Puncak Mahameru

500 21 0
                                    


Bagiku pecinta langit, ketinggian adalah caraku menyatakan rasa. Bagiku pecinta nada, musik adalah caraku menggemakan rindu.


Frikson beserta keempat sahabatnya menghabiskan liburan semester dengan mendaki Gunung Semeru. Menaklukan puncak gunung memang kegemarannya. Sayang sekali, negara tempat dia menuntut ilmu tidak ada pegunungan yang cukup layak untuk dijadikan tempat pendakian.

Memikul kuk yang berat dengan jalan menanjak, belum lagi semak belukar dengan jalanan yang terjal, semua itu akan terbayar lunas saat sampai di puncak. Melihat keindahan langit dari ketinggian, berdiri di hamparan bunga edelweis yang bermekaran, Frikson sangat menyukai itu. Bukankah setiap orang punya caranya sendiri untuk membuat hidup jadi lebih indah? Musik dan puncak adalah dua hal yang membuatnya lebih menghargai hidup.

"Mama nyaris tidak memberiku izin dengan pendakian ini," gerutu Elena saat mereka mulai melakukan perjalanan darat, bergabung bersama para pendaki yang lain. "Mama takut aku menggelinding dari puncak lalu diterkam hewan buas."

Frikson terkekeh geli. Dia tahu, Elena tidak seperti Sarah, wanita tangguh yang bisa melakukan apa saja. Elena manja dan cengeng, sikap kekanak-kanakannya sangat mendominasi. Di antara dia dan sahabatnya, Elenalah yang paling gemar merajuk, Elena juga yang paling sulit mengendalikan emosinya saat sedang menghadapi masalah. Sikapnya kontras dengan Sarah yang keibuan, penuh kelembutan namun tegas, dan juga dewasa.

Seperti apa kata pepatah, cinta itu buta. Elena bukanlah tipe wanita idaman Frikson. Tapi apa yang terjadi? Seakan otak dipaksa untuk berhenti, namun hati dan perasaan justru terjebak begitu dalam. Frikson mencintai Elena, wanita manja dan kanak-kanak, wanita yang sama sekali tidak masuk dalam kriteria seorang Frikson.


"Jangan khawatir Elena, aku akan menjagamu, kamu tidak akan menggelinding ke bawah atau diterkam hewan buas," sahut Frikson.

"Ini idemu Frikson, kau yang bersikeras mengajak kita semua mendaki gunung. Lihat keril ini, kenapa begitu berat?" Jason mengomel.

"Ayolah guys, kita harus terbuka pada hal-hal baru dan petualangan. Ini seru, percayalah. Di negara kalian tidak ada gunung," ucap Frikson pada Elena dan Jason. "Inilah kesempatan kalian untuk bebas."

Elena dan Jason masih berjalan dengan wajah merengut. Di negaranya yang semua serba canggih dan bertemankan teknologi, Jason dan Elena sangat dimanjakan dengan semua kemudahan. Memikul kuk seberat ini tentu adalah pengalaman pertama bagi Elena, menjelajah hutan yang menanjak tentu adalah petualangan pertama bagi Jason.

Sarah menepuk pelan bahu Elena, "nanti malam, kita bisa lihat Milky Way di langit. Sangat indah, kamu pasti suka," hibur Sarah.

"Milky Way?" seru Elena bersemangat.

Sarah mengangguk, "sebentar lagi kita sampai di Ranu Kumbolo dan bermalam di sana."

"Sebentar lagi yang kau maksud itu berapa lama Sarah?" tandas Jason.

Sarah meringis, "mungkin sore nanti," jawab Sarah ringan, mengabaikan tatapan horor Jason dan Elena yang tidak terbiasa dengan aktifias ekstrem seperti mendaki.

"Hahaha, salahkan Frikson, pendakian ini idenya," timpal Radit.

Ranu Kumbolo adalah danau air tawar yang terletak di Pegunungan Tengger, di kaki Gunung Semeru. Danau Ranu Kumbolo ini menjadi transit bagi para pendaki dalam perjuangan mereka menaklukkan puncak Mahameru. Mereka mendirikan tenda di dekat Danau Ranu Kumbolo.

Para pria bertugas untuk mendirikan tenda, sedangkan para wanita bertugas untuk menyiapkan makan malam dan kopi panas. Elena mulai menikmat kegiatan memasak mi rebus dengan tungku di atas kayu api. 

Edelweiss for CarolineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang