"Hati-hati ..."
Semua orang telah pamit pulang dari rumah kami, meninggalkan aku dan Mas Aksa di bangunan ini. Aku berdiri di depan pintu sambil meremas jari-jemari saat Mas Aksa menutup rapat pagar dan berjalan mendekat ke arahku. Mata hitam legam itu terus menyorot, ada sirat tegas dari pancaran matanya. Aku yang tadi tenang, mendadak ciut melihat Mas Aksa.
"Kita perlu bicara lagi dari awal," ucap Mas Aksa sambil melewatiku menuju meja makan.
Aku menurut, mengikuti punggung tegap di depanku itu. Entah ini keputusan yang tepat atau tidak, tetapi aku sudah sampai di sini. Mungkin Mas Aksa marah, kecewa setelah berbulan-bulan mendapati istrinya berbohong. Namun, bukankah kami impas sekarang? Dia berbohong dan aku membalasnya dengan kebohongan juga. Segalanya ini tak akan terjadi kalau semua orang tidak mengarang cerita soal pernikahan dan kebahagiaan semu.
Aku menelan ludah dengan kasar saat Mas Aksa menarik satu kursi di meja makan dan duduk di sana, menyorotku dingin. Ini pertama kali aku mendapati pria itu begini. Sedikit mengabaikan, aku memilih bergerak untuk membersihkan bekas alat makan yang kami gunakan. Aku bergerak bolak-balik dari meja makan ke wastafel dengan tatapan Mas aksa yang tak pernah letih menuntut. "Kenapa kamu harus berbohong?" tanya Mas Aksa setelah sekian lama berdiam diri.
Gerakan tanganku berhenti di udara saat hendak mengangkat piring lebar berisi sisa ayam goreng. Aku menghela napas, meletakkam tanganku di atas meja. Sejujurnya, aku lelah menjelaskan. Namun, menyadari bahwa aura yang ditunjukkan Mas Aksa tak sebaik sebelumnya, maka aku harus meluangkan waktu untuk mengikuti kemauannya. Aku mendongak, memusatkan pandangan pada Mas Aksa yang duduk di seberang. "Supaya kita impas," jawabku singkat.
Aku menambahkan sebelum Mas Aksa kembali bertanya, "Lagipula saya pikir tak ada salahnya mengikuti alur. Ini juga upaya Ayah dan Ibu untuk melindungi saya dari Gadhing, 'kan?"
"Tapi dokter bilang kamu kehilangan beberapa ingatanmu! Saya harus percaya yang mana sekarang?" sahutnya sambil mencengkeram gelas kaca yang ada di hadapannya.
Aku berusaha tenang dengan tetap berdiri tegak dan menatapnya tanpa memutus apa pun, "Benar, tapi saya tidak lupa bahwa saya masih menjalin hubungan dengan ... dengan Gadhing saat kecelakaan itu terjadi."
Dokter tidak pernah berbohong, tetapi semua orang tak tahu bagian mana saja yang aku lupakan. Aku hanya kehilangan beberapa memori ketika kecelakaan terjadi dan ingatan jangka pedek yang tak berarti. Aku jelas ingat dengan baik kalau pria yang ada di hadapanku ini adalah orang asing. Namun, kini dia justru menjadi bagian penting dalam setiap langkah yang kuambil.
Mas Aksa menggeleng, lalu memijat pelipisnya sambil berucap, "Saya enggak ngerti ..."
"Apanya yang tidak bisa dimengerti? Pertama, kamu dan seluruh anggota keluarga kita berbohong soal pernikahan ini seolah kita sudah resmi menjadi suami istri jauh sebelum kecelakaan itu terjadi," sahutku sedikit terpancing emosi.
Aku sudah menjelaskan semuanya dari awal, bahkan sampai mengulangi lagi di obrolan ini. Namun, Mas Aksa justru abai dan menganggapku main-main dengan segala penjelasan itu. Aku lelah, mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk membahas segalanya.
Aku melanjutkan kegiatan beberesku yang sempat tertunda. Kubiarkan pria itu sibuk dengan penilaian-penilaiannya. Aku cuma ingin memulai semua dari awal di rumah kami yang baru. Aku tak ingin ada kebohongan lagi di antara kami berdua. Selain itu, aku juga berharap Mas Aksa bisa diajak kerja sama untuk tetap menyembunyikan fakta-fakta ini dari kedua keluarga. Kami perlu membuat suasana kondusif, aman, dan nyaman. Aku juga hanya ingin membuat Ayah dan Ibu tenang.
Aku berdiri di depan wastafel, membasahi tanganku dengan air dan busa sabun. Bibirku melanjutkan penjelasan lagi, "Kedua, saya bohong soal saya yang tidak tahu apa-apa dan terima saja kalau saya dibohongi selama 4 bulan ini." Aku mendesah lelah, "Saya enggak tahu alasan apa yang kalian gunakan sampai mempermainkan pernikahan hanya untuk---"
KAMU SEDANG MEMBACA
Surprisingly Wedding [NEW VERSION/ONGOING]
Fiction généralePernahkah kamu membayangkan menjadi seorang istri secara tiba-tiba, disaat kamu tidak pernah sekalipun merasa telah dinikahi oleh laki-laki mana pun? Itu yang tengah dialami Dhera, hidupnya terasa makin membingungkan ketika perlahan hatinya menerim...