Part 2

856 56 2
                                    

Saat sampai di sebuah rumah bernuansa mistis tanpa lampu penerang yang berada di tengah sebuah hutan lebat. Aku mendorong pintu hitam yang  sangat tebal seperti tembok dengan seluruh kekuatanku. Aku melihat ayahku yang tampak tegang saat melihat pintunya terbuka.

"Ada apa ayah? Apa ada manusia yang mencoba menyakiti ayah? Kenapa ayah tercengang melihat pintu ini terbuka, padahal ayah tau bahwa yang kuat mendorong pintu ini hanya aku dan ayah saja!" tanyaku kepadanya.

"Tidak! Kau tidak boleh kemari! Pergi kau. Kau hanya akan menyakitinya!" teriak ayahku yang tampak begitu gugup.

"Ada apa sebenarnya ini yah, Alex sudah biasa datang kesini untuk menengok ayah dan ibu. Dan ini Alex bawakan darah untuk ayah!" jawabku yang masih belum paham akan kata-kata dari ayahku, sembari menyodorkan sebuah botol yang berisikan darah segar manusia.

"Lihat dia! Hahahahaha! Aku telah menghisab darahnya! Kau terlambat Alex." teriak ayahku sembari mendorong sebuah tembok.

Aku terkejut saat melihat ibuku telah meninggal, sebab ayahku sendiri yang telah menghisab darahnya. Aku langsung membanting tubuhku untuk memeluk raga ibuku.

"Ayah! Kenapa ayah melanggar janji ayah? Alex akan kesini setiap bulan dan membawakan darah pada ayah, begitupun ayah berjanji tidak akan menghisab darah ibu!" berontakku sembari mendorong ayah.

"Aku tahu, Alex. Tapi kemarin keadaannya berbeda. Aku sakit dan merasa lemah, dan ibumu mengizinkan ku untuk menghisab darahnya!" jawab ayahku dengan pelan.

"Tapi ayah tidak bisa mati jika tidak terkena matahari. Jadi selemah-lemahnya ayah, ayah pasti bisa bertahan dan menunggu Alex membawakan darah manusia!" tegasku sembari melangkah menggiring ayahku ke sebuah sudut tembok.

"Tapi ibumu juga manusia, dia tidak sama dengan kita Alex. Kau tidak bisa menyakiti ayahmu, karena kita sama dan dia yang berbeda." jawab ayahku.

Mendengar kata-kata itu aku terbawa emosi. Aku mulai menyerang ayahku, begitu pun ayahku yang juga menyerangku.
Di dalam bangunan mistis itu terjadilah sebuah peperangan hebat antara aku dan ayah. Sampai darah manusia yang kubawa, tumpah dari botolnya dan mengguyur basah tubuh ibuku. Aku dan ayah menghentikan perkelaian ketika mendengar sebuah suara.

"Aaagh! Segar!" kata ibuku

"Ibu apakah kau baik-baik saja?" tanyaku.

"Aku bisa sepertimu dan seperti ayahmu. Oleh sebab itu ibu merelakan ayahmu menghisab darah ibu, karena ibu dapat kembali hidup setelah mendapatkan darah manusia." jawab ibuku.

"Seharusnya kau tak terbawa emosi Alex. Ayah dari awal ingin menjelaskan itu padamu, tapi kau terlanjur menyerangku. Dan ayah harus mempertahankan diri ayah." sahut ayahku.

"Maafkan Alex ayah. Itu semua terjadi karena Alex sayang pada ibu. Alex tidak mau ada seorang pun yang menyakiti ibu." kataku sambil memeluk ayah.

"Ayah menyayangimu Alex. Ayah telah memaafkanmu." jawab ayah sembari membalas pelukanku.

"Bermalamlah disini Alex." pinta ibuku.

Aku pun menganggukkan kepalaku sebagai jawabannya.

"Besok hari minggu, sekolahku libur ibu. Aku tentu akan bermalam disini." lanjutku.

"Sekarang, mari kita berpesta dengan sisa darah manusia yang kau bawa." kata ayahku.

Aku membantu ibu untuk berdiri dari tempat tidur. Kita menuju ke ruang makan, dan ku tuangkan darah itu ke dalam tiga cangkir antik milik keluargaku.

***
Setelah pesta kami sudah selesai, aku masuk dalam kamar kecilku dulu. Kubuka sebuah album foto yang penuh debu dari rak bukuku.
Aku melihat semua foto-foto masa kecilku dulu. Aku teringat saat-saat aku belum menyadari bahwa diriku adalah seorang vampire, dan masih memiliki banyak teman.

"Angelina Bella Lucidus, kau ada dimana sekarang? Kekasih dimasa kecilku. Hahaha konyol!" gumamku sembari berbaring di ranjang empuk yang berwarna merah.

***

Maaf ya guys, kalo gak menarik.
Because, my heard pusing mikirin nih cerita. Hahaha.

Maklum masih belajar nulis cerita horornya.

Jangan lupa tinggalkan vote kalian ya
...

Shelfina
Rabu, 28 februari 2018
20:10

I'am VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang