PART 24

6.7K 305 33
                                    

“Kau mau ke mana?”

Anna yang hendak pergi dari kamar itu tiba-tiba dicegat oleh seorang kakek tua. Kakek itu berdiri tepat di depan pintu kamar Anna sehingga menghalangi jalan, di belakangnya sudah berdiri beberapa pengawal berbadan besar dan memakai jubah, yang Anna yakini adalah sekelompok vampire.

“Kau tidak boleh keluar dari kamar ini sampai keadaan sudah aman!” Kakek itu bergerak maju yang otomatis membuat Anna berjalan mundur dan kembali masuk ke dalam kamar.

“Kenapa tidak? Aku ingin keluar sekarang! Aku tidak ingin berada di sini!” Seru Anna sambil menatap tajam pada kakek itu. Biarkan saja ia kualat, lagi pula ini sedang genting, untuk kesopanan urusan nanti.

“Kau akan tetap di sini! Apa kau tidak ingin tahu siapa aku? Dan alasanmu di sini?” Tegas kakek itu, dan mencoba mengalihkan pembicaraan. Ia akan melakukan apa pun agar rencananya kali ini berhasil, termasuk mengurung cucu kesayangannya, yaitu Anna.

Anna menghembuskan napasnya, mencoba menenagkan dirinya. “Kalau begitu ceritakan mengapa aku bisa berada di sini dan kau siapaku?” Tanya Anna. Ia hanya bisa berdo’a agar dosanya tidak terlalu besar karena telah membohongi seorang kakek, walau pun sebenarnya ia juga telah banyak berbohong selama ini.

Kakek itu tersenyum dan mengajak Anna untuk duduk berdampingan di tepi ranjang. Kakek itu membawa telapak tangan Anna ke dalam genggamannya. Sedangkan Anna hanya terdiam dan membiarkan kakek tua itu menggenggam tangannya. Dalam hatinya, Anna bisa merasakan kehangatan saat berdekatan dengan sang kakek. Ia rindu, namun ia harus menahan rindu lebih lama agar permasalahan ini segera berakhir.

“Anna, cucuku. Kau adalah satu-satunya cucu kesayanganku. Cucu yang selama ini aku cari keberadaanmu. Dan akhirnya aku menemukanmu. Sekarang kau sudah berada di hadapanku. Jadi jangan pergi ke mana-mana dan diamlah di kamar ini.” Seru sang kakek sambil mengelus punggung telapak tangan Anna.

Anna terdiam cukup lama, dalam otak liciknya sudah terangkai berbagai macam rencana agar bisa pergi dari tempat ini dan segera menemui Veron. Namun, semua rencana itu akan sia-sia jika kakeknya ini masih ada di sekitarnya. Apa yang harus ia lakukan agar kakek pergi dari kamar ini?

“Lalu bagaimana dengan orang tuaku dan ... Key?” Tanya Anna. Ia benci jika harus bertanya hal yang sudah ia ketahui apa jawabannya.

Kakek tua itu menghela napas berat, ia tampak enggan untuk menjawab pertanyaan Anna, namun ia tak punya pilihan lain selain menjelaskan yang sebenarnya pada Anna. “Orang tuamu-“

“Tuan! Maaf mengganggu, ada hal penting yang ingin saya sampaikan.” Sela seorang lelaki yang wajahnya tertutupi oleh hoody jubahnya.

“Kita lanjutkan lagi pembicaraan kita nanti, kau tunggu aku di sini!” Seru sang kakek sambil beranjak ke luar dari kamar yang Anna tempati. Kakek itu pergi dengan diikuti oleh lelaki barusan dan beberapa pengawalnya, hingga tinggalah Anna dan empat pengawal lain yang berjaga di luar kamarnya.

___~-~___

“Cih! Heh kau bocah! Menyerahlah! Kau tidak akan mampu melawanku dengan kemampuanmu itu!” Seru Veron yang tengah dikuasai penuh oleh Leon.

“Jangan meremehkanku! Kau hanya anjing yang menempel ditubuh manusia! Kau hanyalah parasit!” Seru Key dengan marah.

Leon hanya terkekeh kecil, ia sangat senang karena dapat dengan mudah memancing emosi Key, karena itu akan membuka jalan kemenangannya.

Keduanya sudah sama-sama dipenuhi dengan luka. Darah mereka pun masih terus menetes. Namun itu tak akan bertahan lama, karena luka itu akan segera menutup dengan sendirinya. Jangan remehkan kehebatan mereka dalam melakukan regenerasi.

Di sekeliling mereka sudah banyak tergeletak mayat-mayat baik itu dari kaum werewolf maupun vampire. Tanah yang mereka pijaki sudah basah oleh genangan darah. Namun perang terus berlanjut, tidak akan berhenti sebelum salah satu kubu terbantai habis atau memilih menyerah.

“Kau tahu, anjing itu lebih besar dari pada lintah menjijikkan sepertimu!” Seru Leon tak mau kalah. Tampaknya mereka tidak bosan untuk saling melempar hinaan kasar disela pengumpulan energi sebelum kembali bertarung.

Key tampak semakin marah, dan langsung menyerang Leon tanpa aba-aba. Kuku-kukunya yang memanjang berusaha untuk memutuskan leher Leon dan mencabik peru Leon. Namun Leon dengan mudahnya menghindari serangan dari Key dan balas menendang perut Key, sehingga Key terpental cukup jauh dan menghantam pepohonan dengan sangat keras. Belum cukup sampai disitu, Leon memanfaatkan keadaan Key yang belum bangun dari posisinya dengan menghantamkan dagu Key lututnya, sehingga membuat Key lagi-lagi terpental.

Saat Leon hendak menanamkan cakarnya pada jantung Key, tiba-tiba sebuah pedang melesat ke arah kepalanya. Hal itu membuat Leon menghentikan serangannya demi menghindari pedang itu. Pipinya tergores dan mengeluarkan darah.

“AKHIRNYA KAU KELUAR JUGA PAK TUA! KAU YANG KATANYA SANGAT HEBAT TERNYATA HANYA PENGECUT YANG BARU DATANG DI PERTENGAHAN PERANG!” Leon menatap bengis ke arah sang kakek tua yang ternyata adalah orang yang telah melemparkan pedang tersebut.

“Tutup mulutmu! Apa kau punya kata-kata terakhir? Sebelum aku menghabisi nyawamu?”  Kakek itu berjalan dengan perlahan menuju Leon. Ia melewati Key yang tergeletak menahan sakit tanpa menoleh sedikit pun. Auranya sedikit berbeda dari biasanya, aura penuh dendam dan kekejaman.

“Cih! Dasar licik!” Seru Leon saat ia merasakan tubuhnya mulai mati rasa, racun, pedang yang menggores pipinya telah dilumuri oleh racun sehingga membuat tubuhnya seakan lumpuh. Ia telah salah dalam mengambil langkah sehingga dapat terperangkap seperti sekarang.

“Kenapa? Kau tidak ingin mengucapkan sesuatu? Untuk calon Lunamu misalnya? Atau permohonan ampun? Siapa tahu aku akan merasa kasihan dan membiarkanmu hidup lebih lama lagi.” Kakek itu kini berdiri tepat di hadapan Leon. Hanya dengan satu tusukan tepat di jantung, maka tamatlah riwayat Leon.

Namun, Leon tetaplah Leon. Walau pun sedang berada diambang kematian, ia masih sempat-sempatnya mencemooh sang kakek melalui tatapannya. Saat mulutnya tidak bisa mencela, maka ia bisa melakukannya melalui tatapan matanya.

“Kau tidak akan bisa melakukannya, atau jika kau nekad, nyawa seseorang yang jadi taruhannya.” Seru Veron yang telah mengambil alih tubuhnya kembali.

Kakek itu terkejut dan menatap garang ke arah Veron. “Kau yang licik, bocah tengik!”










tbc

___~-~___

Salam Hangat

AnjelitaA3

My Cute Mate Is A DJ!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang