bagian 5

24.4K 1.1K 10
                                    

"Pak Dewa!" panggil Eliana sambil berlari-lari agar bisa mengejar langkah Dewa.

Dewa menghentikan langkahnya ketika mendengar seseorang telah memanggilnya dan berbalik untuk mengetahui siapa yang mencarinya.

"............." Dewa hanya diam dan menatap Eliana berlari-lari ke arahnya.

"Rekap nilai dan jawaban kuis harus saya serahkan kapan Pak?" Eliana mengatur nafasnya.

"Secepatnya. Rekap nilai kamu serahkan ke TU dan jawaban kuis kamu kembalikan lagi ke teman-temanmu." Dewa menjawab dengan singkat.

"Baik Pak!" Ujar Eliana bersemangat.

Dewa tak menjawab dan melanjutkan perjalanannya kembali. Eliana menjadi kesal. Kenapa Dewa tak pernah berubah. Selalu saja menjadi orang yang serius dan dingin. Sejak Eliana kecil jarang sekali dia melihat Dewa tersenyum. Dia terlalu pendiam dan hanya berbicara seperlunya saja. Tak pernah mau menujukkan perasaannya.

"Kenapa sih nggak pernah berubah?" ujar Eliana sambil melihat kepergian Dewa.

"Hai lagi ngapain kok ngomong sendiri?" tegur Ririn dari belakang Eliana.

"Lagi sebel....." jawab Eliana dengan wajah murung.

"Udahlah El, mending kamu nyari yang lain aja." Bujuk Ririn sambil merangkul Eliana.

"Nggak akan." Bisik Eliana penuh tekad. "Kita ke kelas yuk. Bentar lagi masuk!"

"Aku bakal ngebuat Mas Dewa menjadi orang yang bisa menikmati hidupnya." tekad Eliana dalam hati.

************* Eliana & Dewa*************

Jam diruangan Dewa terus berdetak dan waktu terus bergerak tapi sejak beberapa menit yang lalu Dewa hanya diam melamun. Laporanya belum dilanjutkan lagi sejak kedatangannya dari Fakultas Ekonomi. Dewa sedang memikirkan Eliana. Dia merasa bersalah karena sudah bersikap tidak ramah kepada Eliana. Padahal selama ini Eliana selalu menjadi asisten yang baik untuknya. Selain itu mereka juga memilki hubungan kekerabatan yang cukup dekat. Dewa merasa sudah menjadi orang jahat, mengingat hubungan mereka di masa lalu yang cukup dekat.

"Kenapa aku melakukan itu padanya?" tanya Dewa kepada dirinya sendiri.

Sejak pertemuannya dengan Eliana beberapa minggu yang lalu, perasaan Dewa sering menjadi tak karuan. Tapi dia tetap bisa mempertahankan sikap profesionalnya. Tak ada yang mengetahui perubahan yang ada dalam diri Dewa selama beberapa minggu terakhir ini yang lebih banyak tersenyum dan bicara dengan lawan jenisnya. Kehadiran Eliana dalam hidup Dewa secara tak langsung telah memberi warna dalam hidup Dewa.

"Permisi Pak, ada Mas Dion yang ingin bertemu dengan bapak," kata Dewi, asisten mengajar Dewa di fakultas teknik.

"Suruh masuk saja." Tanpa menunggu Dewa mempersilahkan asistennya keluar, Dion masuk ke dalam ruanganya Dewa.

"Maaf mengganggu Pak." Dion duduk di sofa yang ada di ruangan Dewa tanpa menunggu dipersilahkan.

"Apa yang bisa saya bantu, Yon?" Dewa meninggalkan kursinya dan duduk di hadapan Dion.

"Minggu depan bapak bisa menjadi pemateri dalam kuliah umum bulanan Pak?" Dion tersenyum lebar penuh harapan.

"Hari apa Yon?" Dewa mengerutkan keningnya, mengingat kembali agendanya untuk minggu depan.

"Sementara ini hari sabtu Pak. Materinya seperti biasa. Tapi sebelumnya saya mohon maaf Pak, kami tidak bisa memberikan honor seperti bapak mengisi seminar diluar. Hanya ucapan terima kasih yang tulus dari seluruh panitia penyelenggara." Dion meringis, merasa dirinya dan seluruh panitia tak tahu malu.

Will you marry me, Mas? (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang