Akhirnya Jeremi ikut menemaniku mencari buku diskonan di Gramedia Ciputra World Surabaya. Walaupun terjadi sedikit drama antara Jeremi dan Awan di lapangan basket, akhirnya aku bisa membuat Awan tetap tinggal di sekolah untuk mengawasi tim putra SMA Trimurti berlatih basket, dengan iming-iming aku akan mengirim rice bowl untuk makan malam nanti, dan saat itu juga ia sepakat.
Jeremi dan Sukma sibuk mencari buku fiksi ilmiah yang dijual dengan harga murah meriah edisi cuci gudang di dekat pintu masuk. Sedangkan aku berputar dari satu rak ke rak lainnya, membalik buku untuk membaca sinopsis, atau sekadar mengamati sampul novel yang cukup menarik perhatian. Aku yakin, setibanya di rumah Mama memborgol ATM-ku lagi. Koleksi bukuku sudah banyak, dan ia tidak mau menambah rak lagi untuk buku-buku baruku. Terus saja membatasi hobi unikku ini, selama aku masih berada di jalan yang lurus, aku tidak mau berhenti mengoleksi novel.
"Edan arek iki." Sukma menghampiriku. Ia membawa dua buku di tangan kanannya. "Itu diskonan semua?" tanyanya. Ia sedikit heran dengan ranjang yang kini penuh dengan sepuluh novel dan dua sticky note yang berhasil membuatku khilaf saat memilih.
"Enggak."
"Habis berapa ini nanti?"
Aku mengerling, memikirkan nominal harga yang mungkin akan bengkak sesampainya di kasir. "Ada kalau tiga ratusan."
Sukma menggeleng. "Gitu bilangnya mau nyari diskonan, nyatanya semua novel kamu bikin dompetku insecure, Al."
Aku terkekeh kecil. "Kamu beli buku apa aja?"
"Novel juga sih, tapi kayaknya ini enggak terlalu laku, mangkanya dijual murah."
"Percayalah, aku adalah kamu ketika enggak punya uang tapi maksain beli novel. Jeremi mana?"
"Dia nunggu di deket kasir, karena emang dia cuman beli satu buku aja. Punya Emma Ainun Najib."
Aku menyipitkan mata. "Berat banget bacaan Jeremi."
Sukma mengangguk, dia menelusuri buku-buku dengan jari mungilnya. "Iya gitu, anak-anak filsafat."
Aku membiarkan Sukma tinggal di antara rak novel dan buku sejarah, lantas berjalan menuju rak novel diksonan yang sempat kulirik dekat pintu masuk Gramedia Ciputra World. Sebenarnya kondisi novel ini masih bagus, dan aku tidak tahu kenapa novel-novel ini dijual murah. Terbesit pemikiran iba pada penulis yang karyanya dijual secara cuma-cuma seperti ini. Dibandrol dengan kisaran Rp20.000-Rp55.000 saja, dan karya-karya mereka masih layak untuk dinikmati dengan kualitas sama seperti buku-buku yang mejeng di rak best seller.
Aku menyeringai. Embel-embel best seller hanya label, nyatanya semua karya sama bagusnya. Ternyata untuk buku pun memiliki kasta.
"Belum selesai?" Jeremi menghampiriku yang tengah sibuk memilah buku.
Aku seperti berada di dalam surga yang kuinginkan. Buku-buku yang dilabeli diskon ini menghasutku untuk mengembalikan seluruh buku yang kini tertidur pulas dalam ranjang belanjaan. Namun, sepertinya aku terlalu serakah karena tetap ingin membeli novel yang sudah kupilih tadi.
"Itu stok bacaan kamu?" tanya Jeremi.
"Iya."
"Berapa lama baca buku sebanyak itu?"
Aku berdeham, sembari memasukkan empat novel ke dalam keranjang. Kakiku melangkah, menuju tempat kasir. "Satu bulan setengah bisalah, kalau enggak banyak tugas," jawabku. Jeremi mengikuti, dan tetap berdiri di sampingku.
"Buset," bisiknya setelah melihat harga yang terus bertambah. Kasir menyebutkan nominal—yang membuat mata Jeremi semakin melebar. "Kamu seriusan habis lima ratus ribu gini?" pekiknya. Aku hanya mampu terkekeh dan mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIANTARA [Terbit]
Fiksi RemajaYoung Adult (14-21+) Diterbitkan oleh AnikaPublisher Blurb: Biantara, entah apa yang terpikir dalam benak. Dia yang kutemui tanpa sengaja di koridor sekolah mampu membawaku pada rasa trauma baru. Kepergian Papa membuatku tak bisa beranjak dari dalam...