3rd

54 36 73
                                    

60 months ago.

Gio sedang asik dengan kertas putih yang ada di hadapannya. Sedari tadi ia menggambar sesuatu yang tidak boleh ada yang melihatnya sebelum ia menyelesaikannya. Entah sampai kapan ia menyelesaikan gambarannya. Sudah lebih dari 30 menit yang lalu Gio terus berhadapan dengan kertas yang ada di hadapannya.

Menggambar adalah hal yang paling disukainya. Menurutnya menggambar adalah cara dirinya mengungkapkan apa yang tidak bisa ia ungkapkan dengan mulutnya.

Setelah menunggu begitu lama, Gio memperlihatkan hasil gambarannya kepada dua orang cewek yang menunggunya dari tadi. Kedua cewek tersebut adalah Variel dan Angiela.

"Itu kita bertiga, kak?" tanya Angiela yang senang melihat hasil karya Gio.

"Iya" jawab Gio sambil menghampiri adiknya yang sedang duduk di sofa dengan Variel.

"Tapi, kok gak diwarnai?" Variel melihat kertas yang di pegang oleh Gio yang hanya berisi gambar yang belum diwarnai.

"Kita warnai yuk!" ajak Angiela.

"Oke" Gio mengambil pensil warna yang ada di sampingnya.

Mereka mewarnai gambar tersebut dengan senang. Sesekali mereka tertawa melihat gambar yang di buat Gio menjadi sedikit berantakan.

Tiada hari yang tidak mereka lalui bersama-sama. Setiap hari mereka selalu bermain bersama, entah di taman, rumah Gio dan Angiela atau di rumah Variel. Jarak rumah mereka tidak jauh.

Saat libur sekolah atau pun weekend Variel atau pun Gio dan Angiela akan menginap di rumah Gio maupun Variel. Mereka sudah bersahabat saat Variel menjadi tetangga Gio dan Angiela. Dari situlah mereka selalu bermain bersama.

"Anak-anak, ayo kita makan" ajak Tania, mamah Gio dan Angeila.

"Yey..." sorak Angiela sambil mengikuti mamahnya menuju meja makan.

"Kamu gak makan?" tanya Gio saat melihat Variel hanya terdiam di sofa. Tidak seperti biasanya, ia selalu senang jika Tania mengajaknya makan.

"Aku mau pulang aja, ya? " Variel turun dari sofa dan menuju pintu.

"Tunggu," Gio meraih tangan Variel, yang membuat Variel berhenti. "Aku anterin ya, kamu ke sini kan sama aku, jadi pulangnya aku anter kamu. Tapi aku bilang ke mamah dulu ya" Gio meninggalkan Variel sendiri di ruang tamu, ia mendatangi Tania untuk meminta ijin mengantar Variel pulang.

Variel menunggu Gio. Ia melihat jam dinding yang berbentuk lingkaran besar tertempel di dinding putih, menunjukkan pukul 6.30 sore. Menurutnya terlalu lama menunggu Gio kembali, ia langsung membuka pintu rumah Gio dan keluar.

"Iyel," teriak Gio dari dalam rumah. "Ihh, kok kamu pergi duluan" Gio mengejar Variel yang sudah hampir keluar gerbang. Variel hanya tersenyum.

"Kok malah senyum? Emang ada yang lucu?" Variel menggelengkan kepalanya dan melanjutkan jalannya. "Anak cewek tuh gak boleh pulang malam sendirian. Nanti kamu diculik gimana?"

"Emang kalo aku diculik, kamu bakal apain penculiknya?"

"Aku bakal pukulin kayak di tv-tv" Gio memeragakan seolah-olah ia sedang memukuli seseorang. Variel tertawa melihat tingkah Gio.

"Penculiknya kan lebih besar dari kamu. Nanti kamu yang dipukulin gimana?"

"Ya gak papa, asal kamu gak kenapa-napa. Kalo aku luka kan kamu yang bakal ngobatin aku" ucap Gio sambil tersenyum kepada Variel.

"Kalo aku gak mau ngobatin kamu gimana?"

"Ya..." Gio memikirkan apa yang harus ia katakan "Aku nangis."

My MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang