Ketetapan Hati
.
.
.
Tidak ada selongsong tali harapan yang bisa membuat ketenangannya timbul saat dia tak memiliki petunjuk apapun tentang keberadaan Jimin―begitulah yang Taehyung pikirkan tatkala menerima kenyataan pahit bahwa sahabatnya tersebut telah hilang, direnggut secara mendadak, lalu meninggalkan lubang kehampaan mengerikan di dalam dadanya yang tidak sanggup dia intip barang sedetik saja. Taehyung tidak ingin berada di dalam lubang yang hening ini sendiri. Dia tidak bisa menerimanya.
Lantai kedua di dorm mereka saat ini begitu sepi, bertolak belakang dengan gumam keributan yang menggema di lantai bawah―lebih banyak suara daripada yang seharusnya. Barangkali para pengincar berita mulai berdatangan, sebab kendati agensi telah berusaha menutup masalah ini rapat-rapat, rumor entah bagaimana akan terus bermunculan dari berbagai sisi. Taehyung nyaris tidak memiliki kesempatan untuk meributkan dirinya dengan semua itu. Dia ingin tenang, berharap sedetik saja tidak memikirkan apapun. Akan tetapi dia tidak bisa. Taehyung harus menemukan jalan keluar.
Dia hampir berbelok ke sebuah koridor di lantai kedua ketika tahu-tahu terdengar sepasang suara yang tengah berdiskusi datang dari ujung ruangan. Taehyung mengenalinya sebagai suara Song Chaewong―kepala polisi yang bertanggung jawab atas pengusutan kasus Jimin―dan pria lain bersuara agak serak yang kali ini pertama kalinya dia dengar.
Mulanya, Taehyung agak ragu untuk meneruskan langkahnya pergi ke kamar dan memilih kembali ke lantai utama, akan tetapi langkahnya langsung terhenti ketika dia mendengar bentakan kasar Chaewong. Taehyung bergeming sejenak, bertanya-tanya apakah mereka sedang membahas kasus Jimin, lalu akhirnya memutuskan bergerak merapatkan diri di dinding.
"... seorang pensiunan wartawan yang mengatakannya? Kau yakin dia tidak sedang menipumu?" Nada suara Chaewong yang terdengar resah menggema dari ujung ruangan.
"Orang itu menyuruh kita untuk pergi ke daerah Yangju, Pak. Dia bilang, di sanalah tempat komplotan itu bersembunyi―di pedalaman hutan yang berbatasan dengan sungai," jawab seorang pria dengan serius. Percakapan senyap beberapa sekon sebelum pria tersebut melanjutkan lagi dengan nada agak menggerutu. "Memang tidak ada bukti secara langsung, tetapi kalau kita tidak memeriksa tempat itu sekarang, aku menduga komplotan itu akan pergi sebab mereka pasti sudah menyadari tanda-tanda bahaya semenjak media memberitakan soal wartawan itu. Kita akan kehilangan jejak lagi, dan kasus-kasus orang hilang yang selama ini menjadi beban penyelidikan kita tidak akan pernah bisa terselesaikan."
Terdengar desah napas berat, lalu disusul suara Chaewong yang bernada kecewa. "Aku paham," katanya. "Tapi aku tidak bisa meninggalkan tempat ini begitu saja―kau tahu, aku masih harus menunggu beberapa laporan penyelidikan untuk tahu ke mana wanita itu membawa Jimin pergi."
Pria bersuara serak tersebut kemudian berkata pelan. "Pak, aku rasa penculikan Jimin kali ini juga ada hubungannya dengan kasus yang diceritakan Dongsun."
"Dongsun?" Chaewong merendahkan suaranya.
Sesuatu di dalam diri Taehyung bergejolak ketika dia mendengar nama Jimin disebut. Dia mendekatkan diri untuk mengintip dari balik tembok, ingin mengetahui lebih banyak lagi. Saat matanya menangkap bayangan suram lampu yang berpendar di antara tubuh keduanya, Taehyung bisa melihat dua orang itu lebih jelas. Chaewong tengah berdiri sambil berkacak pinggang, menatap pria di depannya dengan tatapan serius. Sementara lelaki bertubuh jangkung itu memiliki tipe wajah cemberut dan tidak ramah, tampak agak gelisah, namun pada satu waktu juga menakutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐒𝐓𝐀𝐋𝐊𝐄𝐑 | 𝐁𝐓𝐒
Fanfiction[Pemenang Wattys 2020 Kategori Fanfiksi] ⭐ Follow dahulu sebelum membaca ⭐ Menjadi idola yang dicintai publik ternyata bukanlah hal yang mudah, dan member BTS rupanya merasakan sendiri hal itu. Kehidupan tenang mereka menjadi hancur karena ulah stal...