"Gio pacar gue, ngerti," ucap Sheren dengan menekan setiap kata yang diucapkannya. "Jadi lo gak usah deket-deket lagi sama Gio," lanjutnya sambil memegang tangan Variel dengan sangat keras sehingga membuat Variel meringis kesakitan. "Udah cukup luka yang lo kasih."
Ternyata tidak mudah melupakan kejadian tadi, kejadian saat Sheren dan teman-temannya mendatangi Variel. Ucapan Sheren masih berputar-putar di kepalanya tanpa berhenti. Dan apa maksud dari kalimat terakhir yang diucapkan Sheren.
Sejak kapan Variel menyakiti Gio. Baru saja beberapa hari yang lalu mereka bertemu. Apa ucapan Variel menyakiti Gio? Tapi gak mungkin seingatnya, dia tidak pernah berbicara tentang suatu hal yang serius.
Dan kalo emang mereka berpacaran kenapa Gio mengajak Variel bertemu di taman? Dan kenapa sekarang ia memarkirkan mobilnya di taman?
Déja vu. Variel selalu merasa dèja vu saat bersama Gio. Setiap ucapannya membuat Variel melihat sesuatu yang sulit untuk dijelaskan. Mungkin ia melihat masa lalunya yang tak sengaja terlupakan.
Kakaknya-Felix pernah memberitau bahwa Variel kehilangan ingatannya. Namun, saat Variel menanyainya kenapa hal itu bisa terjadi, Felix terdiam, tidak menjawab.
Dritt... Driittt...
Ponselnya bergetar. Variel mengambil ponselnya di dalam tasnya. Dia menyatukan alisnya. Nomor siapa yang menelponnya? Variel menatapi ponselnya. Dia ragu untuk menjawab telpon tersebut. Namun, dirinya penasaran siapa yang menelponnya.
"Gue minta ketemuan di taman, bukan di parkiran," sahut seorang cowok saat Variel mengangkat telponnya. "Gue di depan lo," Variel langsung melihat seorang cowok memakai jaket hitam yang sedang menempelkan ponselnya di telinga kanannya. Siapa lagi kalau bukan Gio.
"Lo mau ngapain?" tanya Variel yang membuat Gio menghembuskan napasnya dengan keras sehingga ia dapat mendengarnya."Lo gak akan tau kalo lo diem di mobil," jawab Gio. Jawaban yang disampaikan Gio membuat Variel menatap lekat-lekat matanya Gio. "Gue kangen tatapan lo," ucap Gio pelan dan memberikan Variel senyuman.
Variel menundukkan kepalanya. Ia tidak percaya apa yang diucapkan Gio tadi. Apa maksudnya? Apa dia pernah menatap Gio sebelumnya? Untuk apa Variel menatap Gio. Ia mengangkat kepala. Kemana Gio? batin Variel.
Tiba-tiba pintu mobil Variel terbuka. Ia tidak melihat siapa pun di luar. Variel menarik pintu mobilnya seseorang menahan pintu mobilnya. "Ishh... Lo apaan sih? Bikin gue kaget," ucap Variel saat melihat Gio di depan pintu mobilnya. Gio tertawa melihat ekspresi Variel kaget ketika dirinya berada di depan Variel. "Gak lucu."
Gio mematikan mesin mobil Variel dan di simpan kunci tersebut di dalam saku celana Gio. "Yuk, buruan gue laper," Variel membelalakkan matanya saat melihat Gio memasukan kunci mobilnya ke dalam saku celana Gio. "Ntar gue balikin, udah ayo buruan," Gio menarik tangan Variel. Tarikan tangan Gio tidak kasar, halus.
Variel mengikuti kemana Gio menarik tangannya. Mereka berhenti di sebuah gerobak kupat tahu yang ada di pinggir taman.
"Mas punya saya udah?" tanya Gio kepada pedangang yang sedang menyajikan dua piring kupat tahu. "Bentar mas," jawab pedagang tersebut sambil menuangi saos kacang ke salah satu piring yang ada di depannya. Gio berdiri gerobak tersebut, ia menyuruh Variel untuk duduk terlebih dahulu. "Nih mas," diserahkannya dua piring kupat tahu kepada Gio.
Gio memberikan sepiring kupat tahu kepada Variel. "Tanpa toge."
"Yah, kok ada toge sih," ucap anak perempuan yang sedang menyendok kupat tahu di depannya.
"Kak Iyel gak suka toge?" tanya anak perempuan yang terlihat lebih muda. Anak tersebut yang menggelengkan kepalanya.
"Buat aku aja togenya," sahut anak laki-laki yang seumuran dengan anak perempuan yang tidak menyukai toge dan diambilnya toge yang ada di piringnya.
Mereka saling terdiam semenjak memakan kupat tahu yang ada di hadapannya. Gio berdiri kemudian mendekati penjual kupat tahu untuk membayar kupat tahu yang dibelinya.
Setelah mendapatkan selesai membayar Gio langsung mengajak Variel untuk pergi dari sana. Dibawanya Variel menuju taman tepat di bawah sebuah pohon rindang. Gio membaringkan tubuhnya di atas rerumputan hijau menatap dahan pohon yang bercabang-cabang dan menutupinya dari sinar matahari.Sejenak Gio memejamkan matanya. Mengingat semua kejadian yang indah di masa lalunya. Dia berharap seseorang yang sedang bersamanya mengingatnya. Mengingat semua yang terjadi, semua yang indah.
Semakin sore, cahaya matahari mulai berubah menjadi oranye. Gio melihat Variel yang sedang melihat tiga orang anak yang asik bermain bola. Senyuman tergambar di wajah Variel.
"Mereka sama," ucap Gio memecahkan keheningan, membuat Variel mengalihkan perhatiannya. "Andai gue bisa memutar waktu," Variel melihat Gio dengan penuh tanda tanya, Gio hanya melihat tiga anak tersebut yang asik bermain dan tersenyum entah apa arti senyumannya.
"Boleh gue tanya?" Gio melihat wajah Variel yang penuh dengan tanda tanya. Perlahan Gio menganggukkan kepalanya menyetujui pertanyaan Variel. "Apa lo tau sesuatu?" tanya Variel membuat wajah Gio tidak menunjukkan suatu ekspresi. Datar.
Gio memalingkan wajahnya dan melihat tiga anak kecil yang masih asik bermain. "Gue minta maaf," Variel melihat wajah Gio yang asik menonton tiga anak kecil yang tertawa. Wajahnya, ekspresinya tidak bisa ditebak oleh Variel."Buat apa?" tanya Variel mengikuti pandangan Gio. "Lo bakal tau," Variel memutarkan bola matanya menghembuskan napasnya. Gio tersenyum tipis bahkan tidak dapat dilihat jika ia tersenyum. "Cukup lo liat mereka, mungkin sesuatu akan muncul di kepala lo," lanjut Gio kembali membaringkan tubuhnya. Maafin gue, Iyel, gue yang udah ngebunuh mereka batin Gio.
"Buat apa lo minum-minum?" Gio tertawa mendengarkan pertanyaan yang dilontarkan Variel. "Bahagia," satu kata yang membuat Variel terdiam seakan jantungnya berhenti berdetak. Sedangkan Gio tertawa, menertawai jawabannya sendiri.
"Cara bahagia lo salah," sahut Variel selang beberapa waktu.
"Gue cuma punya dua pilihan. Minum atau tidur selamanya untuk bahagia," Gio terdiam lalu menatapi Variel sambil tersenyum, bukan senyuman bahagia, "Dulu gue pingin tidur selamanya," Variel mendengarkannya dengan serius, "Sayangnya, itu gak lagi berlaku."
"Gue kira saat kita ketemu lagi, kehidupan gue kembali kayak dulu," ucap Gio sambil memejamkan matanya.
"Gue gak ngerti sama apa yang lo ucapin," Variel melihat wajah damai Gio saat dipejamkan matanya.
"Gak perlu lo ngertiin. Gue bukan pelajaran yang perlu lo ngertiin," sahut Gio matanya tetap terpejam.
"Iyel, kenapa lo panggil gue Iyel waktu itu?" Gio membuka matanya, melihat langit dari sela-sela dedaunan.
"Karena lo Iyel gue, setelah Iyel kecil gue hilang," Variel menggaruk kepalanya, entah kenapa semua jawaban Gio sebuah teka-teki. "Jadiin diri lo rumah buat gue," tidak ada suara, hanya bibir Gio yang bergerak.
"Gue selalu liat tiga anak kecil, gue yakin gue salah satu dari dua anak cewek, dan apa lo anak cowoknya?" Gio tersenyum, hanya tersenyum.
"Iyel," panggil seorang anak cowok yang sedang membuat sesuatu di atas kertas putih.
"Iya," sahut dua anak cewek yang satu seumuran dan yang satu lebih muda.
"Kok kita barengan sih?" tanya anak cewek yang lebih muda dari anak cowok yang memanggilnya.
"Nama panggilan kita kan sama, harusnya salah satu dari kita ada yang beda," jawab anak cewek yang lebih tua dari si penanya.
"Gini aja, kamu," anak cowok itu menunjuk anak cewek yang lebih muda, "nama kamu sekarang Iyel kecil, kamu kan lebih muda."
Gimana ceritanya? Seru?
Kalo mau tau kelanjutannya tunggu aja yaa, sesegara mungkin bakal di up lagi. Mumpung lagi libur juga, jadi bisalah up nya lebih sering, semoga yaa...Bye......
22 Maret 2018

KAMU SEDANG MEMBACA
My Memories
Genç Kurgu[ON GOING] "Lo bukan suatu kebahagian yang hilang dari gue" ucap Variel dengan tatapan tajamnya. "Lo akan tau semuanya" balas Gio sambil menatap dalam-dalam mata indah seorang perempuan dihadapannya. "Siapa lo sebenernya dan apa yang lo tau dari g...