10th

10 3 12
                                    

READY....

1

2

3

.

Brukk.....

Terdengar suara benturan yang sangat keras. Membuat semua pengendara menghentikan kendaraannya dan melihat apa yang terjadi. Tidak hanya itu banyak orang langsung berlarian memberikan pertolongan kepada orang yang ada di dalam mobil ringsek yang tertabrak sebuah truk dan ada yang hanya menonton dan memvideokan saja.

Mobil yang berwarna hitam kini sudah tidak berbentuk indah lagi. Kaca bagian depan mobil yang sudah retak dan bahkan pecah, pencahannya berhamburan kemana-mana. Kemungkinan besar orang yang ada di dalamnya sudah tidak sadarkan diri.

Dari jauh Gio memberhentikan mobilnya. Ia mendengar suara tabrakan, tapi siapa yang mengalami tabrakan. Itulah pertanyaan yang Gio tanyakan kepada dirinya sendiri. Karena rasa penasarannya yang sangat besar Gio menghampiri siapa yang mengalami tabrakan tersebut. Ditinggalkan mobilnya di pingir jalan dan Gio berjalan kaki menuju kejadian tersebut.

Gio berusaha memasuki kerumunan orang-orang yang hanya melihat keadaan korban tanpa memberi pertolongan mungkin yang menolong hanya dua orang dari kerumunan orang. Gio melihat darah di dekat mobil hitam yang sudah ringsek. Seseorang berusaha mengeluarkan korban dari dalam mobil. Gio langsung membantu seorang bapak-bapak yang kesulitan mengeluarkan korban.

Celana abu-abu yang digunakan Gio bersimbah darah. Gio dan seorang bapak-bapak berhasil mengeluarkan korban dari dalam mobil. Mereka meletakkan tubuh korban di atas trotoar yang tidak terkena sinar matahari. Dengan perlahan Gio menurunkan kaki korban dengan perlahan. Dia belum melihat siapa korbannya tapi yang pasti seorang cewek dan masih murid SMA karena Gio melihat rok abu-abu yang terkena darah.

"Telpon ambulan," teriak bapak-bapak yang menolong korban tersebut kepada semua orang yang ada di sana.

Gio melihat gelang berwarna biru yang melingkar di tangan kanan korban. Otaknya seperti pernah melihat gelang tersebut di tangan seseorang. Diambil tangan cewek tersebut dan dia melihat wajah korban yang bersimbah darah. Jantung Gio seperti berhenti berdetak dan bibirnya tidak bisa berkata apa-apa. Seakan bibirnya terjahit. Setetes air jatuh dari mata coklat yang dimiliki Gio. Bagde name yang ada di seragam tersebut bertuliskan 'Variel Airinita'.

"Dia temen kamu, nak?" tanya bapak-bapak yang berada di sampingnya sembari memegang bahu Gio berusaha memberi kekuatan. Gio tidak menjawab. Tubuhnya tetap terdiam, terpaku pada wajah seorang perempuan yang kini tidak sadarkan diri.

Sirine ambulan berbunyi dari kejauhan. Semakin tertengar keras suara sirine tersebut membuat semua orang meminggir dan memberikan jalan. Seseorang memakai baju biru keluar dari dalam ambulan tersebut dan mengeluarkan stretcher brancard untuk membawa korban ke dalam ambulan. Gio membantu orang mengangkat tubuh korban ke dalam ambulan dan ia ikut masuk ke dalam ambulan tersebut.

Entah apa yang harus dilakukan oleh Gio. Dia kehilangan akal saat melihat Variel bersimbah darah. Kedua tangan Gio bersatu, jari-jarinya saling berpautan. Pikiran Gio hanya untuk Variel yang tengah tertidur lemah di atas stretcher brancard.

Tuhan jangan ambil Iyel, hanya dia yang saya punya, batin Gio.

¤¤¤

"Lo ngapain di sini?" tanya Daffa yang langsung menghampiri Gio yang sedang duduk di ruang tunggu sebuah rumah sakit. "Terus itu," Daffa menunjukkan celana Gio yang bersimbah darah, "kenapa?"

Gio hanya menundukkan kepalanya. Melihat lantai rumah sakit yang sudah lama tidak didatanginya. Terakhir didatanginya saat sebuah kejadian mengenaskan terjadi kepada mobil yang ditumpanginya.

"Woi, gue nanya lo!" Daffa duduk di kursi besi tepat di sebelah Gio. "Lo kenapa, hah? Gue berasa ngomong sama tubuh yang jiwanya entah kemana," Gio memutar-mutarkan ponsel berwarna silver di kedua tangannya. Tanpa meminta izin dari Gio, Daffa langsung merampasnya karena ia tau itu bukan ponsel Gio.

"Ini punya siapa?" Daffa membolak-balikkan ponsel yang dirampasnya dari Gio. "Lo, nabrak orang?!" Gio menarik napasnya dalam-dalam membenarkan posisi duduknya.

Kini Gio duduk dengan posisi tegak tidak lagi menundukkan kepalanya. Melihat lurus ke depan. Berusaha menjelaskan semuanya yang terjadi kepada Daffa namun, mulutnya sulit untuk mengucapkan kata-kata. Gio menarik napasnya lagi. Diambilnya ponsel berwarna silver yang ada di tangan Daffa dan dimasukkannya ke dalam saku celana abu-abu yang bersimbah darah.

"Ngopi yuk!" Gio langsung berdiri dan berjalan menuju kantin rumah sakit, ia tidak peduli entah Daffa mengikutinya dari belakang atau tidak. Sepanjang jalan menuju kantin, banyak orang yang melihat Gio karena celananya bersimbah darah. Daffa mengikuti Gio dan berusaha menyamai langkahnya dengan langkah Gio yang cepat.

Sesampainya di kantin rumah sakit, Gio memesan kopi. Mereka duduk dekat sebuah jendela yang memperlihatkan seorang cewek yang duduk lemah di atas kursi roda bersama seorang cowok yang berlutut di depan cewek tersebut. Gio fokus melihat ke luar jendela, memikirkan apa yang terjadi setelah Variel sadar. Kopi yang mengeluarkan asap yang membuktikan bahwa kopi tersebut masih baru dan masih panas, Gio mengambil gelas tersebut yang berisikan kopi dan dengan perlahan disruputnya kopi tersebut. Daffa tidak banyak mengeluarkan suara, ia hanya terdiam melihat saudaranya yang berbeda dari biasanya.

Disimpannya kopi tersebut di atas meja yang sebelumnya berada di tangan Gio. "Iyel, kecelakaan," Daffa yang mendengar ucapan Gio tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Gio. "Ini karena gue," lanjut Gio kembali menundukkan kepalanya dan lagi-lagi ucapan Gio membuat Daffa terkejut, Daffa tidak menyangka hal mengenaskan yang dialami Variel akan terjadi dua kali kepada Variel. 

"Maksud lo, lo yang nabrak?" Gio melihat wajah Daffa yang terlihat ketakutan dan tekejut.

"Bukan gue," itulah yang ingin didengar oleh Daffa dari mulut Gio.

"Terus?" Gio tidak menjawab pertanyaan Daffa,  ia kembali terdiam.

Diambilnya kembali gelas yang berisikan kopi yang masih hangat oleh Gio. Matanya kembali melihat ke luar jendela, melihat beberapa orang yang duduk di kursi taman rumah kasih. "Lo udah kasih tau kakaknya?" tanya Daffa. Gio hanya terdiam tidak mengeluarkan suara dan tidak menggangguk atau pun menggelengkan kepalanya untuk memberi tau apakah iya atau tidak. "Lo harus kasih tau kakaknya, kalo kakaknya nyariin dia gimana?" lanjut Daffa mennanyai Gio yang masih tidak menjawabnya.

"Balik yuk!" Gio berdiri dan pergi meninggalkan kantin menuju tempat dan kembali menuju ruang tunggu rumah sakit  menunggu dokter keluar dari dalam ruangan dan memberitahukan apa yang terjadi kepada Variel.


huhuhu.....

maaf ya guys baru sempet up, soalnya lagi sibuk banget tugas numpuk jadi gak sempet up

sebenernya udah dari kemariin mau di up cuman gak sempet terus lupa lagi

kok malah curhat lagi, maaf ya

semoga suka yaa sama part ini...

bye....

06 April 2018

My MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang