Rafael [11]
Hei, bolehkah kau beri aku kesempatan untuk mencintaimu lagi?
Mendengar anaknya jatuh pingsan Dedi segera berlari menuju UKS, ini hal buruk, biasanya jika anaknya terlambat makan dan kelelahan ia akan cepat drop dan jatuh sakit.
Setelah di belokan lorong Dedi segera membuka pintu UKS dengan tergesa. Terlihat Nadyla terbaring lemah dengan Rafael yang duduk di kursi dekat dengan Nadyla.
Melihat wajah Rafael, Dedi mengeram marah, ia sudah tidak suka dengan kehadiran anak ini di sekolah dan di kehidupan Nadyla. Rafaelah yang menyebabkan Nadyl kehilangan arah selama liburan, jiwanya seakan menghilang dari raga, senyumnya sirna dan Nadyla selalu menghabiskan hari harinya memenjarakan diri di kamar feminimnya.
Dan itu membuat Dedi sangat gagal menjadi seorang ayah, selama ia melindungi putrinya dari semua bahaya, kenapa dengan mudah orang lain menyakitinya.
Melihat Dedi di depan pintu Rafael segera berdiri, ingin menjabat tangan ayah dari Nadyla ini. Namun sayang, belum ia sampai menyentuhnya tangannya di tepis kasar.
"Tujuh belas tahun saya membesarkannya, membahagiakannya, melindunginya. Dan dengan mudah kau membuatnya seperti ini? Terbaring lemah, menangis seharian di dalam kamar, menyakiti dirinya sendiri setiap hari. Apa jika kau berada di posisi saya, saya akan dengan mudah memberikan kesempatan yang sama seperti dahulu?"
Mendengar menjelaskan Dedi, Rafael menelan ludahnya payah, ia benar benar lelaki payah, menyakiti Putri yang di besarkan dengan sebuah kesayangan yang melimpah.
"Maafkan saya, bolehkah saya memperbaiki diri untuk menjadi pantas di depan bapak?"
Senyum sinis Dedi tersungging, meremehkan perkataan Rafael.
"Memperbaiki diri? Bagaimana caramu memperbaiki diri?"
"Dengan semua hal pelanggaran yang kamu lakukan, itu membuat saya tidak ingin memberikan anak saya kepadamu yang tidak pantas untuknya." lanjut Dedi menyerang keteguhan Rafael.
Rafael menekuk lututnya, menjatuhkan harga diri yang setiap hari ia junjung tinggi. Melepaskan segala ilmu yang ia miliki di hadapan Dedi.
"Di depan anda, saya ingin berjanji untuk berubah, menjadi lebih baik lagi dan saya yakin, saya akan memberikan masa depan yang indah untuk Nadyla."
Dedi berjalan menuju bangkar, menyepikan tangannya di lutut dan leher Nadyla bersiap untuk memindahkan anaknya dan pulang. Dedi mendengar janji itu. Namun ia tidak berhenti melakukan aktivitasnya dan tetap berjalan keluar, sebelum keluar ia mengatakan sesuatu hal yang sangat menyakiti relung hari Rafael.
"Lakukan saja janjimu, saya tidak peduli!"
***
"Hanya ketidak teraturan makan saja, sebentar lagi Nadyla akan siuman. Anda tenang saja, saya pamit terlebih dahulu."
Setelah mengangukkan kepalanya, Dedi mengikuti dokter itu sekaligus mengantar hingga depan.
"Terima kasih, dok."
Setelah itu dokter sudah memasuki mobilnya dan pergi dari halaman rumah Nadyla.
Dedi, berjalan kembali memasuki kamar putrinya yang dulu pernah sebulan tidak terbuka, hanya isakan kecil yang dapat ia dengar dari luar pintu kayu berplitur itu.
Hatinya teriris melihat begitu sakitnya gadis kecilnya, bagaimana caranya ia untuk dapat melihat senyuman di wajah putrinya setelah kematian sang istri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rafael ✔
Teen FictionLelaki sebenarnya terlalu egois berkata bahwa ia tidak terluka. Lelaki terlalu egois mengatakan ia akan selalu kuat. Lelaki juga punya begitu banyak rasa seperti yang perempuan rasakan. "Kita juga manusia, bukan hanya perempuan yang memiliki peras...