bagian 4

27.7K 1.2K 17
                                    

Pagi ini Eliana terlambat ke kampus. Dia akhirnya tidak masuk untuk mata kuliah TIK yang diampu salah satu dosen Teknik. Eliana dengan cemas menunggu teman-temannya di bangku di luar kelas. Dia ingin masuk tapi tak berani karena yang mengajar adalah Pak Dewa. Selain itu salah satu kakak kelasnya memperingatkan kalo Pak Dewa adalah dosen Killer. Saat dia terlambat maka dirinya akan langsung diusir dari kuliah. Karena cerita itulah keberanian Eliana menciut. Akhirnya dia hanya menunggu di bangku depan kelas. Setelah menunggu selama 2 jam akhirnya kelas selesai. Ririn terlihat keluar dengan murung.

"Rin....!" Panggil Eliana.

"Kamu darimana El kok nggak ikut kuliah?" Ririn menjatuhkan tubuhnya di bangku kosong sebelah Eliana.

"Aku tadi telat Rin, Mbak Indah bilang nggak usah masuk aja daripada dapat malu gitu." Ujar Eliana sedih bercampur cemas.

"Beneran nakutin El, Pak Dewa memang tampan abiz tapi killer banget. Nyesel aku ikut kuliahnya pagi ini. Kalo tahu kamu bolos aku ikutan ja." Imbuh Ririn dengan berapi-api. Beberapa rekannya yang keluar kelas menyapa Ririn dan Eliana. Mereka hanya menjawab sapaan teman-temannya dengan anggukan dan senyum simpul yang dipaksakan.

"Apakah Pak Dewa memang dosen killer, Rin?" Eliana tak yakin dengan cerita Ririn. Mereka berdua masih duduk di bangku di depan kelas yang sudah mulai sepi.

"Pak Dewa dosen cakep itu bener, El. Dia pintar sekali menyampaikan materi. Kuliahnya sangat menarik El. Tapi tugas yang diberikan setiap akhir kuliah bisa buat kita tercekik. Banyak banget yang harus kita kerjain untuk kuliah minggu depan. Aku nggak yakin bisa menyelesaikannya, El. Dan Pak Dewa tak akan menoleransi keterlambatan dalam bentuk apapun, apalagi mahasiswa yang absen tanpa keterangan. Killer nggak sih El kalau kaya gitu," Ririn menghela nafas untuk meringankan suasana hatinya. "Oh iya El, kamu dapat masalah, mahasiwa yang nggak masuk hari ini tanpa ijin resmi dapat pengurangan nilai 20%."

"Apa Rin?! Beneran?! Kok kejam banget sih." Eliana langsung terduduk lemas.

"Sebenarnya Pak Dewa itu bisa jadi selingan kuliah yang menyenangkan, El. tapi ya itu peraturan dan tugas yang diberikannya benar-benar bisa membunuh kita dan buat kita jadi tertekan. Pak Dewa cocok banget kan dapet sebutan dosen Killer." Ujar Ririn. Kata-kata Ririn semakin membuat Eliana ketakutan.

"Kita pergi aja yuk Rin, aku jadi lemes sekarang." Dengan langkah lunglai mereka meninggalkan kelas. Mereka masih harus mengikuti beberapa mata kuliah lagi hari ini. Eliana sudah tak bersemangat melanjutkan harinya. Apalagi dia sudah membuat namanya buruk di depan Dewa sejak pertemuan pertama mereka. Eliana tak memiliki rasa percaya diri lagi untuk menemui Dewa.

"Nggak papa El, masih bisa dapat B kan?" hibur Ririn. Ririn mengajak Eliana ke kanti. Saat diparkiran mereka berpapasan dengan Dewa. Eliana dan Ririn langsung jadi ciut saat melihat wajah Dewa yang dingin dan tegas.

"Mas Cakeeep?!" teriak Eliana spontan. Eliana tak yakin darimana keberaniannya muncul dan menjadi mahasiswa yang lancang. Dia belum bisa mengumpulkan rasa percaya dirinya sebelum menyadari Dewa sudah menghentikan langkahnya setelah mendengar teriakan Eliana.

Setelah mendengar teriakan Eliana Dewa langsung menghentikan langkahnya dan tertegun. Seorang mahasiswa sudah memanggilnya dengan lancang dengan panggilan yang tak asing ditelinganya. Panggilan yang beberapa tahun yang lalu bisa membuat harinya menjadi lebih cerah. Mahasiswi yang berdiri dihadapanya ini memang bukan mahasiswi cantik tapi wajahnya manis dan bisa membuat lawan jenisnya tertarik. Tiba-tiba jantung Dewa berdetak lebih cepat. Padahal dia tak tahu siapa mahasiswi yang menyapanya ini dengan panggilan yang tidak sopan. Degh. Dewa teringat Eliana kecil. Apakah Eliana kecil yang imut dan menggemaskan itu sekarang tumbuh menjadi gadis manis dan menarik untuk lawan jenisnya ini? Yang sekarang berdiri dihadapanya ini? Pertanyaan itu menari-nari di kepala Dewa.

Will you marry me, Mas? (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang