Prolog

900 40 1
                                    

Mohon vote nya ya :)


Pagi yang indah, kehangatan telah menyelimuti bumi walau matahari tampak malu-malu menunjukkan sinarnya. Caroline sudah bangun, namum dia terlalu malas untuk beraktivitas, wajar saja, ini hari libur. Bermalas-malasan di hari libur sangat dianjurkan, apalagi untuk mahasiswi kedokteran yang kesehariannya dipenuhi dengan hal-hal yang menyiksa otak.

Dia terus berbaring di atas ranjang queen size sambil memeluk si Panda pemberian Frikson. Bicara tentang Frikson, Caroline masih enggan untuk menemuinya. Dia dilema. Jika boleh jujur, dia memang memiliki perasaan spesial pada pria itu. Tapi situasi saat ini sedang tidak memungkinkan untuk dia menerima cinta dari siapapun, termasuk Frikson. Kondisi sekarang tidak semudah mengatakan 'i love you too', lalu mengubah status di media sosial menjadi in relationship.

Salah satu alasannya adalah Enggar. Benar, Enggar sedang membutuhkannya. Caroline mendesah malas, sekarang dia hanya bisa berharap sedikit pengertian dari Frikson. Tapi jika Frikson tidak bisa mengerti, apa boleh buat? Berarti mereka tidak berjodoh.

Tiba-tiba ponsel Caroline berdering, sederet nomor tertera pada layar pipih itu. Caroline segera mengangkat telepon, penasaran dengan siapa yang berani mengganggu hari liburnya.

"Halo, dengan Caroline disini."

"Halo Caroline, maaf mengganggu hari libur anda. Ini kapten Edy dari kepolisian Medan."

"Iya kapten Edy, ada yang bisa saya bantu?"

"Begini, terkait kecelakaan Kakak anda, Nathan. Kami menemukan sebuah keganjilan."

Caroline mengernyit heran, kasus kecelakaan yang telah menewaskan kakaknya telah lama ditutup, kenapa sekarang dibuka kembali?

"Keganjilan apa maskud anda?"

"Ada sebuah kemungkinan baru, yaitu pembunuhan berencana."

"Apa?!" Caroline menjerit kaget, bulu kuduknya meremang seketika.

"Untuk itu, bisakah anda ke kantor polisi sekarang?"

"Baik kapten, saya segera kesana."

Caroline menutup telepon, dadanya bergemuruh takut. Ia lebih bisa menerima kecelakaan lalu lintas ketimbang pembunuhan sebagai penyebab kematian Nathan. Siapa yang berniat membunuh Kakak? desisnya menahan geram.

Setelah mencuci muka dan berganti pakaian, Caroline segera berjalan keluar kamar menuju garasi mobil. Dia tidak sabar mendengarkan penjelasan polisi, tidak ada waktu untuk mandi dan berdandan. Dia harus bergegas ke kantor polisi.

Kakinya tersandung oleh sebuah kotak saat membuka pintu rumah. Caroline mengamati kotak kayu yang terletak tepat di depan pintu rumahnya. Tanpa pikir panjang, ia mengambilnya lalu membuka tutup kotak itu.

Wajahnya berubah tegang seketika. Dalam kotak itu ada seikat bunga edelweis segar, berikut sebuah kertas dengan tulisan tangan yang ditulis rapi.

Caroline yang baik,
Maaf telah memaksamu
Aku hanya terlalu yakin jika akulah yang terbaik untukmu
Semoga kamu dan Enggar berbahagia selalu

Caroline yang cantik,
Aku telah memutuskan untuk menerima beasiswa magister di Jerman
Aku pergi dulu
Semoga keabadian dan ketulusan cinta menyertai kamu

Frikson

Dada Caroline terasa sesak, air matanya tertumpuk di sudut mata. Ia menyesal dengan pemikirannya tadi, pemikiran tentang tidak masalah baginya jika Frikson tidak bisa mengerti. Faktanya sekarang, Caroline memang memiliki perasaan khusus pada pria itu, perasaan yang lebih dari sekedar suka ataupun kagum. Caroline malas mengakuinya, tapi dia cinta. Ya, dia memang cinta pada Frikson, pada pria yang memberinya seikat bunga edelweis.

Cinta kerap kali datang terlambat. Caroline baru menyadarinya ketika cinta telah pergi. Ada sebuah ruang yang kosong, dulu dia tidak pernah merasakannya, karena ada Frikson yang selalu mengisi ruang itu. Namun ketika Frikson pergi, barulah ia merasakan, sakitnya kehilangan serta perihnya kekosongan.

***


Edelweiss for CarolineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang