Sharon Tidak Hamil

313 12 5
                                    

"Apa?" seru Frikson dan Nathan bersamaan. Raut kaget dengan kening yang berkerut menghiasi wajah tampan keduanya.

"Kamu serius, Lin?" tanya Nathan memastikan.

Caroline mengangguk mantap. Mereka sedang berada di ruang tunggu pasien, sedang Sharon sudah hampir 15 menit berada di ruang pemeriksaan kehamilan. Sharon langsung dibawa ke rumah sakit terdekat setelah insiden pendarahan itu.

"Test pack akurat hingga 99%. Artinya ada kemungkinan sebesar 1% hasilnya keliru." Caorlin e mulai memaparkan penjelasan pada kedua pemuda di hadapannya. "Cara kerjanya dengan mendeteksi hormon HCGdalam air seni. Sebenarnya hormon ini hanya ada pada wanita hamil. Namun ada beberapa kasus dimana hormon HCG ini meningkat pada wanita yang tidak hamil."

"Kenapa bisa begitu?" Kali ini Frikson yang tak mampu mengendalikan keingintahuannya.

"Bisa terjadi karena beberapa faktor, seperti pengaruh obat-obatan, bahan kimia, dan kurasa yang paling masuk akal adalah karena konsumsi vitamin C dalam dosis tinggi. Hal itu bisa meningkatkan kadar HCG pada wanita yang tidak hamil sekali pun." Caroline menutup penjelasannya.

Frikson masih tidak mengerti. Seharusnya dia bisa bernapas lega seandainya benar Sharon tidak hamil. Tapi tetap saja, Sharon telah menodai mahkotanya dengan seorang pria yang bukan suaminya. Terlepas hamil atau tidak, hubungan seperti itu tetap akan membekas pada wanita.

Pintu ruang pemeriksaan terbuka. Sharon keluar dengan membawa kertas hasil USG. Wajahnya tampak datar dan bingung, matanya nyalang. Dia tidak tahu harus bersikap bagaimana dengan kabar baik ini. Sharon tidak hamil. Yang barusan terjadi bukan pendarahan karena keguguran, tapi adalah si merah yang memang harus datang setiap bulannya.

"Sharon," panggil Frikson lembut.

Sharon menoleh, ada sedikit kesedihan terpancar melalui matanya. Sharon sudah terlanjur mencintai janin dalam kandungannya, yang nyata-nyata tidakpernah ada. Namun di sisi lain Sharon merasa lega, dia bisa kembali kuliah dan terlebih lagi, Frikson tidak akan merasa gagal sebagai seorang kakak.

"Ada banyak hal yang ingin kuceritakan," ujar Sharon pelan.

***

Malam itu, Frikson, Nathan, Sharon dan Caroline duduk melingkar di atas karpet abu-abu. Sharon berniat menceritakan semua kejadian beruntun yang disimpannya seorang diri. Kejadian yang membawanya pada sebuah kesimpulan jika dirinya tengah hamil.

"Ehm, aku tidak masalah jika Sharon hanya ingin bercerita pada Frikson." Caroline merasa sungkan pada Sharon. Akan lebih baik jika Frikson yang mendengarnya.

"Tidak," sanggah Sharon. "Kalian berdua telah banyak menolongku. Aku tidak tahu lagi seandainya saat itu Bang Nathan tidak menahanku. Aku akan mati sia-sia." Sharon meringis menyadari kebodohannya saat itu. Dia berniat menyudahi hidup karena hamil yang sebenarnya tidak nyata. Bodoh sekali.

***

Sharon hanya bisa mengurut dada melihat ayahnya semakin tidak terkontrol. Ayah Sharon seorang pegawai negeri dan sudah pensiun lebih cepat karena kondisi psikologis yang terganggu. Memang benar ada uang jaminan hari tua yang mereka terima setiap bulannya, tapi itu hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Sedang Sharon perlu biaya lebih untuk kuliahnya.

Sharon tidak sepintar Frikson yang bisa kuliah dengan beasiswa. Diterima di salah satu universitas negeri saja sudah merupakan kemustahilan dalam sejarah dunia pendidikan Sharon. Wanita itu memutuskan untuk bekerja. Dia mulai mencari-cari pekerjaan paruh waktu yang sesuai dengan jam kuliahnya. Itu artinya dia harus mencari pekerjaan yang jam bekerjanya di malam hari.

Edelweiss for CarolineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang