[Rafael 12]
Ini terakhir? Entahlah. Menurutku tidak ada hal yang paling menyakitkan selain perpisahan.
Setelah kepergian Rafael, Nadyla menutup pintunya pelan. Nadyla mendesah kecil, beginikah saja kehidupan percintaannya, sampai sinikah hubungannya dengan Rafael.
Nadyla melangkah mundur, mulai menjauhi pintu. Langkahnya mulai memberat, Nadyla menundukkan kepalanya dan air mata mulai mengenang disudut matanya.
Dedi berdiri di pintu kamarnya, dan sedikit bersandar disana sambil menelisik gestur sedih anak gadisnya, dan melipat tangannya.
"Papa sudah bilang, Rafael gak cocok sama kamu." usai mengucapkan hal itu Dedi masuk kedalam kamarnya meninggalkan Nadyla yang mulai terisak.
Yoga yang melihat hal itu cepat menghampiri Nadyla dan memeluknya. "Nangis aja kalau itu buat lo lega, Dyl. Gue disini, gue disini."
Yoga berusaha menenangkan Nadyla dengan menepuk punggung Nadyla dan mendekapnya erat bukannya berhenti, tangis Nadyla semakin memecah.
"Ga, Rafa, Rafa ngelepas gue? Ga, Rafa, Rafa,"
Nadyla mengengam baju Yoga dengan erat, Nadyla berteriak dalam dekapan Yoga. Yoga hanya mengangguk kecil, ia tau perasaan sepupunya. Semenyakitkan itu melihat kakak sepupunya menangis karna temannya.
"Syut sudah, pasti Rafael punya alasannya sendiri kali ini Dyl, gue yakin itu. So, udah nangisnya. Gue gamau sepupu cantik gue jelek gara-gara cowok bahkan itu temen gue sendiri."
Yoga melepas dekapannya dan mengusap air mata Nadyla, senyumnya merekah, berusaha membujuk Nadyla. Namun, usahanya gagal Nadyla tetap diam dan belum menyelesaikan isakan kecilnya.
"Sekarang senyum." Yoga memaksa Nadyla tersenyum dengan menarik kedua sudut bibir Nadyla dan mau tak mau Nadyla tersenyum kecil.
"Sekarang lo tidur, besok banyak yang harus lo lakuin." ujar Yoga dengan mengiring Nadyla naik menuju kamarnya.
Yoga merangkul Nadyla sekali lagi, "jangan pikirin apapun cukup tidur aja. Gue ada dikamar sebelah kalau lo butuh gue, nice dream sister."
Setelah menutup kamar Nadyla, Yoga benar-benar masuk kekamar disamping kamar Nadyla. Kamar yang biasa ia tempati saat menginap.
Yoga merogoh kantongnya, memencet daftar nama dan cepat menghubungi seseorang.
Panggilan pertama, hanya nada sambung yang Yoga dengar setelahnya ada suara operator. Tak tinggal diam Yoga menghubungi nomer itu untuk kedua kali. Hingga percobaan ke lima baru saja tersambung.
"Hall---"
Tanpa babibu, Yoga langsung pada inti masalah.
"Kali ini, lo ngebuat dia nangis. Apa alasan lo?"
Yoga mengepalkan tangannya engan menunggu terlalu lama. Nada di sebrang mendesah kecil.
"Siang tadi gue cukup dibuat sadar sama kelakuan bejat gue enam bulan terakhir. Dan saat ini gue perlu kekuatan buat ngerangkul Nadyla lagi. Gue pikir buat saat ini, cukup cari hal yang bisa ngebuktiin kalau gue layak jadi pendamping dia."
Yoga memicingkan mata mendengar jawaban Rafael.
"Gimana cara lo ngedapetin itu? Jangan sampe cara itu ngebuat lo sama Nadyla harus pisah lagi."
Lagi-lagi, Yoga harus menunggu jawaban dari Rafael.
"Lo bener, gue harus pisah lagi. Tapi kali ini gue udah dewasa, dengan status berpisah gue bisa lebih fokus buat ngebalikin nama gue lagi. Gue manusia, gue pernah salah. Seengaknya gue ada itikad baik buat ngerubah sikap bejad gue dan ngebersihin nama gue."

KAMU SEDANG MEMBACA
Rafael ✔
Teen FictionLelaki sebenarnya terlalu egois berkata bahwa ia tidak terluka. Lelaki terlalu egois mengatakan ia akan selalu kuat. Lelaki juga punya begitu banyak rasa seperti yang perempuan rasakan. "Kita juga manusia, bukan hanya perempuan yang memiliki peras...