11.'Awkard

193 37 10
                                    

"Kamu udah selesai sarapannya?" Tanya pak Kyung yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Aku menoleh ke arah pak Kyung yang hanya handukan saja. Belum lagi, rambutnya yang basah dengan bulir-bulir air menambah kesan tampannya.

Sial..

Ini yang dinamakan kenikmatan haqiqi.

Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain, menatap sarapanku diatas meja yang belum sama sekali kusentuh. Asal bukan ke arah pak Kyung, kurasa akan baik baik saja. Karena jika tidak, intensitas jantungku akan memompa darah lebih cepat.

"Heh. Kamu kalo ditanya jawab, bukan bengong melompong kayak gitu!"

Pak Kyung menepuk pundakku, menyadarkan ku dari lamunan itu. Apa dia tidak sadar jika Ia masih mengenakan handuk yang hanya menutupi bagiannya saja?

Yaampun, bikin pusing.

"Pak ga liat itu sarapan saya belum habis bahkan belum saya sentuh." Kataku.

"Kenapa?"

"Saya masih menunggu bapak, rasanya tidak sopan jika saya duluan."

"Baiklah, kita makan." Kata pak Kyung yang entah sejak kapan dia sudah memakai celana jeansnya dengan kemeja yang dua kancing atasnya dia biarkan terbuka.

Aku dan pak Kyung mulai memakan sarapan kami. Kami makan dalam suasana hening, bukan karena pak Kyung tak menyukai keramaian tapi karena aku yang masih malu mengingatnya.

Aku berusaha membuka percakapan, topik apapun asal jangan menampakkan aku yang awkard dengannya.

"Pak, kalo di hitung-hitung selama lima bulan saya kerja sama bapak cuma dua puluh kali kita bertatap muka." Aku kembali memasukkan suapan ku kedalam mulut. "Jadi, satu bulan kurang lebih empat kali kita bertemu." Sambungku.

"Kamu mau tiap hari ketemu saya? Yaudah jadi istri saya aja." Kata pak Kyung yang sedang menyesap kopi hitamnya.

"Ehhh bukan gitu pak maksudnya." Aku mencoba mengelak dari percakapan ini.

Aku masih mengutuk diriku sendiri. Sialnya, aku yang memulai aku juga yang menjadi canggung.

"Udah sih Yer, gausah dipikirin gitu." Katanya lagi lalu bangkit meninggalkanku.

"Nggak pak, saya bukan mikirin itu."

"Emang saya bilang kamu mikirin itu."

Ah, kalian pasti tau apa maksud 'itu' disini.

"Saya tunggu kamu dibasemant, cepat ambil koper."

"Baik pak." Aku segera menundukan kepala. Kegiatan rutinku jika ingin meninggalkannya. Ya, memberi hormat.

Aku hanya mengikutinya, karena jarak dari hotel ke bandara cukup memakan waktu lama.

Sekitar satu jam-an aku dan pak Kyung tiba di bandara. Aku langsung keluar dari mobil untuk mengambil koperku di bagasi belakang.

Tidak heran lagi, pak Kyung hanya membawa tubuhnya saja. Untuk urusan koper, dia sudah mengirimnya terlebih dahulu.

"Pak, saya jadi istri bapak aja." Aku bergumam sembari menarik koper beratku malas.

"Saya ga mau punya istri." Kata pak Kyung.

"Pak, bapak denger saya?" Kataku yang terkejut mengdengar respon pak Kyung.

"Siapa yang ga denger kalo ngomong suara gede kayak gitu?"

Sial.

Falling In Love with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang