13.' Mind Crazy

167 24 7
                                    

"Siapa pria yang bersamamu tadi?" Suho oppa mulai penasaran dengan pria dan wanita di tokoh tas tadi.

"Bosku." Jawabku santai sambil menyuapkan es krim vanila kedalam mulutku.

"Kenapa kau bersikap seperti itu padanya?" Pertanyaan Suho oppa membuatku kesal.

Aku memutar bola mataku malas. "Hanya ingin mengerjainya."

"Bohong. Kau menyukainya, bukan?"

"Aku?" Aku menunjuk diriku sendiri sambil tertawa. "Yang benar saja, aku menyukainya?" Aku masih tertawa terbahak-bahak akibat pertanyaan Suho oppa.

"Untuk apa aku menyukai pria kaku sepertinya hahah" Suho oppa hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat ku tertawa seperti itu. Padahal pertanyaannya bukan lelucon.

"Aku akan mencari pria seperti mu. Kau tampan, penyayang, baik hati, dan tidak suka merepotkan orang."

"Apa aku lebih baik menikah dengamu saja, oppa?"

"Maaf, nona. Aku tidak ingin mempunyai istri manja seperti mu." Kata Suho oppa.

"Hahaha aku hanya bercanda, lagipula aku ini adikmu." Aku menimpali perkataan Suho oppa yang menolakku. Aku tertawa sekali lagi. "Kau dan pria itu berbanding terbalik. Kau tahu, oppa?" Tanyaku pada Suho oppa.

"Iya, aku tahu adikku yang manis." Suho oppa berdiri dan langsung mencubit hidungku gemas. "Kau masih sama seperti dulu. Sangat cerewet."

Aku tersenyum.

"Ayo kita pulang." Ajak Suho oppa dan aku menganggukkan kepala lalu melangkah mengikuti langkahnya menuju mobil didepan kedai es krim ini.

"Astaga." Suho oppa menepuk jidatnya sendiri.

"Weo?" Tanyaku.

"Aku lupa membayar es krimnya." Ia terkekeh. Pantas saja pelayan yang ada dikasir itu terus saja melihati aku dan Suho oppa.

Dasar pikun.

"Cepat bayar. Aku menunggumu dimobil, oppa." Kataku lalu masuk kedalam mobil.

Aku melihat dari kaca jendela, Suho oppa yang sedang berdiri dikasir membayar es krim tadi. Dan, lihatlah kembali masih sempat-sempatnya dia menggoda pelayan wanita itu. Astaga, bahkan dari jauh sini aku bisa melihat pelayan itu tersenyum malu.

Dasar playboy.

Aku dan Suho oppa tidak langsung pulang kerumah. Kami akan berkeliling kota Jakarta. Ibu, ayah, dan aku memang sudah lama tinggal diJakarta. Karena kejadian itulah yang membuatku harus pindah. Dan Suho oppa tinggal di Korea untuk mengejar cita-citanya, setelah dia berhasil pun dia enggan untuk pindah ke Jakarta. Alasannya dia merasa nyaman di Seoul dan dia merasa dekat dengannya.

Aku menghargai keputusan oppaku itu.

"Kau bisa cuti minggu depan?" Tanya Suho oppa dengan tatapan lurus kedepan.

Aku menatap jalanan dari kaca jendela, cukup ramai karena Jakarta merupakan kota besar. "Untuk apa?"

"Sebaiknya kau ambil cuti. Kau belum mengunjunginya tahun ini, Yeri."

Aku mencoba mencerna kata-kata Suho oppa dan aku hampir saja melupakan hal ini.

"Astaga. Kau benar, aku belum mengunjunginya tahun ini."

"--aku akan mengambil cuti tahunan ku. Terima kasih karena telah mengingatkanku." Kataku tersenyum ke arah Suho oppa.

"Baiklah. Kita akan berangkat bersama."

oOo

Seperti biasa, hari ini aku mulai masuk kantor. Hari bonus ku cuma sehari. Itu sudah cukup karena satu hari itulah aku bisa menghabiskan waktu dan membeli tas incaranku bersama suho oppa.

Aku segera mengambil kunci mobil di atas meja makan setelah selesai meneguk segelas susu yang dibuat oleh ibuku.

"Ma,Yeri berangkat. Ini Yeri bawa mobil oppa."   Teriak ku sambil terburu-buru.

"Kau ingin ku antarkan makan siang?" Teriak ibu dari dapur.

Jangan heran. Kita emang suka saut-sautan kaya dihutan. Ehe.

"Tidak. Aku akan makan siang diluar bersama oppa."

Oh tentu. Aku membalasnya dengan teriakkan juga.

"Baiklah. Eomma akan masak sore hari kalau begitu."

Aku segera keluar rumah menuju mobil kakakku. Menyalakan mesinnya, lalu berteriak untuk terakhir kalinya "Eomma, aku berangkat."

Suasana Jakarta selalu macet. Hari kerja, hari libur, dan hari-hari lainnya. Selalu seperti ini. Belum lagi ini sudah menunjukkan jam 08:15 WIB.

"Ah sial, udah telat 15 menit ini." Gumamku.

Setelah melakukan perjalanan luar biasa ini, aku masuk kedalam kantor dengan terburu-buru. Membenahi sedikit riasanku, sudah menjadi rutinitasku.

"Hey! Yer."

Aku menoleh ke sumber suara yang memenuhi telingaku. Siapa lagi pelakunya kalo bukan Hyerin.

"Ya,Kenapa?" Aku menimpalinya. Hanya saja, aku tak menghampirinya.

"Kau telat?" Ternyata dia sudah menyeimbangi langkahku.

"Hmm" aku berdehem mengisyaratkan jika aku telat. Dan bisa-bisanya Hyerin bertanya. "Kau tau? Jakarta macet." Sambungku.

"Selalu." Jawabnya santai. Ia tengah berdiri didepan meja kerjaku. Kupikir Hyerin akan berbelok kearah lain.

"Kau akan disini?" Tanyaku.

"Aku akan pergi, setelah memberimu beberapa pertanyaan." Jawabnya.

"Baiklah. Apa pertanyaanmu, nona Hyerin?" Aku meletakan kedua tanganku diatas meja.

"Bos sudah punya pacar?" Tanyanya seraya melirik ruangan Pa Kyung.

Astaga.

Dia benar-benar ingin kubunuh, menanyakan hal yang tidak penting.

"Sepertinya." Jawabku singkat.

"Ahh, Yeri aku turut prihatin padamu. Bisa-bisanya Pak Kyung seperti itu."

"Kau ini kenapa, Rin?" Tanyaku heran. Aku yang sekretaris sekaligus asistennya saja tak repot.

"Bukankah kau menyukainya?" Tanyanya mengintivasi.

"Gosip dari?" Tanyaku.

"Bagian staff, hmm." Jawabnya ragu.

"Sudahlah. Itu tidak benar, sekarang kau kembali keruanganmu. Se-ge-ra." Aku memberikan penekanan pada kata segeraku.

"Hehe baiklah. Kau yang kuat ya. Ngomong-ngomong didalam sana sedang ada pacarnya." Kata Hyerin dengan jari telunjuk mengarah ruangan Pak Kyung.

"Terserah, Rin." Aku mengusirnya. Ia dengan berat hati kembali keruangannya.

Setelah perbincanganku dengan Hyerin selesai. Tiba-tiba pintu ruangan pak Kyung terbuka. Benar, kata Hyerin. Yang keluar dari sana bukan bosku melainkan perempuan itu lagi lalu disusul oleh pak Kyung. Seperti biasa aku menyapa dan memberi hormat.

"Mau makan siang bersama?" Ajak pak Kyung yang didapat tatapan sinis oleh perempuan itu.

Aku tersenyum. "Tidak, pak. Saya sudah ada janji."

"Dengan?" Tanyanya lagi.

Aku menghela nafas menatap perempuan pak Kyung. "Emm- pacar saya."

"Yang kemarin?"

"Ya, pak. Saya duluan, pacar saya udah nunggu dibawah. Selamat siang." Pamitku segera.

Siapa yang tahan dengan tatapan perempuan ular itu. Ia bahkan tak menyukaiku tanpa alasan.

Dasar gila, umpatku.


Falling In Love with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang