SUMMER
Aku sudah memberikan beberapa file daftar perusahaan yang layak untuk di pertimbangkan. Hari ini kita tidak dapat bertemu karena aku ditugaskan Pak Yoga untuk ke Bandung. Mungkin nanti malam baru sampai di rumah.
RakaAku membaca email dari Raka. Dia terlalu formal dalam tulisannya. Atau mungkinkah dia marah kepadaku karena aku usir semalam? Tapi saat keluar dari rumahku dia tersenyum tipis sebelum meninggalkan halaman rumah. Tidak seperti orang yang marah.
Hanya saja pagi ini harusnya kita bertemu untuk membicarakan pekerjaan.
"Eh si Raka itu. Karyawan baru kepercayaan Pak Yoga yang katanya juga anaknya Pak Yoga itu. Cakep ya?"
Celetukan Rina yang berada di kubikel sebelahku kini membuat aku mengalihkan tatapan kepadanya. Dia tengah berdiri di dalam kubikelnya dengan kepala melongok ke arahku."Huum."
Aku akhirnya menanggapi Rina dengan setengah hati. Perasaanku masih terbelah antara Raka di rumah dan di kantor. Dia sangat berbeda. Aku masih bingung."Dia kayaknya orang baik-baik ya. Cocok sama kamu."
"Eh."
Aku langsung menoleh ke arah Rina yang sekarang menyeringai."Udah waktunya tuh kamu move on dari si brengsek itu. Lupakan dia dan jemput si tampan itu. Dia baik kok. Sopan banget."
Aku langsung mengernyitkan kening mendengar ucapan Rina.
"Baik gimana emang? Orang pake anting di telinga tuh, rambut juga pirang gitu."Rina mencibir mendengar ucapanku.
"Ah kamu mah pandang dari penampilan. Buktinya tuh mantan suami brengsek kamu itu. Perlente. Rapi. Eh tahu-tahu manfaatin kamu. Enggak jaminan loh tampilan gitu. Kayak serigala berbulu domba atau domba berbulu serigala. Pokoknya feelingku si Raka itu baik. Udah aku dukung 100 persen."Tuh kan mulai lagi comblang-comblangin ini si Rina.
"Ayo lah Summer. Kamu itu kan cantik. Lebih malah. Jangan terpuruk dengan kesedihan. Tunjukkan kalau kamu bisa dapetin lebih dari si pecundang itu."
Kuhela nafasku saat mendengar ucapan Rina. Aku memang tidak sedih, cuma nyesek saat ditinggal begitu saja demi wanita lain. Ironis memang.
"Semangat. Besok kita mulai bergerilya buat si Raka melirik kamu."
Tuh kan Rinaaaaa.
******
Lelah mulai menderaku. Sore ini aku pulang sampai rumah hampir maghrib. Tapi saat keluar dari dalam mobil aku mendapati kunci rumahku tertinggal di meja kerjaku. Bodoh.Kunci cadangannya juga tertinggal di dalam kamarku. Sungguh perfect situasi ini.
Suara deru mobil di belakangku membuat aku menoleh dari depan pintu. Mobil warna hitam milik Raka kini sudah terparkir di halaman rumahku. Lalu sosoknya turun dari mobil.
Dengan kemeja kotak-kotak warna merah. Jins belel lagi. Sepatu kets dan tas ransel yang ada di bahunya membuat Raka seperti berandalan kampus.
"Ada apa?"
Dia sudah melangkah ke teras depan.
"Aku tadi melihat kamu berusaha membuka pintu?"
Kutunjuk pintu yang ada di depanku.
"Ehm kuncinya ketinggalan di meja kerja di kantor. Terus cadangannya ada di dalam kamar. Aku ke kunci nih."
Raka menyipitkan matanya. Tapi kemudian mengangguk mengerti.
"Ehm minggir. Aku akan coba menanganinya."
Aku akhirnya melangkah mundur dan menatap Raka yang kini membungkuk di depan pintu. Dia mencoba menatap lubang kuncinya. Lalu kemudian menurunkan tas ranselnya dan mencari sesuatu.
Dia memegang sesuatu seperti jarum atau jepit rambut. Entah apa itu. Lalu mulai memasukkannya ke lubang kunci. Dan belum ada 5 menit pintu itu sudah terbuka.
"Silakan."
Raka membuka pintu dengan lebar dan bertindak seperti penjaga pintu rumah. Aku menatapnya dengan terkejut. Dia mendongkel pintu rumahku hanya seperti Itu? Keahliannya kayak maling profesional.
"Bagaimana bisa?"
Raka tersenyum lalu menyugar rambutnya yang pirang itu. Memamerkan lesung pipinya.
"Aku kan pencuri kelas tinggi."
Deg
Mendengar jawabannya tengkukku jadi meremang. Benarkah?Lalu dia berlari kecil ke mobilnya dan mengambil sesuatu. Berbalik lagi dengan membawa bungkusan di tangannya.
"Nih oleh-oleh dari Bandung."
Aku menerima bungkusan itu dengan ragu-ragu. Tapi saat membukanya senyumku merekah.
"Ini dodol kan? Wah aku suka."
Raka bersedekap di depanku dan menganggukkan kepalanya.
"Makasih ya."
"Your welcome."
Jawabannya membuat aku merasa bersalah karena sudah menilai dia dengan buruk.
"Ehm masuk dulu. Aku buatkan teh hangat sebagai tanda terimakasih karena telah membantu membuka pintu dan membawakanku ini."
Raka tampak menatapku ragu. Lalu dia menatap sekeliling.
"Ehm aku nggak akan di usir lagi kan?"
Owh astaga.
Aku tersipu malu mendengar ucapannya."Ehm maafkan Sikapku semalam. Kamu tahu sendiri sudah malam dan aku...Aku seorang..."
Raka menganggukkan kepala dengan cepat."Iya aku tahu kok. Hanya bercanda."
Dia tersenyum lagi. Dan kali ini aku bisa melihat binar dimatanya."Nah jadi maukah menerima tawaran minum tehku?"
Raka menatap halaman rumah lagi. Lalu beralih kepadaku."Oke. Dan aku janji tidak akan sampai larut malam."
Aku akhirnya tertawa mendengar ucapannya. Tapi kemudian sebelum aku melangkah masuk. Dering ponsel Raka berbunyi. Dia merogoh saku celananya. Dan dengan cepat mengambil ponsel itu lalu berbalik memunggungiku."Halo... owh iya maaf. Habis ini aku telepon lagi. Bye."
Raka berbalik dan sepertinya kecewa."Maaf. Tapi aku ada urusan. Ada yang harus aku telepon. Sepertinya besok saja ya minum tehnya?"
Aku mengangguk dan tersenyum.
"Terimakasih sekali lagi. Dan tawaran minum teh itu tak terbatas."
Dia akhirnya tersenyum. Lalu membungkuk dan memberi tanda hormat kepadaku. Sebelum akhirnya melangkah ke arah mobilnya. Lalu masuk. Dan keluar dari halaman rumahku. Aku masih mengamati saat dia masuk ke halaman rumahnya yang ada di sebelahku persis. Dia pria baik? Aku masih meragukan itu.
Apakah itu telepon penting? Atau dari kekasihnya?Astaga.
Kupukul kepalaku sendiri. Menyadarkanku dari lamunan tentang Raka. Aku masih belum bisa menerima kehadiran pria manapun lagi. Belum.
BersambungHei datang lagi mas Rakanya votement ya
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER DAY
ChickLitSummer. Dia cantik dan menarik. Dia bisa mendapatkan pria manapun yang pasti akan langsung siap menikahinya. Tapi karena kesombongannya dia malah bertemu dengan pria yang salah. baru satu bulan menikah dia sudah di tinggal selingkuh. Dan dia memutus...