Mungkin sampai kapan pun Variel tidak dapat mengingat masa lalunya. Tapi saat ia bertemu dengan Gio semua berubah Variel makin bertanya-tanya tentang masa klalunya. Gio memberikan harapan kepada Variel tentang masa lalunya. Setiap perkataanya memberikan sejuta tanda tanya.
"Gue minta maaf," Gio yang asik menonton tiga anak kecil yang tertawa sementara Variel dibuatnya bingung. Wajahnya, ekspresinya tidak bisa ditebak oleh Variel. "Buat apa?" tanya Variel mengikuti pandangan Gio. "Lo bakal tau," Variel memutarkan bola matanya menghembuskan napasnya.
Saat Variel sedang menyendiri di kamarnya berusaha untuk mengingat masa lalunya tidak ada satu pun yang diingatnya. Namun, saat bersama Gio dengan perkataannya membuat Variel sedikit-sedikit melihat sesuatu. Tapi ia tidak yakin apa yang dilihatnya adalah masa lalunya atau hanya imajinasi saja?
Variel mengambil amplop berwarna putih pemberian Gio yang tersimpan di atas meja belajarnya. Amplop itu Gio berikan kepada Variel saat di taman. Sudah tiga hari amplop itu berada di atas meja belajar, Variel belum berani untuk melihat isinya.
"Nih," Gio memberikan amplop berwarna putih kepada Variel yang ia simpan di jaketnya.
"Apaan?" tanya Variel sambil memutar-mutarkan amplop tersebut.
"Buka kalo lo udah siap, mungkin perlahan lo bakal tau masa lalu lo," Variel mengernyit.
Dengan perlahan Variel membuka amplop tersebut. Setelah membuka amplop berwarna putih tersebut ia mengambil isi amplop tersebut. Isinya beberapa foto dan surat.
"Iyel," Variel langsung menyimpan amplop dan isinya di dalam laci meja belajarnya ketika mendengar Felix memanggilnya. "Yel," Felix membuka pintu kamar Variel, "makan dulu, udah kakak beliin nasi goreng," lanjut Felix berdiam di ambang pintu.
"Iya, bentar kak," Variel berpura-pura merapikan meja belajarnya walaupun mejanya tidak berantakan.
"Cepet, kakak tunggu di bawah," ucap Felix sambil meninggalkan kamar Variel.
Variel menghembuskan napasnya, ia lega kakaknya tidak melihatnya saat membuka amplop pemberian Gio. Namun, sekarang ia harus turun menuju meja makan dan ia harus menunda lagi melihat isi amplop tersebut.
¤¤¤
"Si Gio mana?" tanya Justin yang sedang sibuk dengan fortnite yang dimainkannya. Tumben-tumbenan Gio tidak ada saat Justin sedang main fortnite biasanya dia selalu menjadi pengganggu.
"Mana gue tau, lagi galau keknya tuh anak," jawab Dion sibuk dengan membalas chat entah dari siapa sambil tiduran di atas kasur.
"Sialan," umpat Justin saat ia tertembak dan membuatnya kalah.
"Ngapain lo pada? ngomongin gue mulu kerjaan lo," Justin dan Dion langsung melihat sumber suara tersebut. Mereka melihat Gio yang sedang berjalan sambil memakan snack.
Gio duduk di atas kasur bersama dengan kedua sahabatnya. Ia meminta Dion dan Justin datang ke apartmentnya. Dion dan Justin sering main ke apartment Gio karena mereka merasa bebas. Karena Gio hanya tinggal sendiri di apartment dan itu yang membuat bebas tidak ada ocehan dari orang tua.
"Tumben si Daffa kagak ke mari?" tanya Dion. "Biasanya tuh anak ke sini sambil bawa makanan," lanjut Dion sambil melihat Gio yang asik memakan snack ciki yang hampir habis.
"Perut gue udah manggil-manggil si Daffa minta jatah," ucap Justin yang masih sibuk dengan fortnite yang dimainkannya.
"Alaaah," Gio menelonyor kepala Justin, "ntar si Daffa dateng kalah baru tau lo," lanjut Gio.
"Bukan Daffa namanya kalo gak jago main fortnite," Gio, Dion, dan Justin langsung melihat Daffa yang tiba-tiba sudah ada di dalam kamar Gio sambil membawa beberapa dus pizza.
Selama Gio memilih tinggal di apartment Daffa lah menjadi pemasukannya. Tanpa Daffa, Gio tidak akan bisa bertahan hidup. Menurut beberapa peneliti menunjukkan bahwa manusia bisa bertahan hidup tanpa minum hanya dalam waktu tiga sampai lima hari. Sementara untuk menahan lapar manusia bisa bertahan hingga delapan minggu atau dua bulan dengan kondisi tubuhnya masih mengonsumsi air.
Jangankan delapan minggu seharian Gio menahan lapar pun tidak bisa. Beruntunglah dirinya memilik saudara seperti Daffa yang membiaya hidupnya. Keluarga Daffa lah yang membiayai kehidupan Gio. Namun, Gio tidak memanfaatkan keluarga Daffa, uang yang Daffa berikan hanya digunakan untuk hidupnya sehari-hari.
"Anjir," umpat Justin lagi-lagi ia kalah bermain padahal Daffa belum ikut bermain.
"Kan, apa gue bilang, gue belum main lo udah kalah," sahut Daffa sambil membuka dus yang berisi pizza dan diambilnya satu.
"Songong lo."
"Waw... Daffa sumpah lo itu pengertian banget," Dion memeluk Daffa.
"Sumpah lo bukan temen gue, jijik gue," ucap Gio melihat kelakuan Dion.
"Gio," panggil Daffa, "lo udah ketemu Iyel?" Gio menganggukkan kepalanya sambil mengunyah pizza yang baru saja masuk ke dalam mulutnya. "Dia kenal lo?""Gue ngenalin diri," jawab Gio memasukan pizza ke dalam mulutnya.
"Lo udah ketemu Iyel?" tanya Justin tidak percaya bahwa Gio sudah ketemu dengan Iyel. "Iyel? Variel?" Gio menganggukkan kepalanya.
Dion hanya menyimak apa yang mereka biacarakan. Dion masih tidak mengerti apa yang mereka bahas. Di antara mereka Dion lah yang paling lama connectnya. Entah kenapa dirinya tidak seperti sahabatnya yang lain, mereka cepat menangkap apa pun yang sedang dibahas.
"Lo semua ngomongin apaan sih? Kagak ngarti gue," ucap Dion dengan wajah yang bingung.
"Lo dari tadi ngedengerin tapi gak ngerti? PINTER," sahut Justin, "Lo inget Variel."
"Oh... Variel. Variel yang duduk di belakang Gio," Justin mengangguk sambil memakan pizza yang ada di tangannya. "Variel yang dulu gue jailin sampe nangis," Justin mengganggukkan kepalanya lagi. "Terus, hubungannya apa?"
"Ya Tuhan ampunilah dosa hamba mu ini," ucap Justin sambil menengadahkan tangannya seperti sedang berdoa.
"Amin," sahut Dion, Gio dan Daffa berbarengan.
¤¤¤
Setelah selesai makan malam bersama kakaknya Variel kembali ke kamarnya. Variel ingin melihat isi dari amplop pemberian Gio. Semoga kali ini tidak ada yang mengganggunya.
Variel mengambil amplop berwarna putih di dalam laci meja belajarnya. Sebelum diambilnya ia melihat amplop tersebut. Rasanya belum waktunya untuk Variel tau masa lalunya. Ia takut masa lalunya tidak seindah imajinasinya. Variel menutup laci tersebut dan mengambil ponselnya di atas meja.
Ia mendapat notifikasi pesan dari nomor yang tidak dikenal.↪Gue yakin lo blm
liat isi amplop ituVariel mengerutkan kening. Darimana dia tau kalo gue belum liat isi amplopnya, batin Variel.
Lo siapa?↩
Tidak lama kemudian Variel mendapat balasan.
↪Lo gak save nomer gue.
Skarang save no gue namanya
Gio ganteng kalo mau diisiin
lope lope gpp."Idih sumpah ni orang, sok kegantengan," ucap Variel saat melihat balasan Gio. Variel tidak membalas pesan yang Gio kirimkan.
↪Bsk pulang sekolah gue
tunggu lo di cafe deket
sekolah oke. Gak pake ngaret.
Ngapain lagi ni orang ngajak ketemuan? Variel bertanya dalam hatinya.Yey...
Akhirnya selesai juga part ini. Kalo penasaran sama lanjutannya stay tune terus ya secepatnya bakal di up lagi. Jangan lupa buat kasih vote ya guys.Bye....
26 Maret 2018

KAMU SEDANG MEMBACA
My Memories
Fiksi Remaja[ON GOING] "Lo bukan suatu kebahagian yang hilang dari gue" ucap Variel dengan tatapan tajamnya. "Lo akan tau semuanya" balas Gio sambil menatap dalam-dalam mata indah seorang perempuan dihadapannya. "Siapa lo sebenernya dan apa yang lo tau dari g...