Gelisah

13 3 0
                                    

Hari sudah semakin sore, Salma harus segera pulang. Perasaannya bercampur aduk tidak karuan. Dia takut kalau mama dan papanya tau bahwa hari ini dia bolos sekolah.

"Aduh, bagaimana ini? Semua itu gara-gara Andre si cowok nakal itu! Kalau sampai mama sama papa marah kepadaku, aku sudah tamat!" gumam Salma dengan langkah terburu-buru.

Dia melihat sebuah keramaian di taman dekat jalan raya. Banyak sekali anak kecil yang menggunakan baju kumuh dan penuh dengan sobekan.

"Kita bisa belajar, hore!" teriak salah satu anak kecil itu dengan berulang kali.

Salma menghentikan langkahnya dan memandangi keramaian itu. Dia berusaha ingin tau, apa yang sebenarnya terjadi disana. Tetapi pandangannya tidak mencakup jelas, karena terhalang oleh banyak kendaraan yang kewat di depannya.
Dirinya tertarik rasa ingin tau. Dengan begitu, dia menyebrangi jalan untuk ke taman itu dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Salma bersembunyi di balik sebuah semak ketika melihat keberadaan Andre.

"What, itu beneran Andre?" herannya Salma.

"Dia memang mulia, mau membantu anak-anak yang kurang mampu untuk bersekolah. Pantes juga jadi guru, hahaha!" gumam Salma lirih.

"Dooorrr!" teriak Kevin yang mengejutkan Salma.

"Andre!" balas Salma dengan kencang seolah-olah sedang manggil Andre. Itu semua terjadi karena Salma terkejut.

Mendengar teriakan itu, semua anak-anak dan Andre menoleh ke arah Kevin.

"Hay, maaf mengganggu!" ujar Kevin dengan menunjukkan giginya.

"Ayo ikut!" bisik Kevin kepada Salma ketika Andre sudah tidak memandangnya.

"Apaan sih kamu! Gak lucu tau gak ngagetin orang itu. Untung aku gak punya penyakit jantung!" marah Salma.

"Iya maaf, abis tadi aku lihat kamu serius banget sih!" jawab Kevin dengan senyuman manisnya.

"Hmmm." ujar Salma.

"Eh, tadi kamu kemana? Kok gak masuk kelas? Aku cari-cari juga gak ketemu! Kamu bolos ya?" tanya Kevin.

Mendengar pertanyaan dari Kevin, Salma tercengang. Pipinya merona, matanya berair, dan berpura-pura memasang muka standar.

"Tidak! Hari ini aku masuk kelasku, hanya saja setiap kamu cari aku. Aku menghindar!" jawab Salma dengan gemetaran.

"Aku itu tau kamu bohong, kita kan satu kelas!" tegas Kevin.

Mendengar Kevin berbicara seperti itu, Salma tambah bingung dan takut, wajahnya semakin memerah.

"Hahaha! Lucu banget sih kamu, gitu aja udah merona." ujar Kevin sembari memegang pipi Salma.

"Apaan sih, gak lucu tau!" tegas Salma sembari menepis tangan Kevin dan berjalan cepat meninggalkannya.

"Aku kan suka bercanda! Masak gitu aja marah!" ujar Kevin yang berusaha mengejar Salma.

"Kalau kamu mau aku maafin, biar aku pulang sendiri!" tegas Salma.

"Baiklah, bye Sal!" jawab Kevin.

Mereka berdua pun berpisah. Salma berjalan dengan cepat dan terburu-buru.

"Semoga aja, Kevin tadi cuma bercanda!" gumam Salma.

Saat rumah Salna sudah terlihat, langkah kaki Salma berubah pelan-pelan.

"Ayolah Sal, mereka gak tau. Kamu gak boleh kelihatan gugup." suport Salma pada dirinya sendiri.

Dengan langkah ragu-ragu Salma melangkah masuk kedalam rumah.

"Selamat sore. Ma, Pa!" teriak Salma.

"Sudah pulang kamu?" tanya papa yang berdiri di depan Salma.

"Su...dah pa." jawab Salma sembari mencium tangan papanya.

"Gimana? Senang kamu?" tanya mama yang duduk di sofa.

"Senang banget ma! Salma punya teman baru, namanya vita." jawab Salma yang pura-pura rilex.

"Kami bangga padamu, nak!" teriak papa sembari memeluk Salma dan mamanya.

"Akhirnya kamu bisa sembuh, kamu bisa melupakan semuanya!" ujar mama.

Salma tercengang bingung harus menjawab apa. Dia sampai saat ini masih belum bisa melupakan Gabriel. Apalagi saat melihat tiang bendera dan motor R15 warna merah. Saat hujan pun Salma masih teringat dengan Gabriel. Tapi dia terpaksa berbohong pada mama dan papanya, agar mereka tidak kecewa dengan dirinya.

"Salma harus ke kamar ma, pa! Salma butuh istirahat, karena Salma merasa begitu lelah!" ujar Salma sembari melangkah pergi meninggalkan mama dan papanya.

"Istirahatlah. Jangan lupa mandi dulu!" ujar mama.

"Tentu ma!" jawab Salma dengan senyum tipis.

Salma membuka pintu kamarnya dan melempar sepatu dan tasnya ke ranjang. Kali ini dia tidak berbaring, namun membuka korden dan menatap pemandangan disekitar rumahnya.

'Dia bagaikan angin yang selalu ada dimanapun aku berada.
Tuhan, bagaimana aku bisa melupakannya?
Aku tahu bahwa cinta pertama memang sulit untuk dilupakan.
Tapi aku harus melupakan cinta pertamaku, walaupun itu menyakiti hatiku.

Dulu dia bagaikan mentari, yang selalu membuatku tersenyum di pagi hari.
Walupun hanya sesaat, dia ada disini.
Di dalam hati ini, Tuhan.'

Kata Salma dalam hati.
Salma gelisah memikirkan semua itu. Di satu sisi dia tau bahwa dia tidak akan mungkin bisa melupakan Gabriel, walaupun nanti dia memiliki pengganti Gabriel. Di sisi lain dia dipaksa kedua orang tuanya untuk melupakan Gabriel.

Salma menghela nafas panjang dan menutup kordennya. Dia bergegas membersihkan badannya ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi, Salma membaringkan tubuhnya di ranjang.

"Salma, mama sama papa mau mengadakan diner bersama keluarga Pak Jackson. Bisakah kau ikut?" ajak mama.

"Maaf ma, Salma tidak bisa ikut. Ada sebuah tugas sekolah yang harus di kumpulkan besok." kebohongan yang dikatakan oleh Salma.

"Baiklah, kita pergi sayang! Hati-hati di rumah sendiri." ujar papanya yang kemudian menutup pintu rumah.

"Aku harus keluar mencari udara segar. Kurasa itu cukup membantuku mengurangi beban pikiranku." ujar Salma setelah merasa kedua orang tuanya telah pergi.

***

Vote vote vote.
Jangan lupa vote ya guys!
Coment coment coment.
Kalau mau kasih masukkan silahkan!

14:40

LOVE is HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang