3

454 29 0
                                    

Bagas benar-benar tidak menyerah. Setelah terakhir kali membuat Chelsea supaya masuk ke lapangan basket, tanpa rasa bersalah dia terus mengekor pada Chelsea selama hampir satu minggu belakangan ini. Pria itu bahkan diam-diam menguntit Chelsea ke rumahnya dan Bagas dikejutkan dengan keadaan rumah Chelsea yang begitu mewah.

Seperti biasa, hari ini Bagas akan 'menguntit' Chelsea karena gadis itu tidak pergi ke taman belakang sekolah seperti kebiasaannya.

Bagas terus mengikuti perginya Chelsea dan gadis itu berhenti di sebuah rumah sakit. Mengerutkan kening, Bagas heran siapa yang dirawat di rumah sakit tersebut. Apakah keluarganya? Terus diam-diam mengikuti langkah Chelsea, gadis itu akhirnya berhenti di salahsatu kamar inap kelas satu.

Bagas memperhatikan gerak-gerik Chelsea. Gadis itu belum kunjung masuk dan hanya berdiri di ambang pintu. Tangannya memegang knop pintu tapi tak juga membukanya. Bagas semakin dibuat penasaran, siapa yang dirawat di kamar itu hingga membuat Chelsea nampak begitu rapuh. Baru kali ini, Bagas melihat Chelsea nampak begitu lelah, begitu sedih.

Hampir setengah jam Chelsea hanya berdiri di depan pintu tersebut sebelum akhirnya membuka knop pintu. Penasaran, Bagas mengintip pada celah pintu tersebut dan dia bisa melihat Chelsea disana dengan seorang pria yang dipenuhi alat bantu.

"Hai, kak. Aku dateng tapi gak bawa bunga soalnya ini hari jum'at. Kakak tidak suka bukan kalau aku membeli atau memberi bunga di hari jum'at. Kakak bilang itu seperti pertanda kematian. Kakak aneh sekali" tawa miris Chelsea bermonolog dengan dirinya sendiri.

"Maaf ya kak, hampir satu bulan aku gak kesini. Soalnya di sekolah lagi ada cowok rese' yang gangguin aku terus. Kakak bangun dong, bilang sama dia kalau aku adalah ...." suara Chelsea menggantung

Bagas diam menunggu Chelsea dengan bersandar di pintu. Dia bisa mendengar dan melihat betapa gadis itu ternyata sangat rapuh. Sifat dingin Chelsea hanya untuk menutupi kesedihannya selama ini. Bagas kembali memalingkan wajah menatap Chelsea dan gadis itu sudah tertunduk dengan bahunya yang terguncang. Dia menangis.

_

Chelsea menutup pintu kamar iti dengan pelan. Setelah menghapus air matanya kasar, Chelsea segera beranjak dari sana. Baru dua langkah, pandangannya bertemu dengan seorang gadis yang menatap Chelsea sarat akan kebencian.

"Ngapain lo kesini" desisnya

Chelsea menunduk menatap sepatu hitamnya

"Lo gak punya malu? Urat malu lo udah putus? Atau lo kesini buat ngebunuh Alvin?" ucapnya tajam

Chelsea mendongak

"Kak ..." hanya itu yang mampu Chelsea keluarkan dari kerongkongannya. Ucapannya tercekat.

"Apa lo gak cukup puas buat dia se-menderita ini?!" ucap gadis itu lagi setengah berteriak

"Dia gak akan kecelakaan kalau lo gak maksa dia dateng setelah kompetesi. Dia gak akan koma, kalau lo segera bawa dia ke rumah sakit setelah ngeliat kondisi dia. Dan dia ... Gak akan se-menyedihkan ini kalau lo gak bersikap egois!!" teriak gadis itu akhirnya

"Kak aku..." Chelsea lagi lagi hanya mampu mengucapkan dua patah kata. Air matanya sudah jatuh lagi. Lebih deras. Rasa bersalah kembali menyelimuti hatinya.

Chelsea tidak mampu menjawab apapun saat gadis itu melewati dan menyenggol bahunya dengan sedikit keras. Chelsea terduduk. Dia kembali terisak.

Chelsea menghentikan tangisnya ketika seseorang tiba-tiba menepuk-nepuk bahunya pelan. Dia mendongak menatap siapa yang melakukan hal itu dan Chelsea melihat wajah Bagas disana. Bagas tersenyum kearah Chelsea.

"Ngapain lo disini" ucap Chelsea ditengah isak tangisnya

Tanpa menjawab ucapan Chelsea, Bagas justru menarik lengan gadis itu dan mengajaknya pergi. Chelsea hanya menatap tajam pria itu tanpa berniat menolak. Dia bahkan diam saja ketika Bagas menggenggam pergelangan tangannya. Chelsea sudah cukup lelah hari ini. Dia enggan berdebat lagi.

"Naik" ucap Bagas pada Chelsea setelah memakaikan helm ke kepala gadis itu dan entah apa yang merasuki Chelsea gadis itu menurut.

Bagas tersenyum. Tangannya meraih lengan Chelsea untuk memeluk perutnya.

"Lo bisa jatuh kalau gak pegangan" ucap Bagas santai

Chelsea masih belum membantah. Dia justru menyenderkan kepalanya di punggung Bagas dan dalam hitungan detik, pria itu sudah melesat menyusuri jalanan kota yang mulai padat.

Bagas menghentikan motornya didepan rumah dan Chelsea mengerutkan kening heran melihat rumah ber-cat putih tersebut.

"Yuk masuk" ucap Bagas santai melepas helm yang dipakai Chelsea

Chelsea baru tahu kalau rumah itu adalah milik kediaman Saputra setelah melihat foto keluarga Bagas terpajang rapi di dinding.

Chelsea duduk di sofa ruang tamu tersebut dan pandangannya menyusuri sekitar. Matanya jatuh pada piano yang terletak di sudut kiri ruangan. Dia beranjak dan menyentuk piano tersebut sesaat sebelum beralih ke gitar yang ada di sampingnya.

Bagas diam saja melihat tingkah Chelsea. Dia justru masuk dan meninggalkan Chelsea. Meraih gitar, Chelsea mulai memetiknya

'Dan... Aku hanyalah manusia...
Bisa bersalah dan menyakiti...
Aku hanyalah manusia...
Tak seperti Tuhan yang sempurna...'

Petikan gitar Chelsea yang tidak lebih dari tiga puluh detik itu berhasil mengundang Adit yang baru saja selesai berolahraga terlihat jelas dari kerkngat yang menghiasi badan dan baju olahraga yang di kenakannya.

Chelsea meletakkan gitar tersebut dan beralih menuju piano.

'Uri dasi manaeun genaum gaji
Anyeong... Anyeong...
Uri dasi manaeun genaum gaji
Anyeong... Anyeong...
Does anyone know, does anyone know. How it makes me feel
Uri dasi maneun genaum gaji...
Anyeong.. Anyeong...'

Tutup Chelsea yang langsung mendapat tepuk tangan dari Bagas dan Adit.

"Lo bisa nyanyi banyak lagu. Keren.. Btw gue Adit, kakak Bagas. Salam kenal" ucap Adit ramah mengulurkan tangan yang langsung disambut oleh Chelsea.

"Kalau gitu gue masuk dulu." ucap Adit meninggalkan Bahas dan Chelsea

"Sorry, gue gak bisa nahan diri buat gak nyentuh mereka" ucap Chelsea dengan pandangan menunduk

"Wow! Chel!! Ini kalimat terpanjang yang pernah lo ucapin ke gue" jawab Bagas antusias

"Oke, tadi itu abang gue Adit dan gue punya adik perempuan namanya Cindy yangs sekarang pasti lagi les musik. Gue ngajak lo kesini supaya lo bisa ngajarin gue"

"Eh?"

"Gue emang senior lo, tapi gue gak begitu suka matematika dan lo pernah jadi juara umum lomba matematika. So, lo tahu kan bentar lagi gue ujian... Gue mau lo ngajarin gue" ucap Bagas santai

Chelsea justru terkejut dengan pernyataan Bagas barusan. Dia benar-benar baru tahu kalau Bagas adalah seniornya.

"Apa yang bisa lo kasih ke gue kalau gue berhasil bikin nilai matematika lo naik?" ucap Chelsea

Bagas mengetukkan jari pada dagunya sebentar kemudian menjentikkan jari

"Kebahagiaan. Gue bakalan ngasih lo kebahagian!!"

_

Baby, YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang