Prologue

9.3K 670 70
                                    

.

.

.

.

.

.

.

Tidak seperti kemarin-kemarin, malam pertengahan bulan April ini dinaungi oleh langit yang menyemburkan air hujan. Belum terlalu lama, baru sejak beberapa saat lalu ketika aku memasuki salah satu kamar inap Rumah Sakit Hanryuu lantai tiga. Dan badai kemudian menyusul untuk menggertak malam dengan gemuruh angin kencangnya.

Yang benar saja, apa cuaca seolah-olah mewakili perasaanku.

Air mataku sontak saja memaksa keluar tepat ketika pandanganku jatuh pada perban yang meliliti kepala Jungkook. Langsung terbayang kejadian kemarin lusa di mana semua terjadi murni karena diriku. Karena diriku Jungkook terluka, karena diriku Jungkook mengalami hal berbahaya. Melihat senyumannya memudar saja sudah membuat hatiku benar-benar gundah apalagi kini melihatnya seperti ini.

"Shit."

Jungkook mendecih kesal, jemarinya seolah ingin menghancurkan badan handphone. Jungkook dan game memang tidak akan bisa dipisahkan. Aku tersenyum simpul dan duduk di samping ranjangnya.

"Hei,"sapaku ringan, "apa Nyonya Kim membolehkanmu bermain game?"

"Plis, sejak kemarin aku bahkan tidak boleh memegang handphone,"desahnya setelah sesaat menoleh kepadaku dengan tampang cemberutnya.

"Seungkwan ingin ke sini, tapi aku takut dia malah berisik dan semakin membuatmu sakit kepala. Apalagi dia musti menyelesaikan soal-soal dari Junhyung-ssaem."

"Si bodoh itu selalu saja betah dimarahi Junhyung-ssaem."

"Yeah."

"Apa hari ini Junhyung-ssaem memberi banyak tugas?"

"Lumayan. Berterima kasihlah pada Seungkwan yang tidak bisa menjawab ketika disuruh ke depan."

"God,"Jungkook menggeram kesal, "lihat saja nanti, diam-diam aku akan menghapus semua foto Hansol di handphonenya."

"Aku akan membantumu,"timpalku tergelak kecil.

Hujan perlahan-lahan menjadi gerimis kemudian akhirnya benar-benar berhenti dan tergantikan bentangan langit malam yang menampakkan jutaan bintang. Badaipun berubah menjadi hembusan angin malam yang menusuk tulang namun bertiup pelan bahkan nyaris tak ada. Aku menatap lamat pada mereka semua melalui jendela rumah sakit yang masih menyisakan bulir-bulir hujan.

Yeokshi. Malam ini cuaca benar-benar mewakili perasaanku.

Rasanya aku ingin mengobrol seperti ini selamanya. Mengeluh terhadap guru matematika yang selalu membanjiri kami dengan rumus menyebalkan dan tumpukan tugas. Leluasa mengerjai teman-teman tanpa khawatir akan timbul rasa tak enak hati yang mendalam. Bercerita bagaimana kesibukan seorang remaja sekolahan pada umumnya. Mengisi waktu bersama sahabat dengan obrolan ringan orang kebanyakan. Berbagi kisah yang memang seharusnya.

Rasanya aku ingin mengrobrol seperti ini saja selamanya.

"Jimin."

Jungkook menurunkan handphonenya dan menaruh itu di meja nakas. Sahabatku itu menatap lekat kedua mataku.

Rasanya aku ingin tak ada lilitan perban di kepala Jungkook. Kalaupun harus ada aku ingin itu disebabkan oleh kecelakaan wajar yang biasa dialami oleh orang-orang. Bukan karena dipukul oleh salah satu anak buah pria yang nyaris menyentuh tubuhku, yang nyaris aku bunuh. Bukan karena kebodohanku.

Dark & Wild : Book 2 [SLOWUPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang