Seorang Narasumber
.
.
.
Aku berpura-pura menjadi bagian dari mereka.
Sederet kalimat itu tertulis dengan huruf bengkok-bengkok yang berantakan.
Sang penyidik, yang tengah duduk di samping ranjang pasien, memperhatikan secarik kertas bertuliskan pernyataan itu dengan teliti, kemudian menatap kembali wajah di depannya dengan satu alis terangkat. Pasien itu tidak melakukan apa-apa―hanya menunggu pertanyaan selanjutnya untuk dilontarkan. Sang penyidik yang merasa tidak tahan pada akhirnya berpaling dari pemandangan muka mengerikan itu dan mengatakan sesuatu.
"Kalau begitu, Dongsun-ssi," kata penyidik tersebut, tampak sibuk membolak-balik catatannya. "Atas alasan apa anda nekat menyamar menjadi salah satu anggota sekte ajaran sesat mereka?"
Dongsun―nama pasien itu―tidak membutuhkan waktu lama untuk berpikir. Dia menarik kertas tersebut dari hadapan penyidik dan tenggelam kembali dalam aktivitas menulisnya.
Sementara sang penyidik diam-diam memperhatikan Dongsun. Gejolak mual hinggap di dasar perutnya ketika menatap keadaan wajahnya yang mengenaskan. Kulit di sekitar mulut Dongsun berwarna merah terang seperti daging mentah, kontras dengan warna dahinya yang putih pucat. Terhitung dari sudut bibir kanan sampai sekitar empat senti melewati pipi, terdapat corak jahitan membujur yang mulai mengering. Dalam sekilas pandang, orang awam pasti berpikir bila Dongsun sedang memakai topeng bercodet di separuh wajahnya. Akan tetapi, kenyataan yang terjadi sesungguhnya jauh lebih parah dari itu.
Salah seorang dokter yang menanganinya memberikan laporan yang cukup memilukan mengenai kondisi Dongsun. Luka tembakan pistol polisi di paha kirinya bahkan belum cukup parah bila dibandingkan dengan cedera di separuh wajahnya; Mulutnya disobek, lidahnya dipotong, langit-langit di dalamnya disundut rokok, serta empat gigi gerahamnya dicabut paksa. Terlepas dari fakta akan status merah Dongsun dalam catatan kepolisian, penyidik itu tidak bisa berpura-pura abai dengan kemalangan yang menimpanya. Rentetan kejadian macam apa yang membawa Dongsun hingga berakhir seperti ini?
Dia dilumpuhkan oleh polisi karena telah mengakibatkan kekacauan di jalan raya beberapa waktu lalu. Tembakan di kakinya tidak mengakibatkan luka kronis, akan tetapi dokter berasumsi penyebab lain yang melatarbelakangi kejatuhannya dalam koma selama beberapa hari kemarin. Shock dan trauma pasca penyiksaan (yang membuat sebagian wajahnya rusak sehingga dia kesulitan bicara) adalah salah satu penyebabnya. Yang menjadi pertanyaan penting, siapa dan atas dasar apa Dongsun mengalami siksaan sedemikian menyakitkan?
Belum sempat penyidik itu mendaratkan kecurigaannya pada beberapa pihak, Dongsun akhirnya selesai menulis. Dia membalik kertas dari pangkuannya dan menghadapkannya pada sang penyidik.
Orang-orang hilang secara misterius. Sebagai wartawan, instingku tidak pernah keliru. Selama setahun ini kuselidiki banyak kejadian yang berkaitan dengan kasus-kasus orang hilang di Korea, dan kecurigaanku timbul saat aku bertemu dengan sebuah kelompok rahasia. Merekalah pelakunya, komplotan penjahat yang mengambil orang-orang tidak bersalah itu.
"Mengambil, katamu?" Penyidik itu mengulangnya sembari menyipitkan mata.
Dongsun mengangguk menegaskan, sementara wajah sang penyidik mendadak menegang seakan-akan seseorang telah menyelipkan jarum ke dalam kulitnya.
Apapun yang dikatakan Dongsun, penyidik itu bukanlah orang yang mudah tertipu. Tidak luput dari perhatiannya bahwa, kasus orang hilang yang disinggung Dongsun adalah suatu kebenaran yang selama ini sengaja ditimbun dalam laci penyimpanan 'perkara tak terselesaikan' di kantor kepolisian. Membaca jawabannya, sang penyidik terkejut dengan kejujuran Dongsun, sebab tidak banyak orang yang tahu serta ingat mengenai kelanjutan kasus-kasus itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐒𝐓𝐀𝐋𝐊𝐄𝐑 | 𝐁𝐓𝐒
Fanfiction[Pemenang Wattys 2020 Kategori Fanfiksi] ⭐ Follow dahulu sebelum membaca ⭐ Menjadi idola yang dicintai publik ternyata bukanlah hal yang mudah, dan member BTS rupanya merasakan sendiri hal itu. Kehidupan tenang mereka menjadi hancur karena ulah stal...