9th

13 6 25
                                    

Setelah menunggu sekian lama akhirnya jam pulang yang selalu dinanti-nantikan oleh semua murid pun tiba. Dalam hitungan menit kelas langsung kosong tidak ada satu orang pun, mereka langsung memenuhi parkiran untuk mengendarai kendaraannya menuju tujuannya selanjutnya.

Tanpa kecuali Variel langsung menjalankan mobilnya keluar dari gerbang sekolah. Variel ingat pesan yang dikirim oleh Gio semalam. Gio memintanya untuk menemuinya di sebuah cafe dekat sekolah.

Variel menjalankan mobilnya menuju cafe yang dimaksud Gio. Semoga cafe yang didatanginya benar. Ternyata cafe tersebut dipenuhi oleh anak-anak SMA yang masih memakai seragam putih abu.

Banyak orang yang hanya menghabiskan waktunya untuk mengobrol bersama teman-temannya. Variel mencari-cari di mana keberadaan Gio. Terlalu banyak orang di cafe tersebut membuat Variel kesulitan mencari Gio. Apalagi cafe tersebut bertingkat, membuat Variel lagi-lagi harus menaiki tangga.

"Sorry," ucap Variel tidak sengaja menyenggol seseorang saat menaiki tangga.

"Kalo jalan liat-liat, main nabrak aja," celetuk Justin sedikit marah saat ditabrak oleh Variel. "Lo?" Justin melihat seorang cewek yang berdiri di hadapannya dengan seragam putih abu yang masih menempel di tubuhnya dan tas gandong yang terlihat penuhi oleh buku pelajaran. "Variel?" tanyanya, untuk memastikan siapa seorang cewek yang ada di hadapannya. Variel menganggukkan kepalanya, ia tidak kenal siapa cowok yang ada di hadapannya. Dan ia tidak pernah melihat cowok tersebut di sekolah. "Ikut gue," Variel langsung mengikuti cowok tersebut menuju rooftop.

Di sebuah meja yang berisikan dua orang cowok yang masing-masing sibuk dengan ponselnya. Variel melihat Gio yang fokus dengan layar ponsel yang ada di hadapannya. Dengan posisi ponsel vertikal Variel dapat menyimpulkan Gio sedang bermain game. Justin mempersilahkan Variel untuk duduk di sebuah kursi yang berhadapan dengan Gio. Sementara Justin meninggalkan Variel bersama kedua sahabatnya.

Variel hanya terdiam melihat sekelilingnya yang sibuk dengan teman-temannya mengobrol, ada yang sibuk dengan laptop yang ada di hadapannya, dan ada yang memanfaatkan Wi-Fi untuk bermain games atau yang lainnya.

"Yo bro, lo pada sibuk main game mulu," Justin membawa empat gelas minuman sedangkan Gio dan Dion tetap menatap ponsel yang ada di hadapan mereka. Variel menerima minuman yang diberi oleh Justin. "Woi," Justin menggebrak meja yang membuat Gio dan Dion menyimpan ponselnya di atas meja.

Gio membalas menggebrak meja membuat air yang berada di dalam gelas tersebut berlompatan keluar. Tidak biasanya Justin menggebrak meja, biasanya dia hanya mengoceh tidak jelas saat Gio dan Dion sibuk bermain game. Gio melihat Variel yang duduk ketakutan di hadapannya. Dia mengerutkan dahinya, Gio tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Kenapa dia di sini? Batin Gio.

"Ngapain lo di sini?" tanya Gio sambil mengambil gelas yang ada di hadapannya. Variel menaikkan salah satu alisnya, ia tidak percaya apa yang diucapkan Gio.

"Harusnya gue yang nanya kenapa lo nyuruh gue ke sini?" Variel tidak mengerti dengan pertanyaan yang diajukan Gio kepadanya.

"L...lo, Variel?" tanya Dion. "Lo inget gue kan? Gue yang dulu gang--"

"Wait wait, jadi gini, yang nyuruh Variel ke sini gue," Variel membelalakkan matanya mendengar perkataan Justin, ia tidak percaya. "Gue bajak hp lo, sorry," ucap Justin sambil memegang pundak Gio, "dan gue nyuruh Variel datang ke sini, gue cuma mau mastiin aja," jelas Justin membuat semua orang yang ada di meja tersebut terdiam. Emosi Gio tidak stabil saat mendengar penjelasan Justin.

Tidak ada percakapan di antara mereka. Variel sebenarnya ingin pulang, tapi ia bingung harus bagaimana ia pamit? Mereka tidak bersuara. Mereka hanya meminum minuman milik mereka masing-masing. Sebelum akhirnya salah satu dari mereka membuka suara.

"Apa yang mau lo pastiin?" tanya Gio dengan tatapan tajamnya. Justin hanya terdiam mendengar pertanyaan Gio. "Lo mau pastiin kalo Iyel lupa ingatan?" tanyanya lagi, sambil berdiri menghadap Justin dengan emosi yang menggebu-gebu.

"Gue cuma gak mau lo kayak dulu lagi," ucap Justin sedikit mendorong tubuh Gio, "dengan lo deket sama Variel itu bikin luka lo makin parah," Variel terdiam, ia tidak berani berbuat sesuatu entah apa yang harus dibuatnya sekarang.

"Mending lo balik," ucap Dion kepada Variel saat melihat suasana semakin panas. Variel menganggukkan kepalanya dan mengambil tasnya kemudian langsung munuju mobilnya. "Udah Gio," Dion menahan Gio sudah sangat marah. "Mau lo pada nganggep gue apa terserah lo, gue gak mau lo pada berantem cuma karena Variel yang lupa ingatan," Gio berusaha menemangkan dirinya dan begitu pula Justin.

Gio langsung meninggalkan kedua sahabatnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sebenarnya Gio tidak marah saat melihat Variel duduk di hadapannya. Namun, ucapan Justin yang membuatnya marah dan bukan hanya itu saja. Sebelumnya seseorang sudah membuatnya naik darah.

Baru saja Gio memasuki mobilnya ponselnya berdering. Ia melihat siapa yang menelponnya. Nomor yang tidak dikenal yang Gio lihat. Tanpa menunggu lama ia mengangkat telpon tersebut.

"Sampe kapan kamu pergi dari rumah?" suara Daniel yang terdengar di ponsel Gio, pertanyaan tersebut membuat Gio tersenyum saat mendengarnya.

"Di mana kamu?" tanya Daniel lagi, Gio tersenyum mendengar pertanyaan Daniel-ayahnya.

"Peduli apa anda? Bukannya saya udah gak dianggap anak?" jawab Gio dengan nada sedikit mengejek.

"Pulanglah nak, kita bicarakan baik-baik," suara Daniel memelan tidak seperti biasanya yang menggertak. Gio langsung mematikan telponnya dan menjalankan mobilnya menuju cafe dekat sekolahnya.

Gio menekan pedal gas dalam-dalam. Ia tidak peduli apa yang akan terjadi kepada dirinya. Sekarang kecepatan mobilnya sudah melebihi kecepatan biasanya. Gio menjalankan mobilnya entah kemana. Tidak ada tujuan untuk memberhentikan mobilnya. Entah harus di mana ia memberhentikan mobilnya. Rasanya dunia ini sudah tidak ada bagi Gio.

Tidak ada satu orang pun yang mengerti perasaan Gio sekarang. Sulit untuk menjelaskan apa yang dirasakannya. Variel yang dulu menghilang sekarang kembali. Ayahnya yang dulu membencinya tidak lagi menganggapnya anak sekarang berubah.

Lampu lalu lintas yang awalnya berwarna hijau berubah menjadi merah. Namun, Gio tetap menjalankan mobilnya tidak peduli dengan sekelilingnya. Jika ia tertabrak pun ia tidak peduli. Dan jika Gio meninggal Gio akan senang karena tidak lagi menanggung beban, ia dapat bertemu dengan adiknya.

Brukk....




Hallo..
Gimana ceritanya? Seru? Gak ya.
Maaf ya lama up nya. jangan lupa kasih vote sama komen ya guys.

Love you❤

Bye...

31 Maret 2018

My MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang