Rafael [10]
Yang paling menyiksa itu, suara lembutmu yang menusukku
Bel pulang sudah mengema. Membuat seluruh murid membereskan buku-bukunya bersiap untuk pulang. Jadwal fullday membuat mereka sedikit kelimpungan menerima tugas dari guru. Sama halnya dengan murid kelas sebelas dan sepuluh yang wajib mengikuti ekstrakulikuler hingga ada yang pulang pukul 6 tepat.
Nadyla berjalan bersama para sahabatnya untuk memulai rapat mingguan, mengenai rencana mereka.
"Btw, kalian gak curiga gitu sama Nathasya si cewek gatau diri itu?"
Nina yang melipat tangannya, berujar ketus membuat Bagas membalik rambut yang di kucir kuda itu kedepan muka Nina.
"Jangan judes-judes Nin, jelek."
"Ih apaan sih lo, dari tadi suka bener ngusik rambut gue, suka bilang."
Nina merapikan rambutnya dengan bibir yang mencebik, Bagas yang melihat itu mencubit kecil.
"Pacar jangan ngambek."
Nina melirik marah pada Bagas, lalu berjalan sedikit cepat untuk menyamai langkahnya dengan Nadyla.
"Dil, gue tanya lo loh."
Sebelum berhasil menjawab, Jackson sudah mengurui.
"Kalau menurut gue. Biarin dulu dia bernafas dengan baik. Kalau kelakuannya ketauan sama kita, baru kasih balasan."
Nina memberikan dua jempolnya pada Jackson, entah kenapa saat ini ia malas untuk berbicara. Nadyla menaikkan maskernya lagi, berusaha untuk menutup hidungnya.
Hingga sampai di ruang rapat, Nadyla langsung mendudukkan dirinya, sedikit menyenderkan kepala pada senderan kursi dan memejamkan matanya, pusing menderanya dan hidungnya sedikit sumbat entah kenapa.
Bajunya yang tadi sempat kotor telah ia ganti dengan baju olah raga yang sebenarnya digunakan untuk esok hari. Namun karena ulah sang kakak kelas baru itu, Nadyla perlu memakai bajunya lebih dulu.
Setelah duduk, kini giliran Bagas, Nina, Dea dan Jackson yang duduk. Sebelum mereka berhasil menempati tempat duduk di samping Nadyla. Yoga dan Rafael sudah lebih dulu duduk di samping kanan dan kiri Nadyla, dengan Rafael di sisi kanan dan Yoga di sisi yang lain.
Melihat hal itu para sahabatnya duduk di sebelah kiri Yoga dan sebelah kanan Rafael. Nadyla mengubah sikap duduknya menjadi menyandarkan kepalanya pada meja bundar yang baru datang beberapa hari yang lalu di ruang rapat ini.
Rafael yang melihat hal itu mengelus rambut Nadyla sedang Yoga mengelus pungung Nadyla. Mereka mengerti beban apa yang di tanggung Nadyla, karena mereka juga telah melaksanakannya dulu.
Nadyla masih diam hingga seluruh kursi telah ditempati, tubuhnya yang kurang fit, membuatnya tertidur dan elusan di rambut dan punggungnya membuat Nadyla cepat sampai diruang mimpi.
Tetapi, saat ia bermimpi tiba-tiba dia terdorong jatuh hingga membuatnya refleks terbangun gara-gara mimpi jatuhnya itu. Detak jantungnya tak seirama dan mata merahnya tidak bisa membuat semua dibohongi dengan sikap biasa-biasanya.
Nadyla melihat seluruh anak buahnya yang telah hadir menganguk kecil. Ia lalu berjalan kearah podium dan mulai membuka rapat.
"Baik, selamat sore. Melihat teman-teman sudah hadir, maka saya mulai rapat ini."
Setelah salamnya dijawab dengan serempak Nadyla membuka catatannya tentang rapat minggu lalu.
"Bagaimana sejauh ini persiapannya Suzi, Bima dan Fathur? Apakah pihak kantin sudah mengerti bahwa mereka akan sejenak diliburkan? Dan apakah kalian sudah mendiskusikan hal ini dengan para ketua kelas pada class meeting beberapa hari yang lalu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Rafael ✔
Roman pour AdolescentsLelaki sebenarnya terlalu egois berkata bahwa ia tidak terluka. Lelaki terlalu egois mengatakan ia akan selalu kuat. Lelaki juga punya begitu banyak rasa seperti yang perempuan rasakan. "Kita juga manusia, bukan hanya perempuan yang memiliki peras...