PART 2
Pecahan
.
.
.
Duduk di atas sebuah kursi kayu berkaki rendah, Yoongi samar-samar mencium aroma lapuk yang merebak di ruangan itu. Di depannya, terdapat sebuah meja besi yang penuh tumpukan kertas serta map-map besar berwarna hitam dan biru yang tersusun tidak rapi. Ada sebuah papan nama yang diletakkan secara permanen di atas kaca penutup meja, di permukaannya tertulis nama 'Song Chaewong' dengan huruf tebal dan terang.
Pemilik nama itu kini tengah menunduk di atas meja kantornya, mengutak-atik ponsel persegi dengan raut lelah yang mengingatkan Yoongi pada ayahnya. Bibir dan alisnya berkerut masam selagi matanya menyipit mengamati setiap huruf yang ditekannya lewat keypad ponsel. Sementara itu, Kim Sejin berdiri di sebelah Yoongi, kakinya bergerak tidak bisa diam seakan mencari ketenangan, kentara berusaha sibuk untuk melawan ketidaksabarannya dalam menunggu―sebab rupanya sudah nyaris lima menit ruangan kerja itu terselimuti dengan keheningan, tanpa satu mulutpun yang berbicara.
Hingga Yoongi yang mulai frustasi pada akhirnya menyerah pada kesabarannya.
"Bisakah anda memulainya sekarang?" katanya dengan nada menuntut. Yoongi berdeham kecil selepasnya, mendadak merasa sedikit canggung karena menyadari yang baru saja dia lakukan terdengar tidak sopan.
"Ah, tentu," jawab Chaewong, tampak terkejut. Polisi itu cepat-cepat meletakkan ponselnya di sisi meja, lalu mendongak menatap Min Yoongi dan manajer Sejin dengan agak prihatin. "Maaf, aku banyak sekali urusan belakangan ini ... permintaan usutan kasus membludak, barang bukti yang minta dianalisis ... saksi mata yang bungkam, lalu ada dugaan penculikan lagi―ketiga kalinya bulan ini, astaga! Membuatku pusing saja."
"Kalau begitu," tukas manajer Sejin, terdengar sopan, "anda bisa melakukan urusan anda selagi kami menunggu."
"Tidak perlu," jawab Chaewong seraya memajukan kursinya untuk meraih kenop laci di bawah meja, lalu membukanya. "Anda adalah klien yang saya panggil juga, jadi semestinya saya harus lebih tahu diri dalam bekerja." Dia mengutak-atik isi di dalamnya dan mengeluarkan sebuah map putih seukuran buku tulis, lalu menatap sekali lagi pada manajer Sejin dan Yoongi, seakan apa yang ada di genggamannya adalah kunci dari keseluruhan kasus yang hendak dia beritahukan.
Yoongi merasakan ujung-ujung jarinya kesemutan sementara matanya memperhatikan Chaewong membuka map itu. Kelihatan oleh Yoongi, mata coklat pria tua itu menjelajah konten di dalam mapnya dengan teliti―dari samping kiri ke kanan, bergeser dari atas ke bawah, seakan-akan tak mau melewatkan satupun informasi yang dibacanya.
"Permintaan pengusutan kasus pembobolan dorm," gumam Chaewong, sambil tetap membaca dengan cermat. "Dengan nama klien Kim Namjoon, selaku pemilik rumah ...."
Matanya bergerak mengamati Yoongi di depannya.
Yoongi cepat-cepat mengoreksi, "Ah, saya bukan Kim Namjoon. Dia tidak bisa kemari karena ...."
"Ya, aku tahu, kau pasti Suga, kan?" sela Chaewong, mengamati Yoongi dari atas mapnya. "Aku tidak terlalu kuno untuk sekedar mengenalmu lewat televisi. Anak perempuanku suka sekali padamu." Dia berujar sambil menyunggingkan ujung bibirnya ke atas, tanpa bermaksud memuji Yoongi tetapi pemuda itu sudah merona di tempat duduknya. Chaewong mengabaikan raut wajah Yoongi dan memilih kembali sibuk dengan mapnya, membaca sebentar, lalu memulai inti pembicaraan dengan suara rendah. Ruangan begitu hening sampai-sampai suara Chaewong terdengar menggelegar di telinga keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐒𝐓𝐀𝐋𝐊𝐄𝐑 | 𝐁𝐓𝐒
Fanfiction[Pemenang Wattys 2020 Kategori Fanfiksi] ⭐ Follow dahulu sebelum membaca ⭐ Menjadi idola yang dicintai publik ternyata bukanlah hal yang mudah, dan member BTS rupanya merasakan sendiri hal itu. Kehidupan tenang mereka menjadi hancur karena ulah stal...