekarang sudah bersih dan tersusun dengan rapi. Bibir merah tersebut terangkat memperlihatkan senyum yang sangat cantik di wajah seputih porselen milik lelaki mungil itu.
Jimin membuang napas lelah. Jemarinya yang mungil mengusap lembut peluh yang menetes di sekitar wajahnya. Ia duduk sejenak, mengumpulkan tenaga yang terasa sangat sulit ia dapatkan akhir-akhir ini. Jimin terlalu lelah dengan jalan hidupnya yang seperti ini. Takdir seolah bermain dan tertawa di tengah rasa bersalah yang selalu menghantui dirinya.
Busan, 12 Oktober.
Rumah besar keluarga Park terlihat sangat berbeda. Hari ini adalah hari yang sangat special untuk salah satu pewaris kekayaan Park tersebut.
"Ayah, aku gugup," Lelaki mungil tersebut terlihat sangat tegang. Jari-jari lentiknya bahkan tertaut sangat erat. Matanya bergerak tidak fokus.
"Ha.. ha.. Aigoo, uri Jihoonie kenapa gugup, hmm~?" Lelaki paruh baya yang bernama lengkap Park Chanyeol itu membelai rambut Jihoon dengan lembut.
"Bukankah kau merindukan calon suamimu itu, hmm~?" Tambah ayahnya menggoda. Jihoon menundukan kepala mendengar pernyataan dari ayahnya. Rasa panas menjalar di pipinya yang cubby. Pipi putihnya sekarang berubah warna menjadi merah dan itu terlihat sangat lucu.
"Ayah~" Rengek Jihoon sambil memeluk ayahnya erat.
Melihat tingkah anaknya yang sebentar lagi akan melepas masa lajang, Chanyeol tersenyum penuh haru. Waktu begitu cepat berlalu. Jihoon mungilnya yang dulu ia gendong dan timang dengan sayang, kini tumbuh menjadi lelaki cantik yang sebentar lagi akan berganti marga mengikuti marga sang calon suami.
"Hah, ayah akan sangat kesepian di rumah ini setelah malaikat kecil ayah pergi mengikuti pujaan hatinya ke Ilsan." Chanyeol memasang wajah sedih.
"Aku akan sering berkunjung ke Busan, ayah. Lagi pula pernikahaanku dan Tae hyung masih dua bulan lagi. Appa masih memiliki waktu bersama Jihoonie di sini." Jihoon mencoba meyakinkan ayahnya dan memeluk tubuh tinggi besar itu dengan kasih.
"Apakah appa ketinggalan sesuatu?" Lelaki cantik lainnya muncul dari arah dapur. Mata sipit lelaki cantik paruh baya itu berhiaskan eyeliner tipis yang semakin membuat kecantikannya sempurna. Pantas saja tuan Park Chanyeol begitu betah berada di rumahnya, mengingat ada sosok cantik yang selalu siap menghangatkannya kapan pun dan dimana pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE : PAIN, REVENGE AND LOVE
FanfictionKehilangan kekasih tepat saat pernikahan di depan mata, menyisakan rasa hancur yang teramat dalam di hati Taehyung. Kehidupannya yang dahulu bagaikan Surga, berubah menjadi Neraka ketika sang ayah mengikat dirinya dengan lelaki mungil yang menjadi a...