Sebuah tembakan
.
.
.
Ketika malam tiba, hujan deras kembali turun. Para member yang tampak kelelahan setelah seharian berpose di depan serangan kilat kamera kini tengah berada di mobil, hendak dalam perjalanan pulang ke dorm.
Taehyung menjadi satu-satunya yang terlihat lesu dan tidak bersemangat malam itu. Dia tidak bisa berhenti memikirkan segala hal yang telah terjadi seharian ini. Apa Noona-nya tidak apa-apa? Taehyung tak tahu bagaimana baiknya untuk bersikap setelah tanpa sengaja membuat Mijin menangis. Dia merasa bersalah, tapi bila mengingat betapa tidak berperasaannya Mijin ketika menuduhnya mengidap trauma dan halusinasi parah setelah kecelakaan, amarah jauh lebih kuat mencabik dirinya. Benaknya secara tiba-tiba dipenuhi oleh setumpuk hal yang memusingkan. Keanehan atas apa yang terjadi dengan pola pikirnya, mimpi buruknya yang selalu menghantui, serangan rasa gelisah karena Mijin, penyakit Gong Joo ….
Taehyung tersentak ketika merasakan sebuah sentuhan di pundaknya. Dia berpaling, dan melihat Jungkook tengah memandangnya cemas.
“Hyung baik-baik saja?”
“Ya.” Taehyung bergumam lirih, kemudian atensinya beralih pada kaca jendela mobil di sebelahnya.
“Makan dulu Hyung, nanti kau sakit lagi.” Jungkook menyodorkan sepotong pai apel―sisa kue yang dibawa Mijin tadi―kepada Taehyung.
“Tidak lapar,” jawab Taehyung pendek.
Jungkook hanya diam memperhatikan Taehyung yang tampak muram luar biasa. Sepanjang waktu bersamanya, sekalipun dalam suasana hati yang tidak baik, Taehyung tak pernah tega mengabaikan dirinya. Kenyataan bahwa Taehyung bersikap dingin kepadanya entah bagaimana membuat patah hatinya. Jungkook menyadari ada sesuatu yang menjadi alasan dibalik perubahan sikap Taehyung. Sesuatu yang tidak biasa, yang lebih besar pengaruhnya dari yang sanggup Taehyung kontrol.
Kecelakaan. Semenjak kecelakaan itu, Taehyung tak pernah lagi mau repot-repot untuk tertawa. Bahkan tersenyum saja Jungkook jarang melihatnya. Jungkook ingin sekali menghibur, tapi dia tak bisa menciptakan alasan untuk membuatnya tertawa―barangkali karena dia sendiri juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Taehyung. Oh, kenapa dia baru sadar sekarang? Jungkook bertanya-tanya dalam hati. Dia memandang Taehyung dengan merana, seakan-akan semua waktu yang dilewatkannya belakangan berubah menjadi rasa sesal.
“Aku cuma ngantuk, tidak perlu berlebihan seperti itu,” kata Taehyung tiba-tiba. Jungkook mengerjapkan matanya, baru sadar kalau yang dilakukannya sedari tadi hanyalah memandangi Taehyung saja.
“Kalau Hyung mau bercerita tentang masalahmu, senang hati akan kudengarkan. Mungkin juga aku bisa membantumu,” kata Jungkook. Dia menunggu jawaban mengesankan dari Taehyung, tapi yang dilakukan pemuda itu malah menyandarkan kepalanya di bahu Jungkook. “Kalau begitu bantu aku tidur. Bahumu sangat nyaman,” ujar Taehyung sambil memejamkan matanya. Jungkook hanya menghela napas kecewa tapi tak melakukan apa-apa untuk menolaknya.
Sepanjang perjalanan, beberapa member yang masih sanggup mempertahankan kesadarannya memilih tenggelam dalam hiburannya masing-masing. Hoseok membagi earphone dengan Namjoon, tampak hikmat mendengarkan alunan musik dan hampir terseret kantuk. Seokjin sibuk dengan kamera ponsel, sepanjang perjalanan mengambil foto pada sudut-sudut yang membuat pesonanya paling terpancar. Jimin dan Yoongi tertidur bersebelahan di bangku tengah, sementara manajer Sejin sibuk menyetir membelah jalanan di tengah cuaca yang buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐒𝐓𝐀𝐋𝐊𝐄𝐑 | 𝐁𝐓𝐒
Fanfiction[Pemenang Wattys 2020 Kategori Fanfiksi] ⭐ Follow dahulu sebelum membaca ⭐ Menjadi idola yang dicintai publik ternyata bukanlah hal yang mudah, dan member BTS rupanya merasakan sendiri hal itu. Kehidupan tenang mereka menjadi hancur karena ulah stal...